Mohon tunggu...
Erni Lubis
Erni Lubis Mohon Tunggu... Guru - Pengajar dan pembelar

Mencoba menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kebiasaan Mengatur Hidup Orang Lain, Tepatkah?

16 November 2019   22:56 Diperbarui: 19 November 2019   19:03 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi memarahi dan mengatur orang lain. (sumber: 123rf.com)

Ilustrasi menilai orang lain. (sumber: pinterest.com/bridgetuc)
Ilustrasi menilai orang lain. (sumber: pinterest.com/bridgetuc)
Dan entah kenapa saya malah merasa tidak nyaman dengan Maya karena dia mengatur cara berpakaian Dina yang sebenarnya menurut saya cara berpakaian seseorang itu merupakan hal yang brsifat privasi dan senyaman mungkin dari diri kita, asalkan tetap sopan.

Kejadian kedua, ini terjadi pada saya sendiri dan Maya. Suatu ketika maya mengajak saya makan di luar. Saya hanya mengenakan sandal, tanpa kaos kaki. Karena saya terbiasa jika keluar rumah dalam kondisi santai hanya mengenakan sandal. 

Bagi saya kaos kaki digunakan untuk kegiatan formal seperti kuliah, sekolah, pengajian, dan lainnya. Tetapi Maya mempermasalahkan saya yang tidak mengenakan kaos kaki itu dan menyuruh saya masuk kembali ke dalam kost untuk mengenakan kaos kaki. 

Demi menjaga hubungan harmonis dan tidak mau ribut-ribut hanya gara-gara kaos kaki, saya pun kembali masuk kost dan mengenakan kaos kaki. Lalu Maya menceramahi saya, katanya kalau saya tidak pakai kaos kaki nanti kalau ada laki-laki yang melihat kaki saya bagaimana. 

Saya pun hanya diam saja, lagi-lagi, saya paham maksud Maya tetapi saya memang lebih nyaman untuk tidak mengenakan kaos kaki jika memang hanya dalam kegiatan santai. Dan jujur saja saya tidak nyaman diatur-atur oleh Maya.

Kejadian ketiga, meninggalkan kisah Maya. Kegiatan mengatur orang lain selanjutnya dilakukan oleh Budhe saya yang bekerja di Jakarta. Waktu itu saya baru lulus kuliah, kemudian budhe saya terus-terusan menghubungi saya untuk diajak ke Jakarta bekerja, katanya di depan kontrakannya ada open recruitment cleaning service di sebuah rumah sakit. 

Saya tidak begitu perduli dengan ajakan budhe saya itu, karena sebenarnya saya sudah terikat dengan pekerjaan lain hanya saja memang saya tidak pernah membicarakan kepada siapapun, bagi saya ini hal privasi. 

Dan saya juga tidak tertarik mencari pekerjaan di Jakarta, kalaupun tertarik, tentu saya akan mencari pekerjaan yang membuat saya bisa berkembang menjadi lebih baik dan tentu saja saya lebih memilih jauh dari budhe saya daripada numpang hidup dengan beliau lalu di atur-atur. 

Meski saya sudah menunjukkan tanda cuek, tidak peduli, masa bodoh, dan bodo amat kepada budhe saya, beliau tetap memaksa saya untuk datang ke Jakarta, bahkan bilang kalau saya tidak ke Jakarta saya akan menyesal. Saya pun tidak begitu peduli dengan ancaman budhe saya, toh sampai sekarang hidup saya baik-baik saja meski saya tidak menggantungkan hidup pada orang lain dan pada Jakarta.

Kejadian keempat, kegiatan mengatur hidup orang lain ini dilakukan oleh ibu saya. Ibu saya mempermasalahkan pakde saya yang bekerja di Semarang, padahal di desa sedang ada kerja bakti. 

Ibu saya terus menghubungi pakde saya supaya pulang karena tidak enak dengan tetangga jika dia tidak ikut kerja bakti. Bagi saya, sikap ibu saya yang mengatur hidup pakde saya ini juga tidak tepat. Setiap manusia memiliki kesibukan masing-masing. Ada keluarga yang harus dinafkahi juga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun