Mohon tunggu...
Saris D Pamungki
Saris D Pamungki Mohon Tunggu... Wiraswasta - Menulis Dan Merekam Lewat Visual

Beda Tapi Tak Sama dan sendiri nyali teruji, dua kata buat penyulut semangat diri

Selanjutnya

Tutup

Segar Pilihan

Singgah Sejenak di Teras "Akal dan Pola Makan"

28 April 2020   07:04 Diperbarui: 28 April 2020   07:22 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jamu Paitan, (dokpri)

Siklus kehidupan dunia telah mengajarkan kita banyak hal. Bagai kepingan uang logam, dua (lawan kata) yang selalu menjadi rival. Misal, suka-duka, panas-dingin, gelap-terang, sakit-sehat dan sebagainya. Dalam artikel saya sebelumnya telah menjelaskan bagaimana kehidupan ini haru dijaga keseimbangannya, termasuk diri kita sendiri.

Apalagi saat menjalankan ibadah puasa Ramadan tahun ini. Ibadah yang wajib dijalankan oleh setiap muslim dewasa (akil baligh). Tidak mudah menjalankan Ibadah dibalut dengan serangan Wabah. Tidak ada wabah-pun , kita begitu sulit melalui rintangan demi rintangan. Belum lagi permasalahan hidup lainnya.

Tidak usah jauh-jauh, saat terkana sakit ringan pun bisa menjalar kemana-mana dan membangkitkan rasa malas berkepanjangan. 

Deteksi diri, itu perlu. Bagian mana yang dirasa sakit? Atau paling tidak bisa menyebut diri ini sakit apa?

Jangan tergesa mendiagnosa sebuah rasa sakit, apalagi kita bukan tenaga kesehatan terampil, kita hanya kaum tani yang hanya mengenyam pendidikan setingkat sekolah dasar saja. Peran akal, sangat dibutuhkan untuk mengejawantahkan "sakit apa" itu sendiri. Jangan malu bertanya dan berdiskusi pada diri sendiri.

Akal adalah sumber dasar me-remote prasangka. Pada kondisi lelah atau pusing misalnya, pasti kepala yang jadi sasaran empuk penyebutan sakit yang dirasa. Padahal belum tentu juga, bisa jadi dari pola makan kita yang salah. Sekali lagi, Akal harus kita olah, agar muncul prasangka baik walaupun keadaan tubuh kita panik (sakit). 

Menjaga Pola Makan, tentu juga dianjurkan demi mendukung kualitas kesehatan tubuh kita.

Cegah sebelum sakit bertambah parah. Artinya, kita memang dituntut untuk tidak lalai konsumsi makanan yang bergizi seimbang. Buka dan baca kembali asupan gizi seimbang ini, yang dari jaman dahulu telah banyak dibukukan oleh manusia. Porsi makan tiap orang berbeda-beda, itu menandakan bahwa kita tidak boleh rakus/serakah. Sangat salah, jika kita menelan makanan (apapun) ke dalam tubuh kita. 

Diakui atau tidak, mau tidak mau, makhluk hidup yang memakan segala itu letaknya ada pada diri Manusia. Mulai makanan berbahan dari hewan maupun tumbuhan. Jangan lupa, Al-Quran dibuka untuk menjadi acuan, perihal makanan (halal/haram).

Sementara ini, dalam masa pandemi, kami sekeluarga suka sekali mengkonsumsi "Wedang Uwuh", minuman hangat yang terdiri dari tumbuhan ada daun salam, kayu secang, serai, cengkeh, jahe dan gula batu. 

Kami merasa nyaman, terasa sekali kekebalan tubuh ini bertambah. Hal makananpun, kami lebih memilih gizi protein dari tumbuh-tumbuhan. Bukannya tidak doyan dengan olahan daging, tapi porsi makanan nabati lebih kami nikmati dari pada hewani.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Segar Selengkapnya
Lihat Segar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun