Lalu apalagi, tanyaku, lingkaran besar lingkaran kecil. Jawab Rii. Sedangkan Lii hanya diam saja. Sayapun menanyai Lii, kalau dek Lii yang disukai lagu apa? dia hanya geleng-geleng kepala. Entah apakah itu berarti tidak ada lagu yang disukai, atau tidak tahu lagu apa yang dia sukai.
Dari segi kognitif, kemampuan Rii jauh lebih baik dibanding Lii dalam hal menulis huruf dan angka. Ketika akan mengisi kolom-kolom yang kosong tentang huruf dan angka, untuk membantu mengingat kembali maka saya meminta mereka untuk menyanyikan lagu ABC dan 123. Rii pun menyanyikannya, sedangkan Lii hanya geleng-geleng kepala dan menunggu jawaban dari Rii.
"Kalau Rii?" Rii menjawab, "mewarnai." Lalu Lii pun bergegas merevisi jawabannya, "aku juga mewarnai." saya pun tersenyum.
"Oke kesepakatannya besok kita mewarnai ya." Lii, tidak apa merubah jawaban, dia sedang belajar memutuskan sesuatu dan terkadang suasana hati memang suka berubah-ubah, ingin seperti yang lain.
Belajar berani mengambil keputusan ini adalah terapi untuk mereka yang mungkin kurang percaya diri dan kurang mandiri. Dan ini perlu dilakukan oleh orangtua terhadap anak-anaknya, seperti memberi kesempatan kepada anaknya untuk memilih sendiri pakaian yang ingin ia kenakan, makanan yang ingin ia makan, mainan yang ingin ia beli, dan pengambilan keputusan lainnya.Â
Ketika kita dihadapkan pada problem ternyata keinginan anak tidak baik untuk dirinya, maka sebaiknya kita membantu mengarahkannya dan tetap melatihnya untuk mengambil keputusannya sendiri.
Misal, ketika anak lebih memilih makan mie instan daripada makan nasi. Maka sebaiknya orangtua memberi penjelasan tentang bahayanya makan mie, apalagi jika sering-sering makan mie. Lalu orangtua bertanya kepada anak masih mau makan mie atau makan nasi. Dengan demikian semoga anak akan paham dan mengambil keputusan yang ia rasa terbaik untuk dirinya sendiri.
Hal ini pernah dicontohkan kawan saya sesama guru, yakni Bu Sus. Bu Sus menjelaskan kepada Der, muridnya yang baru berusia 6 tahun. Jika Der terus-terusan makan mie, perutnya akan sakit karena banyak racunnya. Der pun tidak mau lagi makan mie, dan memilih makan nasi.
Proses melatih anak berani mengambil keputusannya sendiri akan membantu mengembangkan inisiatif dan sifat kemandiriannya. Sebaliknya, jika orang dewasa tidak mendukungnya untuk mengambil keputusan sendiri, maka anak akan selalu bergantung kepada orang lain, suka ikut-ikutan orang lain, mudah terpengaruh, dan mengembangkan perasaan bersalah tentang keinginan dan kebutuhannya.
Terlebih jika kelak mereka sudah memasuki tahap sekolah, jika mereka merasa gagal memenuhi tuntutan yang berupa keputusan orangtua, maka mereka dapat mengembangkan perasaan rendah diri mengenai kemampuan, bakat, dan passion-passionnya.