Lakon wayang kulit Bima Suci dari DewantoArt, Merupakan sebuah alur cerita pewayangan yang di ambil dalam serat pedalangan yang bertema Mahabarata, tujuan karya ini mengajak kita untuk belajar dan melestarikan seni-seni pewayangan jawa agar tidak luntur dimakan zaman.
Bima atau yang sering di sebut Bratasena adalah  tokoh wayang yang merupakan salah satu anggota Pandawa lima  nomor dua setelah kakaknya Prabu Yudistira. Bima merupakan anak dari Prabu Prabu Pandu Dewanata dan Dewi Kunthi Talibrata. Selain perawakannya yang besar dan gagah perkasa, Bima juga memiliki sifat yang sangat pemberani, setia, jujur, dan pantang menyerah.
Dalam kisah pewayangan lakon Bima Suci adalah bukti kesetiaan sang murid kepada gurunya, meskipun sebenarnya sang guru menjerumuskan muridnya.
Pertapan Sakalima merupakan tempat Begawan Durna menggembleng muridnya, yaitu para kurawa dan pandawa lima. Kurawa merupakan anak dari Prabu Destarastra yang jumlahnya seratus, semuanya memiliki watak angkara murka. Dipihak lain Pandawa berjumalah lima orang, saudara tertua Prabu Yudistira, Bratasena, Harjuna, dan si kembar Nakula Sadewa. Kelimanya memiliki watak yang baik dan selalu berpihak pada kebenaran.
Sebelum terjadinya perang saudara (Baratayuda Jaya Binangun). Kurawa melaksanakan rapat besar di istana Hastinapura. Dalam rapat tersebut Prabu Duryudana meminta kepada gurunya Begawan Durna, agar akhir perang baratayuda di menangkan oleh kurawa. Durna tetap menolak atas permintaan itu. Tetapi karna hasutan Patih Sengkuni Durna pun meuruti perintah tersebut. Akhirnya Begawan Durna membuat siasat supaya kekuatan pandawa jadi melemah, maka ia memilih muridnya Bima yang harus di korbankan terlebih dahulu. Tak lama kemudian Begawan Durna menghampiri Bima yang sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
 "Ngger Brotoseno, kowe tak goleki ngger, Brotoseno.
Brotoseno anakku wong bagus, ono opo Brotoseno kok bedo temen kelawan padatan, Brotoseno. Yen to pancen kuwe nduweni gegayuhan, moro gage prasajakno yo ngger".("Ngger Bratasena, kamu tak cari, Bratasena. Bratasena anakku yang baik , kenapa Bratasena kau tidak seperti biasanya, Bratasena. Kalau emang kau punya keinginan, segera katakan ngger").
Bima pun menjawab pertanyaan gurunya.
 "Bopo Guru, opo kiro-kiro aku bakal bisa kasembadan, yen to nduweni gegayuhan?.("Bapa Guru, kalau saya punya keinginan apa kira-kira bisa terlaksana?").
Begawan Durna.
 "Kabeh tergantung ono niate, ngger. Ono wigati opo? enggal maturo ngger Brotoseno, bocah bagus".("Semua tergantung pada niatnya, ngger. Ada persoalan apa? Katakanlan segera ngger Bratasena, anak baik").
Bima mengungkapkan isi hatinya.
 "Bopo Guru, yen manut gotek, bopo Pandu kui wong sekti, katitik tau dadi jagone dewo, gor dasare ratu sing di ketoro, di tresnani para kawula. Geneo sedo wae isih kecemplung kawah candradimuka?. Yen mangkono urip iku ora adil. Opo gunane aku urip, raurung yo bakale mapan ono kawah candradimuka".("Bapa Guru, menurut cerita, ayahku Pandu itu orang sakti, terbukti pernah menjadi jagonya dewa, dan menjadi raja besar yang di cintai rakyatnya. Tetapi mengapa masih di masukkan ke Kawah Candra Dimuka?. Kalau begitu hidup ini tidak adil. Apa gunanya aku hidup, kalau akhirnya hanya akan di masukkan Kawah Candra Dimuka").
Mendengar bembicaraan bima, Durna merasa mempunyai kesempatan menjerumuskan bima untuk menemui ajalnya.
 "Lo lo lo ojo mupus ngger Brotoseno, ojo koyo mangkono ngger, suwargo lan neroko iku mung roso ngger. Jane kowe  kuat kedunungan ilmu kasampurnan. Waton kowe bisa ngupaya sranane".("Lo lo lo nanti dulu, jangan putus asa Bratasena, jangan seperti itu ngger, surga dan neraka itu hanya ada dalam perasaan ngger. Sebenarnya kau kuat memiliki ilmu kesempurnaan. Asal kamu bisa memenuhi persyaratannya").
 Bima pun bertanya syaratnya apa agar segera di jelaskan
"Mangkene, uapdinen kayu gung susuhing angin".("Carilah kayu gung susuhing angin").
Bima bertanya apa wujudnya kayu gung susuhing angin.
"Aku orang ngerti kui rupo opo, jalaran kui mung wangsite dewa, ngger".("aku tidak tahu wujudnya apa, sebab itu hanya isyarat dewa, ngger").
Bima bertanya untuk keberadaan kayu gung susuhing angin tetsebut.
"Papan dununge ono ing pucuk gunung Candramuka, Brotoseno".("tempatnya ada di pucuk gunung Candramuka, Bratasena").