Petuah Serobotan
Di pertengahan tahun 2021, saya dan beberapa rekan sejawat mendatangi kediaman seorang pimpinan di tempat kami bekerja. Kami disambut baik olehnya.
Obrolan kami hari itu berputar di masalah pekerjaan dan isu-isu terkini. Di setiap materi obrolan, kami selalu menunggu petuah bijak darinya.
Sampai di satu momen ketika salah seorang dari kami mengeluhkan kondisinya karena tidak mendapatkan apresiasi atas kinerja yang telah ia tunjukan di instansi. Beliau pun berpesan.
"Sabar, kalau kita menanam bunga di dalam sebuah pot, tidak mungkin bunga itu tumbuh di pot yang lain. Kalau kita mengerjakan kebaikan di suatu tempat, kebaikan itu pasti akan kita rasakan juga di tempat yang sama", ujarnya.
Tidak sampai mata berkedip, saya menyambut positif pesan beliau, namun menambahkannya dengan analogi yang berbeda.Â
"Setuju, Pak!. Kebaikan itu ibarat uap air laut yang terus menguap dan menjadi awan hujan. Tuhan yang akan menggerakkan awan tersebut dan mengubahnya menjadi hujan", serobot saya.
"Hujan adalah balasan atas kebaikan yang kita lakukan. Kalau Tuhan tidak pernah membalas kebaikan yang kita lakukan, pasti air laut sudah kering, lanjut saya".
Ia pun terdiam mendengar ucapan saya. Tiba-tiba saya tersadar bahwa saya telah menyerobot posisinya sebagai pemberi petuah.
Saya menyesal, tapi balasan darinya berusaha menghapus penyesalan itu. "Nah, betul itu!. Bagus, Yo! Saya baru dengar perumpamaan kamu itu", ucapnya sambil menepuk bahu saya.
"Alhamdulillah, minimal beliau tidak tersinggung", pikir saya. Akan tetapi, rasa bersalah itu masih tertinggal dalam pikiran saya.