Mohon tunggu...
Mita Yulia H (Mita Yoo)
Mita Yulia H (Mita Yoo) Mohon Tunggu... Lainnya - Penulis Lepas

Penulis fiksi, karya yang telah terbit antara lain KSB, R[a]indu, dan Semerah Cat Tumpah di Kanvasmu Bergabung dalam beberapa komunitas menulis dengan dua puluhan buku antologi cerpen dan puisi Lihat karya lainnya di Wattpad: @mita_yoo Dreame/Opinia/YouTube: Mita Yoo

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mimpi Buruk Sang Matahari

19 Juni 2021   08:51 Diperbarui: 19 Juni 2021   08:57 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Iya ...," sahut istrinya.

Muhesan memiliki sepetak tanah di belakang rumah, ia membuat rumah plastik yang ditimbun pasir pantai. Tempat itu dibuat hangat sehingga memungkinkan untuk telur-telur menetas. Di sana Muhesan biasa menimbun telur-telur penyu yang ia beli dari pemburu telur. Beberapa berhasil menetas, sedangkan yang lainnya mati. Ia memilih cara itu karena menetaskan di pantai juga berisiko ditemukan pemburu telur.

Muhesan mengusaikan makan dan mengambil air wudu sebelum beranjak ke pembaringan. Ia menatap ke atap rumah, memandangi kayu-kayu yang menyokong tempat tinggalnya. Sebelum terlelap, ia merapal doa dalam hati, memuja Sang Pencipta dan memohon ampun atas segala alpa yang ia lakukan sepanjang usia.

***

Bunyi gemericik memenuhi pendengarannya. Muhesan terbangun karena suara hujan yang jatuh di seng rumahnya. Dilihatnya jam dinding, jarum panjang menunjuk pukul 11 sedangkan jarum pendek berada di pukul 4. Muhesan bergegas bangkit untuk membersihkan diri.

Tubuhnya sedikit menggigil ketika menyentuh air. Muhesan berharap tak lama kehangatan akan datang menyapa pagi.

Muhesan tersungkur, menyentuh tanah dengan keningnya dalam hening. Mengucap lirih setiap kalimat doa yang dihafalnya di luar kepala.

"Aamiin,"

Muhesan baru saja berdiri, melipat sajadah ketika suara anak sulungnya memekik bunyi gemericik.

"Ada apa, Kak?" Muhesan melihat wajah anak sulungnya basah, anak sungai mengalir dari kedua ujung matanya.

Muhesan melangkah ke ranjang, istrinya masih meringkuk di balik selimut. Ia duduk di tepi ranjang, menyentuh kening istrinya yang terasa hangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun