Mohon tunggu...
Sarkoro Doso Budiatmoko
Sarkoro Doso Budiatmoko Mohon Tunggu... Dosen - Penikmat bacaan

Bersyukur selalu.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Tak Ada Lagi Anak Bernama Kartini

21 April 2021   04:18 Diperbarui: 21 April 2021   04:30 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perjuangan Kartini tertolong oleh kesukaannya membaca buku. Kesukaannya itu membantu membuka matanya lebih luas dan tajam atas kodisi disekitarnya. Berbagai sumber menyebut Kartini membaca buku Minnebrieven, karangan Multatuli. Ia juga membaca buku-buku Ny. C. Goekoop yang menguraikan perjuangan Hylda van Suylenderb membela hak-hak wanita di Negeri Belanda.   

Kalau kesukaan membaca telah membuka matanya, maka kesukaannya menulis telah membukakan mata orang lain. Membaca dan menulis telah membuka mata dan hati diri sendiri maupun orang lain. Bayangkan seandainya Kartini tidak membaca dan tidak juga menulis, gagasan dan pemikiran besarnya hanya akan berhenti di dirinya sendiri. 

Dengan modal kecerdasan, keluasan pikiran dan tekadnya yang kuat, Kartini pada hakekatnya memperjuangkan agar bangsanya lebih maju. Wanita adalah potensi penting sebuah bangsa.  Maka mengangkat derajat kaum wanita sama saja dengan membuat bangsa menjadi maju. 

Hakekatnya bukan itu saja. Lebih dari sekedar mendirikan sekolah dan bersurat-suratan dengan orang Belanda, Kartini melalui caranya sebenarnya melakukan perlawanan terhadap kondisi para wanita Jawa di sekelilingnya, Perlawanan terhadap kebodohan dan pembodohan, perlawanan terhadap ketidak setaraan, perlawanan terhadap diskriminasi gender, perlawanan terhadap ketidaksamaan akses memperoleh fasilitas untuk maju dan perlawanan terhadap tradisi yang menutup kesempatan meraih kemajuan.   

Setelah lebih dari satu abad, hasilnya tampak nyata. wanita sudah hidup dalam kesetaraan dan hampir tidak ada suatu apapun yang tabu atau mustahil untuk dicapai. 

Kartini, melalui contoh pemberdayaan wanita, secara tidak langsung telah menunjukkan kepada generasi masa kini bahwa Indonesia memiliki sumberdaya alam yang besar dan sumberdaya manusia hebat yang bisa dikembangkan secara optimal untuk kemajuan bangsa. Kartini sudah memberi contoh hanya dengan tekad kuat, semangat tinggi, kemauan keras dan kemampuan yang mumpuni, kejayaan akan terwujud maju martabat. 

Betapa malunya jika bangsa hanya bisa bernapas  terengah-engah ditengah sumberdaya yang melimpah. Betapa sia-sia hidup jika tidak berdaya di tengah aneka ragam  sumberdaya. Betapa sayangnya hidup jika punya sumberdaya bernilai tinggi tapi hanya bisa menikmati ampasnya. 

Jaman yang terus berkembang tanpa henti mengharuskan orang di satu sisi harus terus mengimbangi dengan kepandaian supaya mampu menyesuaikan diri. Di sisi lain kebodohan akan terus semakin jauh ditinggalkan perkembangan jaman. Kebodohan menjadi masalah yang nyaris abadi dan benih awal munculnya masalah-masalah lain. Maka kebodohan harus terus diperangi. Itulah juga yang sudah mulai dipelopori Kartini seabad lebih yang lalu. 

Perayaan hari Kartini layak terus diadakan untuk mengabadikan dan meneladani   semangat juangnya dan menghidupkan gagasan-gagasan demi kemajuan bangsa. Rayakan terus, meskipun suatu hari nanti tidak ada lagi wanita Indonesia bernama Kartini. 

Purwokerto, Hari Kartini 2021.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun