Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Lucky Hakim Mundur, Jabatan Itu Bukan Sandiwara

27 Februari 2023   08:01 Diperbarui: 27 Februari 2023   08:17 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dulu, belasan tahun yang lalu, penulis pernah ditugasi mengikuti Aktor sekaligus Penyanyi, mendiang Krisbiantoro melakukan pengambilan gambar dalam rangka pembuatan film dokumenter tentang Persuteraan Alam. Tempatnya di Candiroto, Magelang dan di Regaloh, Pati, Jawa Tengah. 

Pengambilan gambar tersebut melibatkan banyak orang, mulai dari supir, kamerawan, petugas generator listrik dan kabel serta banyak lagi yang lain. Prosesnya cukup panjang, mulai dari persiapan dan diakhiri dengan pengemasan properti. 

Mengikuti kegiatan itu selama beberapa hari telah membuka mata, ternyata membuat film untuk bisa menjadi tontonan yang bagus, menarik dan enak dinikmati, tidak selalu mudah dan tidak juga selalu mulus. Ada saja gangguannya, dari sekedar salah ucap hingga salah sambung kabel sehingga berakibat pengambilan gambar harus diulang. 

Berulang kali terdengar aba-aba "action" utk mengawali adegan dan diakhiri dengan aba-aba "cut" tanda menghentikan adegan. Untuk satu adegan bisa berkali-kali terdengar "action" dan "cut" sampai dianggap sempurna. 

Hebatnya, setiap kali mengalami hambatan dan adegan harus diulang, Krisbiantoro beserta crew-nya tersenyum dan tertawa-tawa, tidak satupun keluar bunyi makian atau cacian dan menyalahkan yang lain. Mereka mentertawakan kekeliruan mereka sendiri. Rupanya dengan cara itulah suasana kerja tetap terjaga nyaman dan aman. Lalu semuanya pun bisa berlanjut, kerja dengan smooth. 

Bayangkan seandainya ada terucap sepotong saja suara marah dan menyalahkan, dijamin kerja menjadi sangat melelahkan dan membosankan. Tidak ada orang yang betah dan nyaman bekerja dalam suasana seperti itu. 

Entah itu memang kebiasaan di dunia kerja film atau itu pembawaan Krisbiantoro, penulis tidak tahu. Tetapi pelajaran penting yang bisa dipetik dari sana adalah suasana kerja yang nyaman itu penting dan itu antara lain kita sendiri masing-masing yang menciptakan. 

Di muka bumi ini kayaknya tidak ada sesuatu yang bisa dikerjakan sendirian, selalu berjalan dan bekerja dengan melibatkan banyak orang. Oleh karena itu di manapun tempatnya akan selalu ada potensi untuk terjadi ketidakharmonisan hubungan satu orang dengan yang lain. 

Konflik bisa terjadi di keluarga, suami, istri, dan anak, atau meluas lagi dengan Mertua, Om, Tante, dan Ipar. Demikianpun di tingkat RT, RW dan Kelurahan. Juga di lingkungan perkantoran.  Apalagi di tingkat Kabupaten yang mengurus hampir semua hajat hidup warganya. Dari soal kelahiran, pernikahan, kematian, kriminal, infrastruktur, kesehatan, pangan, papan dan pendidikan. 

Ditambah lagi dengan urusan Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pajak dan Pendapatan lainnya. Jamaknya, semua itu akan membuat pusing tujuh keliling, kurang istirahat, kurang hiburan dan kurang tidur para pejabatnya. Apalagi seorang Wakil Bupati. 

Dalam bahasa Jawa, Wakil biasa dimaknai sebagai awak dan sikil. Awak artinya badan dan sikil artinya kaki.  Maka Wakil bisa dimaknai sebagai penggerak utama dalam mewujudkan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh Kepalanya. Sebagai awak dan sikil, akan lebih capek dan lelah dibanding boss-nya. 

Tetapi dibalik capek dan lelahnya, sebagai awak dan sikil, dia memiliki kesempatan paling besar untuk belajar dan mempersiapkan diri suatu saat mendapat giliran menjadi Kepala. Kalau ada kesalahan dan kekurangan yang terjadi bisa menjadi bahan kajian dan penyempurnaan. 

Sebagai Wakil, dia juga orang yang berpeluang menjadi orang yang paling memahami kebutuhan utama masyarakatnya. Pemahaman seperti itu bisa menjadi sumber inspirasi membuat gagasan untuk diaktualisasikan. Jika tidak bisa sekarang, siapa tahu nanti saat menjadi orang nomor satu. 

Dalam arus lalu lintas pemikiran, gagasan dan urusan yang sangat dinamis, berbeda pendapat itu sangat biasa. Sebesar apapun bedanya, dalam urusan kemakmuran, rakyatlah yang harus dimenangkan. 

Namun, ketika semua sudah dilakukan dan sang Wakil Bupati menghadapi kebuntuan, apalagi jika jurang perbedaan semakin melebar dan dalam, itulah saatnya untuk ketawa lebar-lebar seperti dicontohkan Krisbiantoro di atas, Mentertawakan kesalahan diri sepuas-puasnya. Siapa tahu suasana menjadi cair dan pekerjaan bisa dilanjut dengan smooth. 

Sebagai manusia biasa, siapapun bisa khilaf. Bisa keliru menempatkan diri sesuai posisinya. Bisa jadi si penguasa sok kuasa, si anak buah tidak bisa diperlakukan sebagai bawahan. Si penguasa ingin terus berkuasa, si anak buah tidak sabar ingin juga segera berkuasa. Mereka semua sibuk sendiri, lupa bahwa seharusnya kepentingan rakyat adalah nomor satu. 

Kalau sudah begitu, langkah mundur Wakil Bupati menjadi sebuah langkah terhormat daripada kerja tidak maksimal, apalagi lalu kasak-kusuk sebagaimana sering terjadi di berbagai daerah lain. 

Anggap saja mundurnya Lucky Hakim sebagai Wakil Bupati Indramayu adalah langkah memberi kesempatan kepada yang lain untuk menikmati empuknya kursi jabatan yang ditinggalkannya. Yang jelas, selangkahpun, pelayanan kepada masyarakat tidak boleh mundur. Jabatan ini bukan sandiwara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun