Memang ini soal prinsip dan orientasi. Prinsip dan orientasi yang mengendap setelah melalui proses pengolahan akal dan perasaan, dimana hal itu kemudian mempengaruhi tindakan seseorang.
Hatinyalah yang akan membuat pikiran dan raganya melakukan apa yang diniatkannya. Itu secara internal, dari  dalam ke luar.
Hati inilah yang akan memimpin sehingga akal pikiran dan raga/indera menurut pada perintahnya. Tidak ada lagi pembangkangan. Tidak ada lagi penolakan atas Tuhan maupun diri sendiri. Dimana lagi muara itu kalau bukan pada hati?
Tapi pikiran kita pun seringkali menafikan perasaan. Kalau sudah begitu, sudah mengakali. Pikiran kita bisa membolak-balikkan kebenaran. Keburukan bisa dibungkus jadi terkesan baik dan benar. Kalau kita tak tahu hakikat atau apa yang ada di balik sesuatu, yang terlihat hanyalah penampakan lahiriahnya saja. Bahkan pikiran pun bisa saja, dan seringkali, menaklukan diri seseeorang dan memerintahkan padanya. Ini terjadi kalau dia tidak menaklukkan keliaran pikirannya sendiri dan dia tidak memiliki prinsip yang semestinya. Dia berprinsip pada pikirannya sendiri dan bukan kepada Tuhan.
Dimana lagi kebenaran itu kalau bukan padaNya?