Mohon tunggu...
Singgih Swasono
Singgih Swasono Mohon Tunggu... wiraswasta -

saya usaha di bidang Kuliner, dan pendiri sanggar Seni Kriya 3D Banyumas 'SEKAR'. 08562616989 - 089673740109 satejamur@yahoo.com - indrisekar@gmail.com https://twitter.com/aaltaer7

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Setangkup Adonan Roti

2 Juli 2012   08:13 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:20 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Setangkup adonan roti, ia pegang. Lamat terdengar gumam "Langkah apa lagi yang harus aku lakukan?" Ia melangkah ke ruang tengah, menggeser kursi, duduk. Ia menarik napas panjang menatap meja panjang dari ujung ke ujung, ceceran tepung terigu, lelehan telor di mangkok, mentega dalam plastik tinggal setengah, panci baskom besar berisi adonan teronggok di pinggir meja. Ia tarik baskom itu tepat di depannya, jari tangannya mengulen adonan bercampur gumannya "Tidak, aku harus total menghayatinya, menjadikan sesuatu yang beda, enak, sehat" lelehan keringat di keningnya, itu? Bola matanya mengikuti alur tangannya, bibir terkatup kencang, bulu lentik berkedip-kedip, urat di lehernya mengencang.

"Apalagi yang kau pikir?" tegurku, Ia terkesiap "Apa? Pikir? Tidak! Aku lagi menghayati tentang rasa dan perasaan, seperti kau ajarkan" sambil mengepal-ngepal adonan.

"Lalu?" tanyaku, sambil menyeka peluh di keningnya. Ia mengibaskan dan bola mata itu, menatapku. Tangannya  mengepal-ngepal adonan, 'Braaakk...' Ia membanting adonan, baskom dan meja bergetar.

Kutepuk pundaknya, "Sialan, kau membuatku kaget! Bagaimana tentang penyatuan rasa, perasaan........." Seketika, Ia potong pertanyaanku "Adonan ini pasti mengembang! Cukup aku hayati tentang rasa dan perasaan! lihat?" Sambil Ia mengepal-ngepal adonan dan menunjukkan padaku. Ku tatap wajahnya, matanya menatap tajam adonan, cuek.

"Lalu?"

"Ah kau sukanya memancing dengan kata lalu? Tiada kata lainkah, selain lalu, lalu...lalu?" ia tersenyum, wajah bening, kening basah peluh, Ia menggigit bibir tipisnya. Sangat-sangat jelas terlihat, ia meresapi penghayatan meleburkan diri sendiri dalam rasa dan perasaan.

"Kenapa kau tidak jawab? Pertanyaanku....?" Belum selesai ucapku, Siluet kabut tipis membawa Ia dari hadapanku, menguap, lalu hilang. Aku terperangah?

...................

Bunyi dering SMS mengusik tengah malamku. Sambil tetap tiduran, kulihat sepintas, kuamati sejenak, tiada isi, kosong? Terlihat hanya kode area dari kota dulu aku berasal. Lantas aku berani memastikan pesan ini pasti darinya.

Lima tahun sudah aku mencarinya, limatahun tak saling berkabar. Tentu, awalnya aku selalu berkirim kabar dan terus mencarinya, tapi Ia tiada balas kabar, ia menguap, melayang. Itulah penyebab, nomor hp, pun memori kenangan bersamanya dalam otak ku menguap lalu melayang. Ketika itu, bila aku pikir konyol juga. Sekarang, tiada  angin dan hujan tengah malam, Ia mengusikku. Aku cuek, Hp ku taruh di meja. Aku berebahan, mendekap guling. Ketika, lelap hampir menghapiriku, aku tersentak kaget. Bunyi Hp nada panggil, membuyarkan lelapku. Kuraba meja, Hp kupencet, mata malas melihat layar.

"Halo? Ini tengah malam" Sapa dan tegurku malas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun