Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Matinya Pemerkosa Seperti Aku

6 Mei 2018   18:39 Diperbarui: 6 Mei 2018   18:54 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia mengira bahwa segala kenikmatan hidupnya tak akan mengakibatkan apa-apa setelah kematian nanti. Hidup, ya hidup. Mati, ya mati. Setelah hidup, tak akan ada apa-apa. Wah, enak bener kalau begitu, pikirku.

Maka sempat terbesit di kepalaku untuk menjadi seorang bandit yang hobinya membuat onar di mana-mana. Enak to? Kenapa harus ada nilai-nilai baik-buruk kalau setelah kehidupan ini tak ada apa-apa? Kenapa pula kita harus mengetahui norma-norma dan mematuhinya? Kenapa tak jadi seperti binatang saja yang tak tahu baik-buruk benar-salah? 

Bukannya lebih enak jadi binatang kalau begitu caranya? Silahkan jadilah binatang kalau memang mau. Walaupun manusia tak bisa digolongkan sebagai binatang lantaran dia memiliki kesadaran dan pengetahuan atas diri dan hidupnya yang itu tak dimiliki binatang.

Sayang sekali kita diciptakan sebagai seorang manusia. Beginilah kita sebagai makhluk yang menyadari eksistensi diri sendiri. Bener-bener gawat diri kita ini. Tapi si dia tadi tak merasakan betapa gawat dirinya di dunia.

"Tak ada yang perlu dikhawatirkan," katanya. "Hiduplah sesukamu."

Tapi aku tak pernah merasa tenang atas diriku sendiri. Benarkah tak ada apa-apa setelah kita mati? Lalu bagaimana dengan orang-orang brengsek di muka bumi ini yang pernah korupsi, ngebom sana-sini, dan melakukan hal-hal mengerikan lainnya? Apakah mereka mati begitu saja dan meninggalkan jejak buruk dalam sejarah hidupnya? 

Enak bener kalau begitu. Kenapa aku tak jadi pemerkosa saja yang bisa memperkosa wanita-wanita cantik yang aku inginkan, kupikir. Bagaimana tidak, mereka yang begitu menggoda dengan sengaja menampakkan bagian-bagian tubuhnya seolah-olah minta dilumat. Aku tak bisa menafikan hal itu kalau hawa nafsu pun menghendaki tubuh-tubuh itu. Ada yang menggoda, maka ada yang tergoda. Bahkan ketika tak ada yang sengaja menggoda pun kita bisa saja tergoda.

Betapa enaknya kalau aku bisa memperkosa banyak wanita, lalu aku mati begitu saja tanpa ada balasan apapun di dunia atau di alam setelah kumati. Bukannya dia berpikir tak ada alam apapun selain alam dunia ini?

Betapa enaknya mati sambil meninggalkan duka dan kenangan buruk bagi mereka yang pernah kuperkosa. Kenangan buruk seumur hidup pula!

Tapi... aku tak yakin. Ada sesuatu yang akan kita lewati dimana peristiwa tersebut sudah membuat badanku merinding saat ini. Ada sesuatu yang menunggu kita di sana. Entah akan diapakan kita. Bahwa segala perbuatan kita menuntut pertanggungjawaban atas sadarnya diri kita dalam berbuat.

Oh... sialnya menjadi makhluk yang berkesadaran... Bagaimana caranya melepaskan kesadaran ini? Tapi, bukannya niat untuk sengaja melepaskan kesadaran itu juga tak baik? Kalau ada orang mabok mukulin orang lain, bukannya tak bisa kita menilai itu baik atau buruk. Tuhan menciptakan kita sebagai makhluk yang bisa menilai dengan akal dan perasaan. Kecuali bagi orang-orang yang sama sekali tak bisa menilai. Tapi apa iya ada orang semacam itu?

Oh... betapa sialnya menjadi makhluk yang mesti menyadari dan selalu sadar.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun