Mohon tunggu...
Iya Oya
Iya Oya Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki

90's

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Rokok, Kebebasan, dan Ngebut Pakai Motor Valentino Rossi

22 Agustus 2017   09:36 Diperbarui: 22 Agustus 2017   09:55 1152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: bulandolar.com

Rokok itu memang kontroversial. Implikasi dari rokok mencakup banyak aspek-aspek besar dari soal perilaku atau etika sosial, kesehatan, keagamaan, bahkan sampai pada anasir-anasir kebangsaan yaitu dalam hal pendidikan.

Saya sebenarnya lebih menekankan ihwal konsekuensi dalam tulisan ini dimana hal itu inheren dengan persoalan rokok merokok.

Dulu peringatan merokok itu hanya bertuliskan "rokok dapat menyebabkan serangan jantung..." dan lain sebagainya. Sekarang, konsekuensi dalam hal peringatan merokok lebih eksplisit (bahkan banyak orang menilai itu seram).

Tak apa, hal demikian sebenarnya memang sudah kemestian mutlak. Persoalan kita yang paling mendasar, salah satunya adalah melupakan konsekuensi dan tanggungjawab. Padahal agama pun pada hakikatnya jelas sangat menekankan kedua persoalan tadi. Artinya, manusia boleh saja melakukan apapun asalkan dia tahu batas resiko dan tak mengabaikan tanggung jawab yang merupakan kewajiban pokoknya.

Konsekuensi ini pun bukan hanya terkait dengan personalitas belaka, melainkan juga berimplikasi pada persoalan sosial --atau secara vertikal-- juga tidak terlepas dari hubungan manusia dengan Sang Pencipta.

Dalam realitas sosial, kebebasan manusia itu termanifestasi pada kebudayaan. Keberagaman manusia, akan meniscayakan keberagaman budaya dalam entitas manifestasinya. Tapi kebebasan dalam kebudayaan itu pun ada batasnya, dan batasnya adalah ketentuan agama. Pada subtansi agama hal itu sudah dijelaskan secara eksplisit. Artinya, kalau seseorang melakukan hal tertentu dalam batas-batasnya,  maka dia akan mendapat sesuatu; dan kalau dia melakukan suatu hal di luar batas-batasnya secara berlebihan, maka dia juga akan mendapatkan sesuatu.

Begitupun dalam bungkus rokok yang katanya mengerikan tadi, dimana telah jelas diberitahukan tentang konsekuensi atau resikonya. Dan saya kira karena itu juga seorang perokok akan lebih paham berprilaku dan mengetahui dampaknya, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan. Jadi seorang perokok tak perlu marah-marah kepada siapapun kalau misalnya penyakit jantung atau kanker itu mendatanginya suatu hari nanti. Dia sudah tahu resiko dan semua itu dikembalikan kepada (perilaku) dirinya sendiri.

Harusnya ya memang seperti itu. Tidak hanya dalam konteks rokok merokok, melainkan dalam segala perilaku kita. Tak ada yang perlu disalahkan kalau kita sudah tahu dua hal paling primordial tadi, yakni konsekuensi dan tanggungjawab. Kalau kita berbuat, ya diri kita sendiri yang salah. Kita yang memilih dan menyadari pilihan itu berdasarkan pertimbangan akal sehat, maka tak usah salahkan siapapun.

Kalau memang dampaknya sudah dijelaskan dan kita sudah bisa memahami dengan baik, maka orang lain tak perlu melelahkan dirinya sendiri untuk melarang seseorang melakukan ini atau itu. Rokok itu ya rokokmu, maka hadapi sendiri dampaknya. Begitu pun saya, saya sendiri yang menghadapinya. Jadi analoginya, kalau misalnya saya ngebut di jalanan menggunakan motor balap Valentino Rossi dan saya sudah tahu kalau ngebut itu berbahaya bagi diri saya sendiri, maka itu sudah cukup bagi saya dan orang lain tak perlu ngomel.[]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun