Mohon tunggu...
Satrio Arismunandar
Satrio Arismunandar Mohon Tunggu... Penulis - Penulis buku, esais, praktisi media, dosen ilmu komunikasi, mantan jurnalis Pelita, Kompas, Media Indonesia, Majalah D&R, Trans TV, Aktual.com. Pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Penulis buku, esais, praktisi media, dosen ilmu komunikasi, mantan jurnalis Pelita, Kompas, Media Indonesia, Majalah D&R, Trans TV, Aktual.com. Pendiri Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Jurnalis Penyebar Hoaks dan Disinformasi soal BPA pada Galon Guna Ulang

15 Mei 2021   20:28 Diperbarui: 23 September 2022   07:30 665
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

JPKL membuat petisi berjudul "Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM): Selamatkan Bayi Kita dari Racun Bisphenol A (BPA)." Dengan bangga, JPKL  sempat mengumumkan, hanya dalam tempo 1 bulan, JPKL sudah mampu menggalang lebih dari 50 ribu warganet untuk menandatangani petisi yang dibuat JPKL (suaramerdekajkt.com, 5 Maret 2021).

Isi petisi tersebut adalah mengajak masyarakat untuk bersama JPKL mendesak BPOM, agar mengeluarkan peraturan Label Peringatan Konsumen galon guna ulang yang mengandung BPA. Alasannya, "untuk melindungi konsumen usia rentan, agar air di dalam galon guna ulang tidak dikonsumsi oleh bayi, balita dan janin pada ibu hamil."

JPKL bersuara keras. "Bagi bayi, balita dan janin pada ibu hamil, tak ada toleransi bagi BPA. Jangan mau ambil risiko dengan mempercayai kata--kata ambang batas. Kalau bagi orang dewasa masih bisa ditoleransi. Kalau bagi bayi, balita dan janin harus diberikan yang terbaik, demi melindungi kesehatan bayi dan balita Indonesia," kata JPKL.

Tampaknya JPKL mau mengarahkan agar diberlakukan zero toleransi terhadap zat BPA dalam  produk galon guna ulang. Seolah-olah konsumen, khususnya bayi dan anak, akan  bertumbangan karena minum air dari galon guna ulang. Padahal tidak pernah terdengar kasus ada bayi atau anak, yang sakit karena terpapar BPA akibat minum air dari galon guna ulang. JPKL sengaja mau membuat heboh.

JPKL tak ubahnya seperti orang yang berteriak-teriak, agar mewaspadai dan menghindari sinar matahari, karena bisa menyebabkan kulit terbakar. Sinar ultraviolet dari matahari juga dibilang bisa merusak kornea mata.

Ya, tentu saja. Kalau kita berjemur di tepi pantai begitu lama di bawah sinar matahari yang terik, kulit bisa terbakar. Kalau kita menatap matahari terlalu lama, sinarnya juga bisa merusak mata. Segala sesuatu, bukan cuma BPA, jika dikonsumsi atau terpapar ke manusia dalam ukuran yang melebihi ambang batas tertentu, bisa berdampak negatif.

Tetapi selama hal itu dikonsumsi atau kita terpapar dalam ukuran yang sangat minimal, di bawah ambang batas bahaya yang ditentukan (ada ukurannya secara ilmiah), ya bisa dibilang tidak akan berdampak negatif apa-apa.

Seperti halnya dengan adanya bahaya sinar matahari, toh para turis tetap saja berjemur matahari di tepi pantai. Tidak ada yang heboh atau ribut, bahwa berjemur itu akan membuat kulit terbakar atau sinar matahari akan merusak kornea mata.  

Mengapa? Karena orang mengerti, semua risiko bahaya itu bisa ditanggulangi dengan cara yang proporsional dan sederhana. Seperti, mengatur durasi waktu agar kulit tidak terlalu lama dijemur matahari. Atau, menggunakan krim pelindung kulit. Bisa juga, mengenakan kacamata hitam agar mata tidak terpapar oleh silaunya sinar matahari.

Jadi, jika JPKL bilang, "jangan mau ambil risiko dengan mempercayai kata--kata ambang batas," seruan JPKL itu justru terlalu mengada-ada. Kuncinya secara rasional justru terletak pada disiplin menaati ambang batas.

Apakah orang harus "ngumpet" terus, agar tidak terkena sinar matahari, dan dengan demikian menghindarkan terbakarnya kulit dan rusaknya kornea mata? Saya kira, mayoritas orang yang berakal sehat tidak akan memilih langkah ekstrem seperti itu. Apalagi sinar matahari pada kadar yang wajar justru punya efek menyehatkan, menghasilkan Vitamin D yang dibutuhkan tubuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun