Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Absurditas: Kita Ini Mau Ngapain, Sih?

17 Maret 2017   21:03 Diperbarui: 17 Maret 2017   22:39 771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi | sumber gambar: buzzthread.blogspot.co.id

Melongok memandang dunia, saya pikir, tak heran kalau seseorang akan begitu mudahnya terikut paradigma bahwa hidup ini seolah-olah absurd. Dalam arti, bahwa hidup seperti tak jelas tujuannya, di mana semua ini hanya terkait dengan persoalan bersenang-senang dan bereksistensi diri. Tapi sebaliknya, saat saya masuk lebih dalam menelusuri diri, di situ pula saya menemukan tujuan hidup dan fundamennya.

Memang saya akui bahwa saya menemukan hal itu pun tidak lama jauh-jauh hari, dan bukannya saya tak pernah sama sekali mengira bahwa hidup ini tak jelas. Atau dengan kata lain, bahwa pertanyaan-pertanyaan dan paradigma demikian memang pernah terpikirkan dan menjadi bahan perenungan bagi seseorang secara disadari atau tidak. 

Tapi saya tak berani mengatakan hal itu sebagai suatu kemestian, lantaran saya tak tahu apa setiap orang pernah mengalaminya atau tidak. Dan memang kalau kita menyadari, ternyata yang disebut sebagai sebuah ketidakjelasan dalam hidup ini pun sebenarnya tidak ada. Dalam arti, bahwa persoalan kita harus apa dan bagaimana, semua itu pasti sudah ada jawaban dan penjelasannya.

Sebenarnya tak usah repot-repot kalau mau melihat implikasi dari paradigma hidup yang terkesan absurd tadi. Kalau saja kita mau melihat dari perilaku maupun dari berbagai aspek kehidupan, hal itu akan tampak, bahwa apa yang dilakukan manusia kebanyakan hanyalah sebuah aktivitas kekosongan belaka yang jauh dari prinsip kehidupan. Dan kalau mau dikatakan apakah hal itu terlepas dari nilai-nilai fundamental, tentu seperti itulah yang terjadi yang nyatanya semakin hari semakin masif.

Apa yang pantas kita lakukan dan kita berikan kepada orang lain? Apa hal itu masih menjadi pertanyaan di saat kehidupan saat ini begitu cepat perkembangannya dan keterburu-buruannya? Atau, apa yang kita lakukan dengan adanya media sosial belakangan ini hanya sekedar membagi dan menunjukkan kepada orang lain semata tanpa nilai utilitas? Sayang rasanya ketika saat ini kita semakin mudah berkomunikasi atau menyampaikan gagasan kita, di sisi lain kita tak menggunakannya dengan baik selain hanya sekedar substansi kosong. Lagian, tidak ada aturan yang melarang kita untuk bereksistensi menunjukkan siapa diri kita. 

Tapi, soal apa diri kita, bagaimana diri kita, sikap, dan pemikiran kita di mata orang lain, saya kira itulah yang membuat eksistensi seseorang akan lebih berisi. Kalau hanya sekedar wajah; kalau hanya sekedar suara atau cerita penarik perhatian yang isinya mengawang-awang membahas persoalan yang sebenarnya tak penting, saya kira dari hal tadilah kita bisa melihat implikasi bahwa seseorang tersebut memandang hidup ini sebagai sebuah absurditas, sebagaimana apa yang dilakukannya. 

Ditambah lagi, saya jadi berpikir bahwa mungkin kita tidak lagi bicara soal pemberian yang bernilai, melainkan hanya mengumbar-umbar diri dan membuang-buang keisengan belaka di mana kemudian menjadi konsumsi dan suatu yang dianggap menarik oleh mereka yang menikmatinya.

Akhirnya, fundamen itu pun ditinggalkan karena mengikut-ikuti orang-orang yang memang tidak berprinsip padanya. Semua ini hanya dianggap suatu keasyikan. Terus, bagaimana dengan pencarian itu? Ah, saya kira kalau soal yang satu ini, cukup dijawab secara personal sajalah ya. Saya heran, kenapa kita sebagai umat beragama bisa memiliki paradigma seperti itu? Perihal yang ini pun cukup dijawab sendiri saja. Soalnya, dalam fenomena kelucuan, keanehan, kesimpangsiuran, kebingungan, ketidakjelasan tindakan dan pikiran, itulah yang saya lihat belakangan ini. Sebenarnya, kita ini mau ngapain, sih? Tapi, mungkin dari hal itu juga saya belakangan ini jadi sering ketawa sendiri melihat sesuatu yang sama sekali tak lucu. Tuh kan, mulai ikut-ikutan.[]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun