Mohon tunggu...
bebet rusmasari
bebet rusmasari Mohon Tunggu... Guru - Menjadi bermanfaat

Tetaplah hidup dan menjadi berguna

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Butterfly Effect

24 Januari 2020   07:15 Diperbarui: 24 Januari 2020   07:18 33
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sebut saja namanya Adin. Dia siswa baru di kelas saya di tahun terakhir Madrasah Aliyah. Boleh dibilang frekuensi kehadirannya dalam sebulan hanya 7 hingga 8 kali. Itu pun hanya pada mata pelajaran saya, karena saya wali kelasnya.

Setelah beberapa kali teguran yang tidak digubrisnya, saya menyurati orangtuanya dan saya titipkan  lewat tetangganya. Namun surat itu kembali tanpa dibuka, dengan alasan Adin tinggal menumpang di kos temannya dan orangtuanya sudah meninggal.

Dua bulan berlalu, saya terus berupaya agar dia bisa mengikuti pelajaran di kelas. Sebab di semester genap itu, ada beberapa kali ujian yang harus dia ikuti agar bisa dinyatakan lulus. Dan jika frekuensi kehadirannya sangat minim, maka akan sulit mendapat predikat "berkelakuan baik" dari guru-guru mata pelajaran.

Dan akhirnya di suatu siang yang sangat terik, setelah mendengar kabar dari teman sekalasnya bahwa Adin saat itu sedang berkumpul dengan teman-temannya yang berasal dari sekolah lain yang juga bolos, tanpa berfikir panjang saya langsung jalan kaki menyusuri trotoar pinggir jalan sekolah. Waktu itu saya sedang dalam keadaan mengandung bulan ketujuh anak saya. 

Dengan kondisi yang sedang payah karena membawa beban di perut, dan matahari siang yg kurang bersahabat waktu itu, saya jalan perlahan menuju kumpulan 8 sampai 10 anak lelaki yang masih berseragam sekolah. Tidak jauh sebenarnya, hanya sekitar 200 meter dari sekolah tempat saya mengajar. Dan dari kejauhan, saya sudah mengenali Adin berada disana.

Seketika Adin melihat ke arah saya, dan dia pun langsung berdiri. Ketika sampai di dekatnya, saya tersenyum dan saya bilang,
"Ikut saya nak. Masuk jam terakhir yah."

Tanpa menjawab dan tanpa pamit pada teman-temannya, Adin mengikuti saya menuju sekolah. Terus berjalan masuk ke kelasnya mengikuti pelajaran jam terakhir hari itu. Hingga esok harinya, dia masih masuk sekolah. Hingga esok harinya lagi. Dan esok  harinya lagi. Hingga Ujian Nasional tiba.

Sekitar dua atau tiga bulan selepas ujian, Adin menemui saya di rumah. Dia datang mencari saya karena buku rapornya belum sempat diambil saat tamat. Dan sekaligus mengabarkan bahwa dia sudah bekerja di sebuah perusahaan di luar kota. 

Saat dia pamit, hati saya pun tergelitik sangat ingin tahu apa yang membuat dia tidak lari saat saya mencarinya ketika bolos sekolah. Jawabannya menimbulkan irisan pilu di hati saya dan membuat saya sangat menyesali kenapa harus menanyakannya. Dia bilang,

"Saya tidak mungkin lari waktu itu, Bu. Karena bukan Ibu yang saya liat tersenyum dan memanggil saya. Tapi almarhumah Ibu saya, yang sedang mengandung saya."

Sebuah senyuman bisa membangkitkan kenangan seorang anak yang pernah kehilangan sosok ibunya dan membuatnya kembali bangkit untuk memperjuangkan hidupnya. Senyuman adalah bahasa kasih sayang dan jarak terdekat yang bisa dicapai antar manusia.

#Smile_is_a_Language_of_Love

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun