Mohon tunggu...
Satria Adhika Nur Ilham
Satria Adhika Nur Ilham Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Nominasi Best in Spesific Interest Kompasiana Awards 2022 dan 2023 | Movie Enthusiast of KOMiK 2022

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mengapa Kita Lebih Mudah Memaafkan Saat Lebaran Dibandingkan Hari-hari Lainnya? Ini Penyebabnya

13 Mei 2021   22:03 Diperbarui: 13 Mei 2021   22:05 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak terasa sudah lebaran saja. Padahal, rasanya baru beberapa minggu kita berpuasa. Orang-orang mulai mengucapkan kata maaf, ada yang mengucapkannya di media sosial, ada juga yang mengucapkannya secara langsung.

Biasanya, ketika Ramadan tiba, kita terbiasa melakukan tradisi saling bermaaf-maafan. Meminta maaf dan memaafkan. Dua hal tersebut kita tetap lakukan walau di kondisi pandemi. Karena tradisi saling meminta maaf dan memaafkan ini bisa dilakukan dimana saja. Bisa lewat online ataupun offline.

Momen lebaran ini membuat kita lebih mudah untuk saling meminta maaf, khususnya kepada keluarga. Karena momentum lebaran adalah momentum yang hangat, dimana orang-orang bergembira telah menyelesaikan ibadah puasa dan berhasil memfokuskan ibadah di bulan Ramadan. Dengan hal tersebut, saling meminta maaf dan memaafkan akan membuat suasana lebaranmu jadi lebih tenang dan bisa menghilangkan gundah di hati.

Mengapa momen lebaran membuat orang-orang jadi lebih mudah meminta maaf dan memaafkan?

Pertama, suasana hati yang terjaga dan lebih bahagia

Ketika lebaran tiba, suasana hati orang-orang akan cenderung lebih bahagia daripada hari-hari lainnya. Mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Banyak faktor yang menyebabkan suasana hati seseorang bisa lebih bahagia ketika lebaran tiba, seperti; mendapatkan THR, dapat baju baru, bisa menyelesaikan ibadah dengan maksimal, dan banyak lagi faktor lainnya.

Dilansir dari theconversation.com, Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan oleh Feng Jiang dan tim peneliti dari Central University of Finance and Economics Beijing Cina, mereka meminta para partisipan penelitian untuk memikirkan kemungkinan memberikan maaf kepada pelaku kejahatan. Para peneliti ini membuat beberapa skenario pembunuhan dan menanyakan kepada para subjek penelitian apakah mereka akan memberikan maaf kepada para pelaku.

Sebelum menganalisis hasilnya, Feng Jian dan tim membagi para partisipan menjadi dua kelompok besar berdasar kondisi suasana hatinya. Kelompok pertama adalah mereka yang sedang merasa bahagia saat itu. Sedangkan kelompok kedua adalah mereka yang cenderung merasa datar atau bahkan tidak memiliki suasana hati yang senang hari itu.

Hasil penelitian ini menemukan bahwa tendensi untuk memaafkan lebih mudah dilakukan oleh para partisipan yang suasana hatinya sedang bahagia. Hal ini menunjukkan bahwa dalam situasi sehari-hari, keputusan untuk memberi maaf sangat tergantung dari disposisi individual, termasuk suasana hati yang sedang dirasakan.

Kedua, karena sudah menjadi tradisi

Ketika lebaran tiba, saling meminta maaf dan memaafkan sudah menjadi tradisi di Indonesia dan beberapa negara lainnya. Mau tidak mau, orang yang tadinya enggan memaafkan, jadi harus memaafkan. Juga sebaliknya, orang yang enggan minta maaf, terpaksa harus minta maaf kepada orang yang pernah ia lukai, walau mungkin orang tersebut tidak merasa dia bersalah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun