Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama FEATURED

Kemiskinan dan Minimnya Upaya Penyelesaian Konflik

13 Maret 2020   22:24 Diperbarui: 16 Juli 2020   11:17 1204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Kemiskinan (KOMPAS/AGUS SUSANTO)

Budhe saya pun teringat bahwa Hpnya tadi ditaruh di kursi teras depan rumahnya. Tetapi saat kembali Hpnya sudah tidak ada. Berita tentang Hpnya budhe saya yang hilang pun mulai tersebar dari mulut ke mulut. Dan yang mereka curigai adalah Pak M karena dia sering mencari makan kambing di sekitar rumah budhe saya.

Tetapi Pak RT tidak bertindak apa-apa, bahkan menanyai Pak M pun tidak berani. Akhirnya budhe saya mengikhlaskannya.

Ini bukan pertama kalinya budhe saya kehilangan Hp. Dulu sewaktu suaminya belum meninggal, mereka bersama warga menjenguk anak Pak RT. Sepulang dari menjenguk anak Pak RT, pakde saya baru sadar bahwa Hp yang ditaruh di saku celananya tidak ada. 

Warga pun menuduh Pak C, adiknya Pak M lah yang mengambil, karena tadi pakde saya duduknya di sebelah Pak C. Tapi tuduhan-tuduhan itu hanya dilakukan di belakang Pak C, tidak berani di depannya. Pak RT juga diam saja.

Pak C dijuluki si maling di desa saya. Bahkan Pak C dan Pak M dijuluki keluarga maling. Tapi tentu saja julukan itu disematkan secara diam-diam tanpa sepengetahuan mereka.

Julukan itu disematkan sejak saya masih SD. Ceritanya Pak C ketahuan maling ayam tetangga saya, Mbah S. Mbah S panik bukan kepalang lalu langsung berlari ke pasar, karena ia yakin malingnya pasti menjualnya di pasar. Benar saja, sesampai di pasar Mbah S melihat Pak C menjual ayamnya Mbah S. Mbah S pun langsung membawa Pak C ke tetangga desa saya yang seorang polisi. 

Ke Pak Polisi Pak C hanya diberi peringatan untuk tidak mengulanginya lagi. Entah apakah Pak C mengulangi atau tidak, nyatanya ada lagi warga kampung yang kemalingan, yaitu rumah saya.

Saat itu saya masih SMA. Pagi itu kami sekeluarga kaget bukan main. Pasalnya pintu dapur bagian belakang dirusak orang. Hp ayah, dagangan ibu, dan beberapa uang tak ada. 

Nenek saya pun langsung menuduh Pak C yang mengambil dengan alasan bahwa sebelum terjadi pencurian itu Pak C mau berhutang rokok pada ibu, tapi ibu tidak memberikannya. 

Akhirnya Pak C mencuri rumah kami. Begitulah analisis nenek saya. Tapi tentu saja nenek saya tidak berani menuduh di depan Pak C, hanya bisik-bisik di belakang.

Minimnya edukasi tentang penyelesaian konflik di desa saya ini mengakibatkan kasus pencurian terus dilakukan secara berulang, bahkan menjadi candu bagi si pelaku dan menular ke warga lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun