Mohon tunggu...
Alfian Arbi
Alfian Arbi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aquaqulture Engineer

Aquaqulture Engineer I Narablog

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Karma Politik Itu Takhayul?

20 April 2017   13:40 Diperbarui: 21 April 2017   05:00 3827
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Misteri Roberto Mancini menendang Joerome Boateng dari club Manchester City pada Musim Liga IPL 2010 lalu, tentu menjadi tanya tanya besar, buat para pendukungnya saat itu. Kok bisa ya, dikala timnya kropos pada di lini pertahanan, dan tertatih-tatih menjalani kerasnya kompetisi IPL, lalu tidak memanfaatkan skill Boateng yang mendunia pada saat itu. Nyaris, Boateng hanya bermain 16 kali saja membela City pada musim kompetisi itu. Sebelum akhirnya ditendang dari City, dan dipungut Bayern Munchen dan membawanya ke German pada tahun 2011.

Seketika itu, bim salabim Boateng menjadi perkasa bersama Munchen, dengan mengantarkan Munchen menggondol 3 gelar Bundesliga dan sebuah gelar liga Champion. Bahkan Boateng siap all out bertanding dengan mantan clubnya City itu di turnamen liga Champion. Entah kita mau sebut apakah fenomena ini? Penghianatan Boateng-kah atau Karma buat City?.

Fenomena dalam dunia bola saya anggap sama seperti apa yang terjadi di dunia politik saat ini. Mungkin saja Boateng merasa sakit hati dan menjadi bersemangat untuk membuktikan bahwa diirinya tak layak dicopot atau diabaikan pada masa lalu, atau memang ada masalah lain di luar konteks yakni masalah pribadai dengan pelatih saat itu, hanya Mancini saja yang tau ya?.

Menarik bagi saya, menganalogikan Anies Baswedan dan Boateng yang sama-sama memiliki pengalaman ‘terbuang’ dari tempat dan komunitas yang dulu mereka cintai. Serta jokowi dan Mancini, dalam mengambil keputusan untuk mengakhiri kinerja pemain mereka dengan waktu yang singkat. Dimana semua orang tau, sosok Anies adalah sosok yang mumpuni dalam sector pendidikan yang menjadi wilayahnya. Dan pula Boateng yang merupakan Bek tengah yang tangguh saat itu.

Ceritanya

Dan suatu hari, Prabowo dengan jubah Gerindra bersama teman akrabnya PKS mengambil dan memoles serta melatih Anies Baswedan hingga akhirnya dapat memberikan permainan yang cantik dan dapat menjebol gawang lawan politiknya ‘Ahok’ dengan skor telak. Meski banyak pameo yang beredar, jika permainan ini tidak layak tanding, dimana Ahok yang sebenarnya dibekap cidera berat atas kasusnya, harus dipaksa bermain dalam waktu 2 putaran.

Jika di sepakbola, melihat lawan dengan posisi cidera, sebenarnya lawan harus bertindak fair playdengan tidak melanjutkan permainan sementara. Meski tuntuntan pokoknya harus menang dari pendukung itu massif dan nyata. Tapi ini berbicara politik kan? Bukan bola, justru dalam dunia politiklah, celah atau kesalahan apapaun itu kelemahan lawan sekecil apapun bisa berbuah gol bunuh diri. Dan mengakhiri kompetisi Pilkada Jakarta dengan skor sementara 42 – 56. Dalam hal ini tentu semua intrepetasi mengenai dinamika politik menjadi berbeda, dan menjadi benar semua jika berkaitan dengan pro dan kontra. Apakah itu sebuah penghianatan, atau sebuah Karma bagi PDIP Cs.

Karma Itu Adil?

Jangan tanya rasanya, bagaimana rasanya menelan kekalahan pada sebuah kontestasi politik itu pada pihak yang kalah. Pasti, pak Prabowo, Ust Hidayat Nur Wahid, Amin Rais atau Ahmad Dhani sudah pernah menelan pahitnya rasa  itu. Pahit dan sakit pastinya kan? karena itu adalah pengalaman pertama kalinya bagi mereka. Namun bagi Pak Ahok sakitnya tak separah dahulu waktu pertama kali kalah berkontestasi pada Pilkada Belitung. Resep obat untuk menghentikan rasa sakit itu sederhana saja., mencoba untuk move on berlatih dan kembali pada makna demokrasi sesuangguhnya dan lapang dada menerima kekalahan. Resep itu sederhana, namun kadang hanya dibibir saja, kala hati juga belum tentu bisa menerimanya.

Bagi Anis-Sandi kemenagan ini akan membawa mereka memimpin Jakarta 5 tahun kedepan. Namun dukungan kisaran  55 % rakyat Jakarta tak lantas memudahkan jalan mereka memimpin Jakarta. Anis-Sandi bisa saja akan merasakan kesusahan yang dialami pemerintahan Jokowi-JK di awal masa pemerintahannya dahulu.

Rasa sakit hati koalisi merah-putih yang dipimpin oleh Gerindra  waktu lalu, yang memiliki kursi lebih banyak dari koalisi Indonesia hebat. Berhasil merebut kursi kursi pimpinan DPR/MPR yang seharusnya adalah jatah 5 besar pemenang Pileg 2014 seperti tradisi Pileg-pileg sebelumnya. Dengan cara  politik pragmatis melalui perubahan UUD MD3 dengan cara voting dengan tiba-tiba. Apakah ini jahad? Di mata politk itu sah sah saja, karena demokrasi hanya menginginkan angka mayoritas untuk mengubahnya dan titik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun