Mohon tunggu...
Nusantara Pustaka
Nusantara Pustaka Mohon Tunggu... Penulis - Ilmu iman dan mandiri

LALU FERDI ALAMSYAH

Selanjutnya

Tutup

Diary

Diary Sahabatku

2 Agustus 2021   02:59 Diperbarui: 2 Agustus 2021   05:58 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di dalam kesenangan kami berdua di depan senja yang akan menjelang magrib,di sana kami nongkrong seperti biasa yang di temani hisapan asap yang terbakar di rumah yang mewah,dan di temani secangkir air surga, berdiskusi seperti para pemimpin-pemimpin negara yang mengatur segala problematika yang kami hadapi saat ini,akan tetapi kami berdua adalah pemimpin negara yang terbakar oleh kerinduan,kerinduan yang kami bawa adalah untuk mahluk tuhan yang  terbaik di seluruh alam bahkan di surga nanti.

Berdiskusi tentang problematika negara yang tak bisa di irama kan oleh seluruh seniman musik di dunia, sepertinya kami adalah satu raga yang tak bisa terpisah oleh apapun.

dia adalah kesenangan yang di hantui oleh beberapa ribu kesedihan, dan itu yang tak pernah ku ketahui dalam irama irama senyum manisnya,

Pertengahan magrib kami pulang  dari keindahan diskusi,berjabat tangan seperti meresmikan sebuah perjanjian bisnis,yang akan menguntungkan bagi hidup kami berdua,tetapi itu adalah hanya sekedar irama khayalan,dalam benak berlian di dalam lautan yang terdalam seperti nya itu sangat sulit kami angkat menjadi hal yang berharga.

Kedatangan kami di dalam rumah yang sunyi irama irama kekerasan,saat itu pun ku dengar sangat jelas,seperti keyakinan bahwa akan datang hari kiamat kelak,dan kehidupan baik buruknya masa depan anak muda yang terkena oleh busur anak panah.

Suasana yang dingin seperti di negara Eropa berubah menjadi kemarau panjang, yang membuat para petani gagal panen,sehingga merasakan kerugian yang sangat besar,tak tau petani mana yang mendustakan tuhan,dan ku tak tau petani mana yang syirik serta kurang bersyukur.

Air suci pun keluar,setetes demi setetes, ku tak berani memandangnya ,karna tak sanggup melihat dan mendengar irama irama kekerasan dari asal usul kelahirannya,namun irama itu ku artikan,irama yang mendidik dalam jiwa dan kedisplinan dalam menjalani hidup menjadi manusia,sehingga di katakan manusia.

Melalu irama itu aku menyimpulkan menjadi musik yang mengkeritik Qolbu kami,seperti para Pemimpin anime tikus dan pinokio yang di keritik kebijakannya oleh para sekelompok  politisi.

Mendengar tangisan dari wanita yang tercantik yang dia kira, sehingga hati nya pun Merasakan penyesalan dalam langkah langkah baiknya dari pagi hingga malam,

Dan dia menghampiri wanita tercintanya sambil membisik telinga kanan ku,besok pagi kan ku cerita semua ini, sambil menangis berharap air mata wanita yang dia cintai menghilang dari kesedihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun