Mohon tunggu...
Aris P. Zebua
Aris P. Zebua Mohon Tunggu... Guru - Guru

Seharusnya pendidikan merupakan hadiah bagi semua orang | Blog pribadi: satyaaris.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Hujan yang Tak Kunjung Reda

6 November 2017   19:49 Diperbarui: 6 November 2017   20:03 694
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Petir menggelegar. Kilatnya membelah langit. Sementara hujan turun begitu derasnya. Aku merasa petir itu ditujukan kepadaku. Entah mengapa aku berpikir demikian. Ketakutanku makin bertambah. Dan petir itu semakin dekat di atas kepalaku seperti menghampiriku.

Delapan tahun sudah kita tidak bertemu lagi. Aku masih memikirkanmu meskipun kini aku bersama dia. Ya, dia yang pernah kuceritakan padamu. Tapi, sudahlah, bukan itu yang ingin kusampaikan padamu.

Sebenarnya aku masih penasaran dengan kabarmu. Awalnya kau berusaha menghubungiku. Waktu itu bukanlah saat yang tepat untuk menjelaskan semuanya, pikirku. Jadi kubiarkan saja handphoneku berdering ketika kutahu itu kau. Aku juga berbohong padamu tentang keberadaanku. Jangan salahkan teman-temanku akan hal itu. Mereka hanya menyampaikan apa yang kukatakan bahwa aku telah pulang ke kotaku. Tidak, aku ada di situ delapan tahun silam saat kau hendak mengunjungiku.

Masih ingat gak jus buah yang kubuatkan untukmu? Itu karya tanganku yang pertama. Tiga teman saat itu membantuku membuatkannya. Maklum aku tidak bisa apa-apa tentang pekerjaan di dapur. Aku tahu itu bukan masalah buatmu. Kau melipat wajahmu karena jus buatanku terasa asam. Itu adalah kenangan lucu kita.

Aku juga ingat tiga tahun setelah kita berpisah. Saat itu akulah yang berusaha menghubungimu. Karena aku tak punya nomor HPmu, maka aku mencarimu lewat akun twitter. Mudah saja mencarinya. Tinggal kuketik namamu dan beberapa nama yang mirip bermunculan. Tapi aku mengenalimu dari foto profil yang kau pakai. Wajahmu tak berubah. Kau merespon sehari setelahnya.

Tujuanku mencarimu saat itu hanya untuk menjelaskan alasanku meninggalkanmu. Dan kupikir, tiga tahun cukup untuk saling melupakan, dan lebih dari cukup, untuk pulih dari hati yang retak. Kau membalas pesan yang kukirim lewat direct message setelah sehari kutunggu. Jawabanmu masih sama. Dan langsung kurasakan suaramu terdengar dalam kepalaku. 

Apa kabar, Bang? Tanyaku singkat. Berharap bisa mendapatkan kabar utuh darimu; sebuah harapan yang tak mungkin menjadi kenyataan. Bagaimana aku tahu keadaanmu hanya dengan sebuah tanya yang singkat, lalu mengharapkan jawaban yang singkat pula? Tidak mungkin.

Beberapa kali kuperiksa twitterku namun balasan tak kunjung datang. Mungkin kau terlalu sibuk membalasnya. Atau memang pesanku sudah tak berarti lagi bagimu. Dulu kau pernah katakan bahwa bagimu hal yang mulia adalah mengajar anak-anak. Apakah kau telah mewujudkan mimpimu? Lalu apa hakku menanyakannya, pikirku lagi.

Hai, Jen... akhirnya kau membalasku. Kabarmu baik-baik saja. Begitu balasanmu. Meski aku tidak tahu persis seperti apa keadaan sebenarnya. Syukurlah, kau baik-baik saja.

Maaf ya, Bang. Kau mungkin bingung dengan pesanku berikutnya. Kali ini lewat sms. Aku berhasil mendapatkan nomor HPmu. Tiga tahun telah berlalu dan tiba-tiba aku muncul dalam hidupmu, meminta maaf. Namun, agar kau ketahui, seandainya aku bisa menyampaikan secara langsung, aku pun merasa sedih dengan perpisahan itu. Barangkali kau tak menyadarinya karena memang aku tak pernah memberi berita.

Hah... buat apa? Kau pasti heran. Atau pura-pura tidak mengerti. Aku tidak tahu. pesan demi pesan mengalir di antara kita. Aku ceritakan semuanya. Dan kau akhirnya tahu bahwa bukan keinginanku untuk berpisah. Ibuku tidak merestui hubungan kita saat itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun