Mohon tunggu...
Satrio Adjie Wibowo
Satrio Adjie Wibowo Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Ilmu Politik FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Menulis itu menenangkan pikiran dan nurani yang nyeri

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Aksi Gladiator Aparat di Desa Wadas: Polisi Atau KNIL?

29 April 2021   08:53 Diperbarui: 29 April 2021   11:52 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Suara peluh kesakitan dan tangisan mengudara di kejauhan desa Wadas Purworejo Jawa Tengah. Desa yang sejatinya melekat sifat damai dan tentram kini dipaksa menjerit dengan hadirnya aparat untuk menjalankan tugas menuju pertambangan. Komunikasi yang berjalan alot karena warga desa teguh untuk memblokir akses aparat masuk sehingga insting aparat kemudian tampak beringas dan watak tersebut jelas tertangkap kamera gawai warga. Sontak kejadian itu membumbung viral di langit jagat maya. Satu persatu kutukan sumpah serapah bertebaran mencaci-maki tindakan aparat.

Pola pendekatan yang dilakukan anggota bukan kurang manusiawi semata akan tetap pendekatan yang ditonjolkan berbalut emosi dan tampak dari peringatan bernada bentakan dan juga aksi dorong-dorongan yang sangat disayangkan justru dilakukan sebagian petugas kepolisian terhadap warga desa. Korps Bhayangkara yang seharusnya ramah mendadak berubah beringas dalam menghadapi warga yang "tangan kosong" belaka. Walhasil pemandangan di desa Wadas tak ubahnya medan pertempuran yang terkesan mubazir.

Polisi terkesan buntu mencari cara untuk menemukan komunikasi yang sejuk. Abuse Of Power dengan melukai demonstran bukan sebuah solusi paripurna dalam mengakhiri krisis. Kepercayaan masyarakat desa semakin tereduksi dan jalan rekonsiliasi semakin terjal untuk mempertemukan persinggungan yang tepat bagi kepentingan warga desa sekaligus kepentingan ekonomi yang dibawa masuk. Ditambah langkah aktivis lingkungan yang segera mendengungkan narasi pelanggaran HAM terhadap warga desa Wadas dengan menunjuk UU No 39 Tahun 1999 sekaligus Peraturan Presiden No 59 Tahun 2017 dan juga Perkap HAM Polri. Koleksi amunisi hukum yang cukup kuat untuk membalas tindakan represif aparat di meja hukum.

Bukan kali ini saja konflik pertambangan terjadi. Menurut Ki Bagus Hadikusuma selaku peneliti Jatam (Jaringan Advokasi Tambang) menyatakan bahwa selama periode 2014-2019 terdapat 71 konflik di sektor pertambangan. Masih menurut data yang sama menyatakan bahwa Kalimantan Timur terdapat sebanyak 14 kasus, disusul Sulawesi Tengah ada 9 kasus, dan Jawa Timur di angka 8 kasus. Barang tambang yang menjadi sumber konflik antara lain tambang emas dan batubara yang sama-sama memperoleh 23 kasus dan terakhir tambang pasir besi menghasilkan 11 kasus.

Kembali ke desa Wadas. Patut kita berpikir lebih jauh apakah betul petugas yang memaksa masuk itu adalah sejatinya polisi atau gladiator? Gladiator wajar bersikap demikian karena ia adalah individu nihil nurani yang bergabung membentu kelompok demi mengamankan kepentingan ekonomi seorang Borjouis. Maka cara kekerasan cenderung menjadi senjata utama hingga tahap "berani memusnahkan" demi selamatnya aset sang tuan. Melihat kembali apa yang terjadi di desa Wadas tanggal 23 April lalu, memori penulis melayang kembali mengingat peristiwa patok Tegalrejo 1825. Patok sederhana yang membelah tanah adat mampu membangkitkan patriotisme Pangeran Diponegoro dan membuat perang Jawa meletus selama lima tahun dengan dampak destruktif yang lebih dari cukup untuk memukul habis kekuatan kolonial. Dengan refreksi tersebut perlu kita waspada bahwa bisa saja pola peristiwa itu kembali terulang, mengingat lokasi bentrok yang tidak relatif jauh dari lokasi patok penyebab perang Jawa.

Maka peristiwa desa Wadas sudah bukan lagi sebatas berita yang muncul di permukaan. Melainkan dia bertransformasi menjadi sebuah tanda kebocoran sistem pengelolaan negara. Motif ekonomi yang menjadi latar belakang dibantu kekuatan pasukan pengaman merupakan catatan kelam aparat keamanan. Potret polisi tempo lalu tak ubahnya seperti KNIL di era kolonial. Bedanya dulu sesama pribumi dibenturkan oleh pihak eskternal sekarang justru iktikad tersebut tumbuh subur dalam sanubari sejumlah golongan. Sungguh kejadian desa Wadas tempo hari lalu harus diinvestigasi secara serius dan transparan, agar keadilan dapat termanifestasi nyata bukan hanya sebatas aksesoris di bibir.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun