Mohon tunggu...
Sastro Admodjo
Sastro Admodjo Mohon Tunggu... Musisi - babaasad.com

Seorang pengembara edan. Mencari keindahan alam semesta Tuhan. Menorehkan tulisan untuk saling berbagi pengalaman. Menikmati kopi hitam, menjadi tuntutan dengan kawan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pengaburan Makna Islam Puritan

31 Desember 2017   16:01 Diperbarui: 31 Desember 2017   16:03 2209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada sebuah rentetan sejarah yang tidak bisa dipenggal oleh kalangan pemikir, sejarawan, sosiolog dan bahkan para politikus-pun wajib punya andil dalam pengkajian ini. Adalah puritanisme, sebuah paham yang menjadi benih sekte baru dalam Islam, yang muncul pada masa dimana dinasti Turki Usmani mulai goyah atas kekuasaannya.

Awal cerita dimulai dari seorang tokoh yang mempunyai nama Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1792 M). Ia terlahir dari lingkungan sosial yang jauh dari peradaban  dan tak kenal informasi tentang laju dinamika perkembangan Islam yang telah berinteraksi cukup lama dengan budaya asing.

Tatkala Abdul Wahab telah mematangkan diri dengan ilmu pengetahuan fiqh, ia mulai berkelana dari kampung Najd (tempat lahirnya) menuju Madinah, Bashrah dan beberapa kota yang mengelilingi Hijaz kala itu. Secara psikologis, Abdul Wahab muda mulai terganggu dengan nuansa sosial yang baru dalam dirinya, ketika singgah di antara kota ke kota yang lain. Ia seakan menganggap bahwa ruang hidup sosial hanya terbatas pada kampung Najd saja tanpa melihat realitas sosio-kultural lainnya; sehingga ia mulai merasa aneh tatkala melihat orang-orang yang tidak sejalan dengan pola hidup dan pola pikir yang ada dibenaknya.

Dengan kata syirik, khurafatdan bid'ah, Abdul Wahab mulai melontarkan ungkapan itu pada penikmat filsafat, pemerhati tasawuf, pengkaji ilmu logika, pengamat seni dan budaya pada setiap perjumpaannya dengan orang-orang tersebut, dalam halqah-halaqah ilmiah.

Disiplin keilmuan di atas, khususnya praktek tasawuf, menurut pandangan Muhamad bin Abdul Wahab, sama sekali tidak pernah diajarkan oleh nabi Muhammad dan para sahabatnya. Kalau pun dipraktekan pada masa rasul, ia melihat hal tersebut hanya dilakukan oleh orang-orang jahiliyah. Oleh sebab itu, ia mulai menghadirkan paham 'pembaharuan' untuk merekonstruksi pemikiran Arab-Hijaz waktu itu dengan mengembalikan ajaran-ajaran murni Islam atau puritanisme. Disamping itu, ia juga menolak dengan keras atas perkembangan-perkembangan dialektika keilmuan dan mazhab-mazhab dalam tubuh Islam. Benarkah Abdul Wahab menganut puritan?

Puritanisme

Kata puritan, dalam bahasa Arab, dikenal dengan Al-salaf. Adapun pemaknaan cukup sempit, ketika berada di tangan Muhamad bin Abdul Wahab. Pertama-tama, Abdul Wahab memaknai diksi Al-salafsebagai garis pembatas atau tebing pemisah yang hanya tertuju pada sarjanawan klasik, yang menurutnya telah berpegang teguh pada ajaran-ajaran yang dibawa oleh rasullah Muhammad. Sarjanawan-sarjanawan klasik tersebut, di antaranya, adalah Ibnu Hanbal (781 - 855 M.), Ibnu Taimiyah (1263-1334 M.) dan Ibnu Qoyim Aj-jauzi (1292-1350 M.). Mereka semua, menurut pandangan Abdul Wahab, adalah sarjanawan-sarjawan yang keilmuannya tidak tercemari oleh disiplin keilmuan di luar agama Islam, semisal: Ilmu Logika, Filsafat dan Teologi, atau lebih tepatnya helenistik.

Pemaknaan sempit yang dilakukan oleh Abdul Wahab dan para pengikutnya atas kata Al-salaf bersandar pada sebuah Hadist rasul yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud, yang berbunyi: Sebaik-baik kurun (masa) adalah kurunku, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka, kemudian orang-orang yang mengikuti mereka. Dari sinilah, seakan-akan Ibnu Hanbal dijadikan salah satu contoh poros utama ulama klasik yang telah mempunyai legalitas formal atas metodologi-tekstulis-nya dari sahabat terhadap pemahaman Al-Qur'an dan Al-Hadits. Metodologi pemahaman-pemahaman teks yang dilakukan Ibnu Hanbal dan pengikutnya selama tiga kurun waktu itu dijuluki sebagai Al-Salafiyah. 

Mereka yang mengikuti Ibnu Hanbal, secara sah telah melanjutkan misi-misi pemahaman Islam yang benar dan murni sesuai yang diajarkan rasul. Adapun pada masa tiga abad setelah Rasul, ulama-ulama yang pemikirannya tidak sejalan dengan Ibnu Hanbal, dianggap menyimpang dari ajaran rasul, sehingga Ibnu Hanbal dan para pengikutnya yang 'menisbatkan dir mereka' atau 'dinisbatkan' sebagai Al-salafiyah mengaku yang paling benar. Penulis menganggap, hal tersebut terlalu egois-sentris. Artinya, ia mengenyampingkan logika pemahaman ulama'-ulama' terdahulu yang juga berusaha menganalisa teks-teks Al-Qur'an dan Al-Hadist dengan upaya yang luar biasa matang, semisal: Imam Syafi'i, Imam Malik, khususnya Imam Hanafi, selaku pemuka ulama' rasionalis. Dengan demikian, penulis melihat ada pemaknaan yang tersembunyi dari kata Al-salaf.

Penulis memperhatikan, sederhananya, kata tersebut tidak pada eksistensi teks, akan tetapi pada esensi yang mau disampaikan rasul dalam teks. Teks Hadist yang disampaikan oleh Abdullah bin Mas'ud itu mengisaratkan agar supaya umat Islam berpegang teguh pada suatu prinsip sesuai yang diajarkan dengan rasul. Ajaran-ajaran yang sesuai dengan Rasul tentunya tidak terbatas pada ruang dan waktu, apalagi ketokohan.

Nah dengan demikian, teks-teks Al-Qur'an dan Al-Hadits  yang berpotensi ditafsiran ganda, tidak menutup kemungkinan adanya perbedaan-perbedaan sudut pandang tafsir yang variatif pula. Ketika penafsir-penafsir  telah muncul kepermukaan dunia Islam untuk menerjemahkan maksud teks Qur'an dan Hadits yang belum sempat terbaca sebelumnya, bukan menjadi sebuah tolok ukur benar dan salah. Karena setiap penafsir mempunyai pisau analisanya masing-masing, ketika mendekati teks. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun