Mohon tunggu...
Sari Oktafiana
Sari Oktafiana Mohon Tunggu... Guru - A mother of five kids who loves learning

Living in the earth with reason, vision, and missions...but I can't make everybody happy.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mandala di Antara Makna Spiritual dan Sosial Politik

14 Desember 2017   11:24 Diperbarui: 14 Desember 2017   11:35 2027
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mandala Candi Borobudur. Sumber gambar: yoedana.wordpress.com

Awal mengenal mandala adalah bentuk dari Candi Borobudur yang apabila dilihat dari atas berupa diagram  yang terpola yang berbentuk bujur sangkar dan lingkaran yang  memusat di tengah diagram. Dalam konsep Hindu dan Buddha, mandala merupakan simbol yang menggambarkan pencapaian  dan perjalanan spritualitas manusia baik mikro maupun makro kosmos. Mandala dalam perspektif spiritualitas dapat dipahami sebagai perjalanan manusia  dalam relasinya dengan manusia yang lain, alam semesta serta Tuhan itu sendiri yang menjadi pusat dari mandala. Menurut para arkeolog, representasi mandala terbesar di dunia terletak di Candi Borobudur.  

Dalam konsep Buddha, mandala di Candi Borobudur adalah representasi peziarahan manusia dari kamadhatu, rupadhatu, arupadhatu yang harapannya merefleksikan dalam perjalanan melepaskan diri dari samsara. Tujuan dalam mandala, manusia dapat menyempurnakan hidupnya dan dirinya dari segala nafsu, angkara, menjadi bagian yang menjaga harmoni alam serta kembali pada Sang Khalik ketika telah menuntaskan perjalanannya menjadi rahmat bagi semua mahkluk.

Tetapi dalam perspektif sejarah di Asia Tenggara, mandala merupakan konsep yang dipahami secara sosial politik yang merupakan simbol atas kekuaasaan dan kerajaan konsentris. Dalam Bahasa Sanserkerta, mandala dipahami sebagai lingkaran. Konsep tentang mandala yang kemudian dipahami secara sosial politik yang menggambarkan pola kekuasaan di Asia Tenggara pada masa sejarah Hindu-Buddha era abad ke 5 hingga ke 15, oleh Sejarawan Inggris O Walters (1982), mengemukakan bahwa peta sejarah Asia Tenggara berkembang dari jejaring kekuasaan yangn muncul dalam serpihan-serpihan yang saling tumpang tindih yang membentuk seperti mandala tanpa batas-batas geografis.

Kerajaan di Asia Tenggara yang menerapkan Mandala. Sumber gambar: wikipedia.org/wiki/Mandala_(sejarah_Asia_Tenggara)
Kerajaan di Asia Tenggara yang menerapkan Mandala. Sumber gambar: wikipedia.org/wiki/Mandala_(sejarah_Asia_Tenggara)
Kerajaan-Kerajaan besar yang terpengaruh Hindu-Buddha di Asia Tenggara, mulai dari Kerajaan Bagan di Myanmar, Kerajaan Ayutthaya di Thailand, Kerajaan Angkor di Kamboja, Kerajaan Champa di Vietnam, Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit di Indonesia membentuk pola kekuasaan yang melingkar. Pola kekuasaan yang ditandai dengan loyalitas dengan memberi upeti dari kerajaan kecil  pada kerajaan yang menjadi pusat kekuasaan.  Dan sebagai timbal balik, loyalitas dari kerajaan-kerajaan kecil ,rakyat atau bawahan kerajaan pusat tersebut memberikan perlindungan dari ancaman  atas penguasaan lain. 

Dalam sistem mandala model kekuasaan tidak memiliki batas geografis tetapi adalah loyalitas pada kerajaan induk atau pusat yang tampak dari pengaruh baik budaya, religi maupun sistem sosial-ekonomi yang berkembang dari kerajaan induk ke kerajaan kecil lainnya. Penduduk dalam konsep mandala mengidentifikasikan dirinya sebagai pengikut suatu kerajaan pusat dimana pun dia berada, walaupun penduduk tersebut menetap di lokasi yang jauh dari kerajaan pusat, tetapi loyalitasnya terus dibawa dan dia memiliki otonomi untuk mengatur kekuasaan di tempat tinggalnya. Sehingga dapat dipahami bahwa jangkauan kekuasaan dari kerajaan-kerajaan induk yang menerapkan konsep mandala memiliki pengaruh yang luas termasuk wilayah kekuasaannya.

Yogyakarta, 14 Desember 2017

Terinspirasi dari lesson plans Shared History Unesco, Unit 2 Early centers of powers yang  menuturkan awal pembentukan kekuasaan di Asia Tenggara di masa pengaruh Hindu-Buddha.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun