Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Raja Midas Jaman Milenial

10 November 2022   17:00 Diperbarui: 10 November 2022   17:07 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Seorang pedagang kecil penjual hasil bumi di sebuah pasar tradisional menyulut rasa iri para pedagang lain. Itu gara-gara dagangannya laris bukan main. Pembeli sampai-sampai harus antri demi mendapat pelayanan membeli barang dagangannya. 

Rasa iri yang menyesakkan dada itu membuat para pedagang lain bersyakwasangka, jangan-jangan dia memakai bantuan dari dunia gaib. Syakwasangka itu lalu menggiring mereka meminta tolong Petugas Pasar untuk menanyakan: apa yang dia "pakai" sehingga jualannya laris sekali. Tentu saja dijawab: tidak ada bantuan makhluk gaib dan tidak ada jimat-jimat yang digunakannya untuk penglaris. 

Sebagian ada yang percaya dan sebagian lain tidak, itu tidak bisa dihindari. Tetapi dalam pandangan pelanggannya, pedagang ini memang melayani pembelinya dengan ramah, penuh senyum, tidak melakukan kecurangan timbangan dan tidak mengambil untung banyak-banyak. Mutu barang yang dijual pun terjaga baik. 

Pedagang lain mesti belajar dari pedagang kecil ini. Pelayanan kepada pembeli adalah kunci untuk laris. Pepatah lama bilang: pembeli adalah raja. Bukan hanya itu, pembeli itu juga adalah juri paling adil. Mereka hanya akan datang ke tempat-tempat yang memberi rasa nyaman. Bahkan demi sebuah kenyamanan, pembeli biasanya bersedia untuk membayar lebih mahal. 

Harga wajar, barang bermutu dan sedikit kenyamanan dari pedagang kecil ini membuatnya menjadi pedagang bertangan dingin. Apapun yang dijual, laris manis tanjung kimpul. 

Dalam kehidupan sehari-hari biasa kita saksikan orang-orang yang bertangan dingin. Kalau petani, apapun jenis tumbuhan yang ditanam akan panen besar pada waktunya. Kalau pengusaha, apapun proyek yang digarapnya akan selesai dengan untung yang lumayan. 

Juga, ketika pengusaha membangun "real estate", tidak satupun unit rumah yang tidak laku. Semua laku ludes seperti kacang gorang. Atau ketika mendirikan sekolah, perguruan tinggi, hotel, toko, mini market, super market, dalam waktu singkat pembeli, penyewa dan penggunanya membludag. 

Sedangkan kalau dia seorang konsultan, apapun masalah yang diurusnya akan berakhir dengan sukses. Kalau biro jasa, apapun jasa dan layanan yang dibuatnya laris dibeli dan dipakai orang. Semua selalu berujung pada mendapat cukup banyak uang. 

Begitulah, oleh orang dengan sentuhan dingin, apapun yang dipegangnya akan menjadi uang. Demikian dingin sentuhan tangannya, sehingga menyebut namanya saja sudah menjadi jaminan sukses.

Itu terjadi juga pada seorang penceramah yang juga bersuara dingin. Dia sampai kerepotan mengatur jadwal untuk memenuhi undangan berceramah.  Tidak ada hari yang kosong dalam jangka hingga tiga bulan yang akan datang. Hari-harinya penuh dengan ceramah dan sibuk meng-update bahan ceramah supaya aktual sesuai perkembangan jaman. 

Penceramah yang materinya ber-isi, menarik, lucu dan menyentuh hati, akan di-antri pengundang untuk berceramah. Ceramahnya bisa di perkantoran, resepsi, tempat ibadah, pabrik, sekolah dan kampus. Setiap patah kata yang diucapkannya akan mengundang imbalan. 

Banyak contoh lain tentang orang-orang bertangan dingin seperti di atas. Mereka itulah rupanya para "titisan" Raja Midas, raja dalam mitologi Yunani yang terkenal karena kemampuannya mengubah semua yang ia sentuh menjadi emas. 

Dalam mitos, ketika Midas menyentuh pohon dan batu, itu langsung berubah menjadi emas. Makanan dan minuman yang dia sentuh pun berubah menjadi emas. Bahkan anak perempuannya dia sentuh dan berubah menjadi emas. "Kesaktiannya" itu kini disebut sebagai sentuhan emas atau sentuhan Midas. 

Tentu saja Raja Midas tidak ada lagi. Itu memang hanya sebuah mitos. Sekarang yang ada adalah orang yang berperilaku seperti Raja Midas, mengukur semua hal dengan uang. 

Sentuhan dan rasa kemanusiaan pudar dan bahkan hilang karena uang. Tega hati memuncak mirip Midas yang sampai hati merubah anaknya menjadi patung emas. Mata kemanusiaannya tidak lagi peka untuk mampu melihat sanak, saudara, apalagi teman. Meraih untung atau adalah nomor satu. 

Midas-Midas model baru telah mengabaikan pertemanan. Rela kehilangan kerabat dan hati karena semuanya diukur dengan materi. Jabatan, perkara, promosi, mutasi, pangkat, sekolah, buku pelajaran, semuanya kalau bisa akan diuangkan. Walaupun mereka sanak-saudara, teman, tetangga, tarif tetap dipasang. 

Lupa bahwa, ketika sakit, semangat tinggi untuk sehat akan datang dari orang dekat. Lupa, ketika badan sakit dan tidak mampu bangkit, ruang kerja yang mewah tidak ada arti. 

Lupa, ketika jiwa tertekan dan pikiran terpojok, tidak ada yang lebih berarti selain teman sejati yang datang menghampiri dengan segala empati. 

Materi memang diperlukan untuk mendapatkan kesenangan. Juga untuk bisa memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan, kendaraan dan hiburan. Tapi orang sering menjadi "lupa diri", uang hanya difungsikan sebagai alat pemuas hawa nafsu, ketamakan yang tak ada ujungnya. 

Dalam mitos, Raja Midas pun menyesali kesaktiannya, masakan titisannya jalan terus dibutakan harta. Harta, apapun bentuknya,  bisa jadi sumber malapetaka dan bahkan mengundang bencana, meski sebaliknya bisa menuntun Anda masuk surga. Semua sepenuhnya memang terserah pilihan Anda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun