Entah mulai kapan, kata mudik menjadi begitu popular, terutama di hari-hari menjelang Lebaran. Pada hari-hari itu, mudik menjadi kata yang paling sering diucapkan.Â
Sebutan mudik itu sendiri sebenarnya diperuntukkan bagi para perantau yang sekian lama bekerja dan bermukim di kota besar lalu kembali ke kampung halaman. Kembali untuk selamanya maupun hanya untuk sementara waktu saja. Disebut mudik Lebaran karena dilakukan dalam rangka merayakan Lebaran.Â
Mudik Lebaran boleh dikatakan sudah menjadi tradisi. Orang merasa tidak lengkap apabila Lebaran tidak mudik. Kalau mudik jauh sebelum Lebaran, meskipun itu pulang kampung, itu bukan mudik Lebaran.Â
Begitu kentalnya tradisi mudik Lebaran, sebagian orang bahkan sudah mulai mempersiapkan diri jauh-jauh harisebelumnya. Semakin mendekati hari Lebaran semakin semangat mempersiapkan diri. Terutama persiapan biaya dan oleh-oleh yang akan dibawa.Â
Mudik paling seru terjadi 2-3 hari sebelum hari Lebaran. Meskipun jalanan padat dan ramai, para pemudik justru tampak seperti menikmati peristiwa satu kali satu tahun ini. Ada semacam euphoria di sana, ada kebahagiaan yang berlebih. Kebahagiaan karena akan kembali melihat kampung, ketemu kawan lama, makanan khas daerah dan kebahagiaan mengenang masa kecil.Â
Di lain sisi, untuk sebagian orang mudik Lebaran juga menimbulkan rasa khawatir dan takut. Perasaan itu timbul karena hampir bisa dipastikan kepadatan lalulintas yang jauh melebihi normal. Kemacetan hampir selalu membersamai mudik Lebaran.Â
Meski Pemerintah tidak bosan melakukan rekayasa lalu lintas, tetapi tetap saja belum bisa mengatasi secara baik. Pada hari-hari itu jumlah orang mudik memang membludag bagai air bah yang mengalir deras mencari tempat lebih rendah. Wajar saja, ada kekhawatiran yang tidak hanya dirasakan pemudik, tetapi juga  melanda orang rumah.Â
Kekhawatiran timbul karena kemacetan dan ketidaknyamanan yang mungkin timbul saat di perjalanan. Misalnya saja bagaimana kalau Anda atau anak-anak kebelet BAB maupun BAK di tengah perjalanan. Bayangkan ketika pengendara mobil dari Jakarta ke arah timur melalui jalan tol layang MBZ.Â
Jalan sepanjang tidak kurang dari 38 km itu memang bisa cepat dan nyaman dilalui di hari-hari biasa. Namun di hari-hari mudik Lebaran, bisa makan waktu tempuh jauh lebih lama. Apa yang akan anda lakukan sementara di ruas jalan itu tidak ada rest area?Â
Sebenarnya bagi orang yang biasa hidup dan bekerja di kota besar seperti Jakarta, kemacetan lalu lintas sudah seperti makanan sehari-hari. Berangkat kerja saat pagi masih gelap pun sudah biasa. Demikianpun pulang di malam gelap juga sudah biasa. Semua karena padatnya lalu lintas.Â
Oleh sebab itu, dalam banyak hal, perantau di kota besar mengalami banyak tempaan hidup yang tidak ringan. Dari tempaan itulah mereka menjadi memiliki banyak kelebihan. Antara lain kelebihan untuk menyesuaikan diri dengan keadaan, termasuk menyiasati keadaan sulit dan menikmati kemacetan.Â