Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mensucikan Pikiran dari Orang-orang Beragama

23 Februari 2017   19:55 Diperbarui: 23 Februari 2017   19:57 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | sumber gambar: guff.com

Ada-ada saja memang tingkah manusia dalam menjelek-jelekkan seseorang atau suatu golongan. Bisa melalui lisan, bisa juga dengan tulisan. Dan nyatanya, ada saja orang-orang yang cepat percaya terhadap propaganda-propaganda begituan. Tidak pakai dicek, diverifikasi, eh langsung percaya saja tuh orang. Tapi tentu yang buat saya pribadi malas, kalau hal demikian sudah menyangkut persoalan agama; dalam konteks aliran, mazhab, atau golongan-golongan lainnya.

Masalahnya, kalau seseorang sudah terlanjur percaya buta pada ketidaksukaan-ketidaksukaan semacam itu, mereka pasti jadi tertutup pada apa yang tidak mereka sukai tadi. Mereka tidak lagi mau tahu. Mereka tidak mau membaca atau mencari-cari fakta atas propaganda-propaganda kebencian tadi. "Sebenarnya yang mereka katakan itu bener nggak sih? Atau memang sebuah ungkapan kebencian semata yang kemudian menjadi semacam fitnah?" setidaknya kan perlu bertanya seperti itu? Dari fenomena seperti inilah saya jadi emoh memperhatikan kalau obrolan keagamaan sudah dikaitkan dengan persoalan golongan-golongan semacam tadi. Klise, dan rasa-rasanya sudah tak relevan. Aneh rasanya, dimana agama yang mestinya jadi semacam komunitas, kok malah jadi tempat naik darah? Yang selalu dipersoalkan pun sebenarnya cuma masalah interpretasi, pemahaman, pemikiran, pandangan, dlsbnya. Kalau memang anasir-anasir semacam itu sudah terjadi, ya sudah tinggalkan saja. Kalau memang masih bisa dikatakan wajar, kenapa tidak dihargai? Kecuali, kalau memang sudah terlalu menyimpang dari esensi dan asas keagamaan, saya kira kita tentu tahu parameter-parameternya. Coba lihat di media sosial, pada sibuk orang-orang kayak begitu menunjukkan ketidaksukaannya. Kayak tak ada yang lebih penting daripada ngurusin masalah begituan.

Ditambah lagi, bisa dikatakan sikap kita ini seringkali terlalu hiperbolis. Sebuah pernyataan-pernyataan yang keluar dari perasaan, pikiran, hingga kemudian berbentuk tulisan atau lisan, nyatanya seringkali tidak faktual. Lebih tepat dikatakan kalau pernyataan-pernyataan itu hanya sesuai dengan kemauan, dengan perasaan benci itu tadi. Kelihatan nggak cerdas, nggak bijak banget, ya?

Dan ternyata orang-orang beragama semacam ini lebih "buas" terhadap sesama saudara seiman yang berbeda pandangan daripada saudara yang tidak seiman. Nggak kalah galaknya, nggak kalah ngerinya.

Saya selalu berusaha memahami perbedaan-perbedaan yang terjadi dalam kehidupan sampai akhirnya saya harus mengakui bahwa hidup ini ternyata unik juga. Kita ini kan bukannya tak tahu kalau keanekaragaman semacam itu merupakan keniscayaanNya? Tapi sayangnya, tidak banyak orang menyadari dan bijak menyikapinya. Bukankah tak sedikit orang yang tak dapat menerima keberagaman ras, suku, agama, maupun berbagai pandangan tadi?

Padahal saya yakin, kalau saja mereka mau memahami "kemauan" Tuhan, mereka pasti tidak akan memandang keberagaman ini sebagai suatu lawan sehingga harus selalu "darah tinggi" dalam menjalani hidup. Nyatanya keberagaman itu kan ada dimana-mana? Kita berhadapan dengan berbagai sikap, cemoohan, ejekan, dan berbagai hal yang tidak kita sukai, dan bukannya itu merupakan suatu kemestian?

Tulisan ini sebenarnya berawal ketika saya membaca suatu buku dari sebuah tokoh dari sebuah aliran keagamaan yang seringkali dikatakan sesat. Nyatanya, ketika saya membaca lebih dalam, kok saya tidak menemukan suatu pandangan yang menjadi indikator kesesatan itu, yang sayangnya juga sudah sedemikian menjadi persepsi bagi saya. Lha, terus salahnya dimana, coba? Dari hal ini juga saya kemudian pingin keluar dari persepsi-persepsi yang tidak faktual semacam itu. Pikiran saya dikotori dan saya ingin mensucikannya, bahkan dari orang-orang beragama macam tadi.[]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun