Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Yang Murni, yang Menipu, dan yang Membangkang

8 Maret 2018   22:38 Diperbarui: 8 Maret 2018   22:41 410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Rasanya perlu untuk kita memurnikan niat; jujur kepada orang lain, diri sendiri, maupun kepada Sang Pencipta.

Apa memang sekarang kita hidup tak lagi pakai hati? Padahal ketika niat itu murni berasal dari hati, di situ tak ada lagi yang lebih transparan daripadanya.

Ada orang yang sekedar mengatakan sesuatu dengan inderanya saja; tidak sampai pada pikiran dan hati. Kalau begini keadaannya, dia bisa saja tak jujur pada dirinya sendiri karena hati dan pikirannya tidak meng-iya-kan perkataannya.

Ada juga yang pikirannya meng-iya-kan, tapi tidak dengan hatinya. Dia bisa jujur kepada dirinya, tapi tidak kepada Tuhan. Dari hal semacam itu, persoalan batiniah kita --yang itu berimplikasi terhadap tindakan--- memanglah sangat kompleks. Bukan hanya menipu orang lain, tapi juga diri sendiri, bahkan Tuhan.

Kalau konstelasi dalam hidup semakin kacau, semakin bermasalah, rasanya kita tak bisa begitu saja mengabaikan persoalan niat dan kemurniannya. Apakah kita cenderung melihat sisi internal dirinya, atau sisi eksternal, ini jelas berpengaruh karena sisi-sisi tersebut tidak sama kalau saja kita bisa menemukan wilayah suci pada diri kita. Di situlah seorang manusia akan menemukan kembali siapa dirinya dan  berusaha kembali kepada fitrahnya sebagaimana dirinya yang memang lahir dalam keadaan suci tanpa dosa.

Tapi kalau yang dilihatnya hanya dunia yang penuh kerancuan, dimana keburukan selalu kita saksikan setiap hari, dan dia tidak memiliki prinsip, tak memiliki ego untuk membentengi dirinya sendiri dari pengaruh-pengaruh luar, potensinya sangat besar hal itu akan menghijabi, mengotori kemurnian niat pada hatinya.

Apalagi di zaman seperti ini, kalau tak pandai memisahkan mana hitam-putihnya sesuatu, mana bisa kita tahu apa yang dilakukan orang lain terhadap diri kita. Memang kita harus berprasangka positif. Tapi tidak selamanya kita bersikap demikian kalau suatu keburukan sudah di depan mata. Kalau sudah jelas tercium bau korupsi, ketidakadilan dan lain sebagainya, dimana itu terlihat jelas, jangan campurkan hal itu dengan nilai-nilai kebaikan, apalagi untuk membenarkannya.

Apalagi di saat ini orang-orang tak lagi malu melakukan keburukan. Tak lagi malu mengatakan yang tak pantas. Tak lagi malu melakukan apa yang dilarang --apakah itu norma-norma agama atau budaya. Bahkan hal semacam itu sudah dilakukan secara terbuka melalui media. Semoga saja kita tak menganggap itu sebagai hal yang biasa. Mereka pun bukan hanya orang-orang yang tak sekolah. Mereka berjas, berdasi, berpenampilan rapi, dan menjabat suatu jabatan --apkah itu dalam konteks politik atau yang lainnya.

Entah apa yang kita saksikan saat ini. Entah apa yang ada di dalam diri mereka. Bukannya kita sebagai manusia harus tahu mana baik mana buruk, juga mana yang benar dan mana yang salah?

Tak bisa dinafikan kalau kita adalah makhluk suci yang kemudian menjadi hina lantaran berada dalam kerancuan, keburukan, yang ada di sekitar kita pada kehidupan yang merupakan ciptaan Tuhan yang paling rendah kualitasnya ini. Kita bukan manusia yang lahir dalam tumpukan sampah. Memang kita dari tanah  --yang itu kemudian diremehkan iblis lantaran dia diciptakan dari api. 

Tapi bukan berarti tak ada kesucian pada diri kita. Saya kira setiap orang yang mengetahui fitrah dirinya pasti akan berusaha untuk kembali membersihkan dirinya. Barangkali, pun bukan cuma lantaran dia mengetahui fitrah dirinya tadi, melainkan karena dia tahu mana baik-buruk, sehingga kemudian dia memilih apa yang baik, yaitu kebaikan dan kebenaran.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun