Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nasionalisme Agnez Mo dan Fenomena Isu Nasionalisme

1 Desember 2019   00:10 Diperbarui: 1 Desember 2019   00:30 506
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di dalam Undang-Undang nomor 3 tahun 2002 pasal 9 ayat 1 disebutkan bahwa setiap warga negara memiliki hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam pertahanan negara. Dalam ayat 2 dijelaskan bentuk pertahanan negara bisa melalui pendidikan kewarganegaraan, pelatihan dasar kemiliteran, pengabdian sebagai prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan pengabdian sebagai profesi.

Maka penting sekali di sekolah-sekolah diajarkan pendidikan kewarganegaraan untuk menanamkan rasa nasionalisme pada diri siswa. Sehingga siswa akan tumbuh menjadi pribadi yang terbuka dengan hal-hal yang memajukan bangsa.

Tentang nasionalisme ini saya memiliki pengalaman ketika SMA. Dari SD hingga SMP saya bersekolah di sekolah negeri. Setiap hari Senin saya selalu melaksanakan upacara. Meski mungkin saat SD dan SMP itu saya kurang bisa menghayati kecintaan saya terhadap Indonesia tetapi saya bisa menyadari bahwa ini adalah bentuk penanaman nasionalisme.

Lalu ketika SMA saya masuk ke sekolah swasta berbasis Islam, awalnya saya kaget sekali karena sekolah saya ini tidak ada upacara bendera setiap hari Senin. Sehingga 3 tahun selama saya di SMA, otak saya di doktrin bahwa hormat kepada bendera itu adalah musyrik.

Ketika saya kuliah dan bertemu dengan teman-teman beranekaragam, ada yang dari Ngruki, Gontor, dan lain-lain, saya tahu bahwa tidak hanya di sekolah saya yang menganggap menyembah bendera itu musyrik, ternyata teman-teman saya banyak yang beranggapan seperti itu.

Ini gawat sekali, saya tidak menyalahkan sekolah Islam yang memang mulai berkembang, tapi yang saya ingin tekankan adalah doktrin yang salah kaprah bahwa menyembah bendera adalah musyrik.

Saya tahu sekolah-sekolah Islam Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah masih melaksanakan upacara dan pramuka (sekolah saya juga tidak ada pramuka), itu berarti ada golongan-golongan tertentu yang mendoktrin agar siswanya menganggap musyrik menyembah sang saka merah putih.

Pelatihan Dasar Kemiliteran telah banyak diadakan di kampus-kampus, tetapi kenyataannya hanya beberapa mahasiswa yang tergabung menjadi anggota Resimen Mahasiswa. Maka banyak mahasiswa yang kurang memiliki jiwa nasionalisme, sehingga mudah sekali masuk ke golongan yang terpapar radikal.

Banyak mahasiswa yang tidak tertarik pelatihan dasar kemiliteran ini karena mereka tidak tahu apa fungsinya, sedangkan mahasiswa lebih suka pengajian tentang pernikahan.

Bukan berarti pengajian tentang pernikahan tidak penting, ya penting tapi jika tidak dibarengi dengan pemahaman nasionalisme dimana perbedaan pendapat adalah suatu keragaman, bisa cekcok tiap hari, tidak ada yang mau mengalah karena merasa paling benar, padahal sebenarnya tujuannya sama, menunaikan perintah Allah. 

Seperti dulu waktu saya kuliah, dosen saya pernah menceritakan sebuah kasus tentang beda harakah (tempat ngaji), karena beda tempat ngaji maka banyak perbedaan pendapat, seperti antara menggunakan doa qunut atau tidak, lalu cekcok. Ini bahaya jika tidak memiliki jiwa nasionalisme.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun