Mohon tunggu...
satria winarah
satria winarah Mohon Tunggu... Programmer - yang mengenal dirinya yang mengenal Tuhannya

Seorang programmer yang membagi hatinya dengan sastra, sejarah, dan militer

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Babad Banten: Maulana Hasanudin dan Maulana Yusuf

18 Mei 2021   08:00 Diperbarui: 18 Mei 2021   09:20 5392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebelum Kesultanan Banten berdiri, Banten yang masih bernama Banten Girang merupakan sebuah Kadipaten dari Kerajaan Sunda. Tapi penulis masih belum berhasil menemukan siapa Adipati yang berkuasa saat pasukan Cirebon dibawah Sunan Gunung Jati dan putranya Maulana Hasanudin menaklukkan Banten Girang pada tahun 1526. Setahun sebelum pasukan Demak dibawah Fatahillah menaklukkan Sunda Kalapa pada tahun 1527.

Informasi yang penulis dapat dari beberapa artikel, Adipati Banten Girang yang kalah berperang pada akhirnya mundur dan menetap di istana Pakuan. Sampai akhir hayatnya, ia tak pernah lagi berhasil merebut Banten kembali.

Usai penaklukan Banten Girang, Sunan Gunung Jati yang merupakan Sultan Cirebon pertama menyerahkan Banten kepada putranya Maulana Hasanuddin sebagai Adipati Banten dibawah kekuasaan Kesultanan Cirebon. Baru pada tahun 1552 Sunan Gunung Jati menaikkan jabatan Maulana Hasanudin dari Adipati menjadi Sultan Banten. 

Artinya, Maulana Hasanudin tidak perlu lagi membayar upeti atau pajak ke Cirebon. Sebagaimana Cirebon juga yang sudah berdikari, karena tidak perlu lagi membayar upeti ke Demak, seiring dengan runtuhnya Demak dan berganti menjadi Pajang. Tapi alasan yang paling kuat adalah karena tuntutan keadaan yang mengharuskan setiap wilayah kadipaten itu memanfaatkan hartanya untuk membangun pertahanan dan keamanan yang kuat demi eksistensi dakwah Islam.

Penaklukan Banten

Cirebon saat itu masih dipimpin oleh Pangeran Cakrabuana atau Raden Walangsungsang. Putra dari Raja Sunda Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi ketiga) yang menikah dengan Dewi Subang Larang. Pangeran Cakrabuana di Cirebon tinggal bersama adiknya, yakni Dewi Rara Santang.

Usai menunaikan haji dan menuntut ilmu di kota Baghdad, Dewi Rara Santang menikah dengan Sultan Hud atau Syarif Abdullah Umdatuddin, seorang Gubernur Mesir dari Khilafah Abbasiyah. Dari pernikahan itu mereka dikaruniai dua orang putra. Pertama, Syarif Hidayatullah dan kedua, Syarif Nurullah.

Setelah Syarif Abdullah Umdatuddin meninggal, Syarif Nurullah melanjutkan kekuasaan ayahnya atas Mesir. Sementara Dewi Rara Santang yang telah menjadi janda membawa Syarif Hidayatullah kembali ke Sunda. Mereka sampai di Cirebon pada tahun 1470, disambut dengan baik oleh Pangeran Cakrabuana. Karena Pangeran Cakrabuana sangat sayang dan cinta dengan keponakannya ini, Pangeran Cakrabuana melepaskan jabatannya dan menyerahkan gelar Adipati itu kepada Syarif Hidayatullah yang kelak menjadi Adipati Cirebon pada tahun 1479.

Ketika Syarif Hidayatullah dewasa dan sudah menjadi Adipati di usia muda, beliau bergabung dengan dewan dakwah Wali Songo, yang berfokus pada penyebaran agama Islam di Jawa. Syarif Hidayatullah pun mendapatkan sebuah misi untuk mengislamkan Sunda. Dengan tugas berat itu, Syarif Hidayatullah segera melakukan beberapa program kerja.

Syarif Hidayatullah dengan penuh keberanian membebaskan Cirebon dari kewajiban membayar upeti ke Pakuan Pajajaran (ibukota Sunda). Hal itu membuat kakeknya sendiri, Sri Baduga Maharaja, marah dan naik pitam. Sri Baduga Maharaja segera menyiapkan bala tentara untuk menyerang Cirebon yang memberontak. Tapi setelah hal ini dibahas oleh para Punggawa kerajaan, akhirnya Sri Baduga Maharaja mengurungkan niatnya. Semata-mata agar jangan sampai terjadi seorang Kakek memerangi cucu dan anaknya sendiri. Alhasil, Sri Baduga Maharaja justru melunak dan mengakui kedaulatan Cirebon.

Namun sepeninggal Sri Baduga Maharaja, tahta Sunda dilanjutkan oleh Prabu Surawisesa, saudara beda ibu Pangeran Cakrabuana. Prabu Surawisesa tentu tidak memiliki rasa sayang yang Sri Baduga Maharaja miliki terhadap Cakrabuana dan Syarif Hidayatullah. Justru bagi Prabu Surawisesa, Pangeran Cakrabuana adalah ancaman bagi tahtanya. Akhirnya, Prabu Surawisesa pun mendeklarasikan perang terhadap Cirebon.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun