Mohon tunggu...
Satria Naufal Putra Ansar
Satria Naufal Putra Ansar Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Yang Sedang Belajar Menulis

Queita Non Movere.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Demokrasi Sedang Koma, Memanen Politik Pork Barrel Dimasa Pandemi Covid-19

20 April 2021   13:27 Diperbarui: 20 April 2021   13:37 413
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peneliti Pusat Penelitian Politik LIPI, Firman Noor, dalam penelitiannya yang berjudul "Pandemic Covid-19 and The Challenge for Democracy: Indonesia Case" menunjukkan bahwa data dari Economy Intellegent Unit menunjukan adanya stagnansi kualitas demokrasi dalam 10 tahun terakhir, malah cenderung menurun dari 5.55 pada 2018 menjadi 5.44 pada 2020.  Pandemi Covid-19 juga merupakan salah satu dari banyaknya faktor yang menyebabkan turunnya indeks kualitas demokrasi dari 10 tahun terakhir. Dimasa pandemi sekarang yang mana kebijakan pemerintah yang membatasi seluaruh kegiatan masyarakat, salah satunya kegiatan perekonomian. Ini membuat sulitnya keadaan ekonomi masyarakat sekarang. Dikondisi krisis ini banyak dimanfaatkan oleh para elite politik dalam memperlicin manuver politik mereka. Politik uang adalah salah satu strategi yang menjadi garda terdepan dalam manuver politik mereka, karena strategi ini yang paling efekif dilakukan apalagi dimasa krisis seperti sekarang.

Manuver money politic yang terus dilestarikan sebagai senjata paling ampuh bagi para elite politik yang ingin terus melenggangkan kekuasaannya atau meraih kursi kekuasaan yang juga menjadi masalah yang paling esensial dalam demokrasi.  Berdasarkan data yang dihimpun oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), pihak Bawaslu tengah menangani 104 kasus dugaan politik uang di Pilkada 2020. Perlu diingat bahwa itu hanya kasus yang ditangani oleh Bawaslu, sehingga masih banyak kasus yang belum teridentifikasi Pilkada 2020. Politik uang atau money politic ini bukan hanya terfokus kepada pemberian uang tunai kepada konstituennya. Politik uang ini terbagi atas dua jenis yakni club goods dan pork barrel. Club goods secara definisi pemberian uang atau barang menjelang pemungutan suara atau lebih dikenal dengan isitlah serangan fajar yang berbentuk fresh money. Namun, yang menjadi aksentuasi pada pembahasan kali ini adalah jenis pork barrel yang pemberian nya dengan menyalurkan bantuan materi bisa berupa bansos, hibah, kontrak atau proyek. Atensi yang akan dikontektualisasikan adalah pada situasi sekarang yaitu masa pandemi dengan meningkatnya kedok bansos untuk kampanye para politisi yang mana akan menciderai esensi dari demokrasi.

Ada beberapa argumen yang mengharuskan kita untuk melawan praktik politik licik ini. Pertama, praktik ini melucuti akal sehat masyarakat dalam memilih kandidat di pemungutan suara. Eksploitasi akal sehat oleh politisi dengan sistem politik “gentong babi” ini sangat menciderai esensi dari demokrasi. Pendekatan ekonomis merupakan senjata yang paling ampuh untuk menaklukan akal sehat masyarakat kita, terutama masyarakat menengah kebawah atau masyarakat yang terdampak dari pandemic Covid-19 ini. Ribuan bahkan ratusan ribu orang yang kehilangan pekerjaan dimasa krisis sekarang dan dengan mudahnya melakukan penetrasi “licik” mereka dengan memberi apa yang sedang dibutuhkan sekarang. Parahnya lagi, material yang mereka bagikan itu bukan dari kantong pribadi mereka, melainkan dari uang dari dana publik, atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) setempat.

Kedua, ketika akal sehat para pemilih dilucuti hanya karena sekantong plastik bantuan sosial saja, pemilih (voters) akan memilih dengan alasan irasional. Masyarakat memilih berdasarkan kedekatan emosional, seyogianya pemilih cerdas harus melihat beberapa parameter kandidat calon yang ideal menurut dia. Ketika para politisi yang bermodal bantuan sosial dari dana publik itu naik ke kursi kekuasaan, yang akan terjadi adalah terpilihnya kandidat yang diukur bukan berdasarkan kompetensinya tapi seberapa banyak kuantitas distrubusi bansosnya.

Ketiga, perlunya partisipasi kita dalam menegakan supremasi hukum yang ada. Secara yuridis, adapun upaya preventif mengenai sanksi pidana bagi pelaku politik uang, tercantum secara legit pada Pasal 278, 280, 284, 515, dan 523 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Ketika sudah jelas secara hukum bahwa politik uang itu adalah sebuah anomali, apakah kita masih mau menormalisasikan anomali tersebut dengan membiarkan manuver politik “licik” itu berjalan?. Perlunya sinergitas antarindivu serta kelompok masyarakat dalam menyikapi adanya permasalahan ini.

Salah satu parameter untuk mendapatkan esensi demokrasi yang sehat adalah ketika para masyarakat datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan memilih berdasarkan alasan yang rasional bukan malah berlandaskan memilih dari siapa yang memberi mereka.Dengan demikian, solusi yang konkrit dalam pengendalian anomali ini adalah dengan menerima bantuan sosial tersebut bukan karena kedekatan emosional, kita harus seobjektif mungkin dalam menerima bantuan tersebut. Ketika ada oknum yang memberi dan mengharapkan adanya tendensi kesuatu pihak, sesegera mungkin untuk melaporkan kepada pihak yang berwenang, karena pada dasarnya bantuan sosial dari dana publik ketika digunakan untuk kampanye adalah sebuah tindakan anomali secara hukum. Masa krisis adalah masa kritis bagi para politisi menjalankan manuver politik “licik” mereka untuk melenggangkan kekuasaan tanpa memikirkan esensi demokrasi yang seyogianya. Mari melawan eskalasi politik “licik” yang mengeksploitasi akal sehat masyarakat dengan mengorbankan demokrasi ini!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun