Mohon tunggu...
Saumiman Saud
Saumiman Saud Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati

Coretan di kala senja di perantauan

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Perlukah Mulut Kita Disumpal? Supaya Tidak Mengkritik

18 Februari 2018   01:20 Diperbarui: 18 Februari 2018   01:37 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Senang atau tidak, sebagai manusia kita pasti pernah dikritik, malah kadang kritik yang kita terima itu cukup keras. Kritik bisa membuat seseorang putus-asa. Kritik bisa membuat seseorang itu frustrasi. Kritik bisa membuat seseorang itu patah semangat. Namun apabila kritik itu disampaikan dengan jujur dan dapat dipertanggung-jawabkan, dengan hati yang hancur, dan anda memang benar-benar ingin mengubah orang itu menjadi lebih baik, saya yakin dan percaya "Kritik mejadi suatu hal yang sangat berguna sekali". Tetapi jika kritik itu tujuannya dipergunakan untuk menjatuhkan orang, maka kritik semacam ini merupakan suatu yang membahayakan.

Secara normal maka semua orang tidak senang kalau ia dikritik, walaupun ada yang pandai menyimpan rasa ketidak-senangnya sehingga tampilnya profesioanl dan kita tidak mengetahuinya. Sering kita baca pemberitahuan yang  berbunyi "Kritikan anda sangat kami harapkan". Tetapi kenyataannya bukankah ada orang yang menerima kritikan dengan respon  emosi dan marah.

Kritik mesti dibedakan dengan fitnah, sebab fitnah itu adalah sesuatu yang tidak pernah terjadi atau yang pernah terjadi tetapi faktanya diputar balik 180 derajat dengan tujuan merusak nama baik dan menghancurkan orang tersebut. Jikalau fitnah, tentu kita semua tidak akan setuju.

Dalam Lukas 3:19-20 ada contoh di dalam Alkitab , seseorang yang cukup berang ketika menerima kritikan dari orang lain, orang itu bernama Herodes. Begitu ia mendengar kritikan dari Yohanes Pembaptis maka ia menangkapnya dan memasukkannya ke penjara, bahkan akhirnya ia membunuh Yoihanes itu. Namun ada juga contoh dari Alkitab, seseorang yang bisa dengan rendah hati menerima kritik dari orang lain, yakni Daud (lihat 2 Samuel 12:1-21).  

Daud pernah bersalah, ia berdosa telah mengambil isteri Uria perajuritnya dan dijadikan isterinya, namun datang nabi Natan mengkritiknya, Daud bisa menerima kritikan tersebut dan bertobat. (bandingkan dengan orang yang congkak "Pro 16:18  Kecongkakan mendahului kehancuran, dan tinggi hati mendahului kejatuhan.

Memang tidak perlu selalu kita harus mendengar dan menerima mentah-mentah kritikan orang lain, jika kita dengarkan semuanya kita akan bingung, sebab tergantung motivasi si pengkritik dan pengetahuan yang ada pada sang pengkritik.

"Sebuah cerita legenda yang bisa kita baca dari seseorang yang selalu menerima apa saja yang diucapkan orang lain. Pujangga Yunani  Aesof bercerita, suatu hari ada seorang kakek yang sedang berjalan bersama cucunya di sebuah lelernmg bukit, dan sambil berjalan mereka membawa seekor keledai dari suatu desa ke desa yang lain. 

Perjalanan yang mereka tempuh ini sangat jauh, sehingga mereka berdua merasa capek sekali. Di tengah perjalanan mereka bertemu seorang gadis, melihat mereka begitu capek maka gadis itu berkata "Hai saudaraku, saya lihat kalian begitu capek?, kenapa kalian tidak naik saja di atas keledai? Bukankah akan menghemat banyak tenaga kalian?" Kakek dan cucu ini saling memandang, akhirnya sang kakek menyuruh cucunya naik keledai itu.

 Namun tidak seberapa jauh, mereka bertemu dengan seorang petani "Hai anak muda!" demikian kata petani itu, "Engkau masih muda, mengapa kamu tega membiarkan kakekmu berjalan, sementara engkau dengan santai duduk di atas keledai?, bukankah lebih bijaksana jikalau engkau yang berjalan dan kakekmu yang naik keledai?" 

Mendengar itu sang cucu dengan malu cepat-cepat turun dari keledai tersebut sembari mempersilahkan kakeknya naik. Tetapi baru berjalan setengah jam, mereka bertemu seorang ibu "Hai sahabatku, apakah kalian tidak kasihan pada keledai yang lemah itu?" Sang kakek dan cucu berpikir sebentar, betul juga apa yang dikatakan perempuan itu. Akhirnya kakek dan cucu ini terpaksa berjalan kaki kembali sambil menggendong keledainya."

Sekarang bagaimana caranya kita menghadapi kritik? Apakah kita harus mendengar semua dan mengobah semua yang diingini orang lain? Ingat setiap orang keinginannya tidak sama? Pandangannya tidak sama? Namun sebaliknya apakah kita harus tertutup dengan kritikan? Dan membungkamkan otrang-orang sekitar kita? Tidak bijak juga kita melarang orang memperbaiki kita, yang sebenarnya merekalah yang melihat kita?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun