Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Dongeng, Wahana untuk Membuka Jendela Literasi pada Anak

11 November 2020   00:25 Diperbarui: 11 November 2020   01:16 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi dongeng. Gambar dari instagram @annaspeshilova

"Pada suatu hari, harimau tidur bersama anak-anaknya di tenda hutan. Tiba-tiba terdengar suara berisik sekali dari luar tenda. Setelah dilihat keluar, ternyata itu adalah suara sekumpulan zombie yang mencari makan. Zombie itu melihat tenda harimau, ia ingin menerkam anak-anak harimau. Ibu harimau berusaha melindungi anak-anaknya. Lalu muncullah sang hero yang menyerang zombie hingga mati. Selamatlah ibu harimau dan anak-anaknya."

Itu adalah dongeng yang diceritakan adik sepupu saya yang baru berusia 4 setengah tahun kepada saya. Setelah mendengar cerita itu saya bertanya darimana dia mendapatkan cerita itu. Dia hanya bilang, dari mimpi. Saya agak tidak percaya, bagaimana bisa anak usia 4 setengah tahun bisa menceritakan mimpinya dengan detail. Atau memang ia benar-benar bermimpi dan mengimajinasikan mimpinya itu menjadi sebuah cerita yang runtut. Setelah saya bertanya kepada ayahnya, ternyata dia melihat cerita itu di youtube, dan mungkin memang terbawa mimpi.

Tapi dari cerita adik saya tersebut, saya yakin bahwa kisah-kisah tentang dongeng baik yang dilihat anak maupun di bacanya, atau didengarnya, memang benar-benar mampu membantunya untuk berpikir, bernalar, berimajinasi, dan berandai-andai.

Anak-anak yang menurut kita masih polos dan belum cukup tau banyak hal, atau belum cukup paham, ternyata mampu memahami alur cerita, lalu menceritakan ulang kepada kita, orang dewasa. Mungkin cerita-cerita itu agak tidak masuk akal, atau hanya khayalan anak kecil, tapi dari situlah kita mampu mengenalkan kepadanya tentang dunia literasi.

Saya lalu terkenang pada masa kecil saya ketika belum bisa membaca. Saat itu usiaku baru 4 tahun. Kakakku sudah berlangganan majalah bobo. Kakak sering membacakan cerita di majalah bobo itu kepadaku. Aku juga ingin pandai bercerita seperti kakak. Maka yang kulakukan adalah aku membaca majalah bobo tersebut, tetapi dengan cara mengarang ceritanya sendiri. Ya, karena saat itu aku belum bisa membaca jadi aku mengarang saja, pura-puranya bisa membaca. Dari situlah imajinasi tentang dongeng-dongeng itu muncul pada diriku. 

Dulu nenek suka menonton wayang di TV hingga tengah malam. Meski dulu aku tidak paham ceritanya, tapi kenangan menonton wayang itu masih melekat di memoriku. Juga setiap acara 17an di desa, untuk memperingatinya, kadang diadakan panggung. 

Salah satu acara yang disajikan yaitu drama wayang orang atau cerita rakyat, seperti cerita tentang Rama dan Shinta, Ande-Ande Lumut, Timun Mas, Joko Tarub, Joko Kendil, Malin Kundang, Sura-Baya, Ken Arok-Ken Dedes, dan lain-lain. Cerita-cerita itu hingga sekarang masih saya gemari dan tidak bosan-bosan jika membaca atau mendengar cerita itu lagi.

Ketika SMP saya sering meminjam buku tentang cerita rakyat di perpustakaan sekolah. Batas waktu pinjam yang diberikan hanya 1 minggu, saya pun konsisten menyelesaikan cerita itu dalam waktu 1 minggu, dan ganti dengan buku cerita-cerita rakyat lainnya.

Tapi beranjak remaja, bacaan yang kubaca mulai beralih menggemari teenlit dan novel. Lalu ketika kuliah menggemari buku-buku bergenre sosial, budaya, dan keagamaan.

Pada intinya yang ingin saya katakan adalah, di mulai dari dongeng saya mengenal dunia literasi. Mulai menentukan sendiri buku apa yang ingin saya baca, dan mengapa saya ingin membacanya. Alasan mengapa saya ingin membacanya ya karena penasaran dengan isi buku tersebut.

Jika seseorang penasaran dengan suatu cerita atau bacaan, maka ia tidak bosan untuk terus membacanya, dan ingin segera tau cerita yang sebenarnya. Tapi jika tidak penasaran, membaca 5 menit saja, terasa membosankan, ngantuk, dan tidur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun