Sejak pagi hujan tak berhenti. Kini malam menjemput. Awan semakin hitam. Guntur terus berbunyi. Sesekali terdengar suara bocah bermain hujan. Jalanan semakin sepi di kala senja mulai hilang. Listrik jalan di kompleks perumahan Mena mulai dinyalakan.
Rumah sepi. Bapa dan Mama belum kembali dari tempat kerja. Aku menyempatkan waktu untuk beristirahat sejenak. Pekerjaan rumah sore ini menguras tenaga. Keringat membasahi tubuh. Segelas kopi Manggarai menghangatkan ragaku. Terdengar sayup lagu kesayangan dari kamarku.
"Kaka Sasty. Buka pintunya. Dingin," teriak seorang bocah.
Aku bergegas meninggalkan tempat duduk. Dengan langkah sedikit berlari aku menuju sumber suara.
"Aduh, Faren dari mana saja? Jangan main hujan nanti sakit. Cepat mandi dan ganti pakaian," tegasku.
Selepas menatapnya pergi, aku larut dalam kesedihan. Ada rasa sayang yang begitu mendalam. Keinginan bersamanya terus bergema di hati ini. Doaku melambung kepada Tuhan demi dirinya. Aku tak mau semuanya terulang kembali. Aku terhentak saat suara guntur memecah lamunan ini.
***
Hujan masih membasahi tanah Ruteng, kota dinginku. Malam beranjak. Udara dingin meningkat. Aku duduk di dekat jendela kamar. Lagu kesayangan terus terdengar. Malam membawaku kembali ke masa lalu. Aku kaget saat seseorang mengetuk pintu kamarku.
"Kaka Sasty. Sudah tidur kah?" teriaknya pelan.
"Iya. Sabar," jawabku sambil berjalan ke arah pintu.
Saat aku membuka pintu kamar, kedua tangan Faren memeluk erat tubuhku. Dia tampak sedih. Aku larut bersama kesedihannya.