Mohon tunggu...
Hermanto P
Hermanto P Mohon Tunggu... wiraswasta -

Hermanto P Pasaribu, SH lahir di Tapanuli Utara, 5 September 1992. Lulus dari Fakultas Hukum Universitas Katolik Santo Thomas, Sumatera Utara. Tulisan ini tidak bermaksud untuk mendiskreditkan. Namun sebagai acuan untuk Indonesia yang lebih baik. Demi mengejar cita-cita negara yang maju dan sejahtera, mari memilih pemimpin yang betul-betul bekerja untuk rakyat.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hukuman Mati Solusi Korupsi

3 Oktober 2018   08:30 Diperbarui: 3 Oktober 2018   08:35 907
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber foto: alfinlatife.blogspot.com)

Korupsi merupakan aib dan permasalahan terbesar negeri ini. Tanpa rasa malu dan berdosa, korupsi dipraktekkan dengan leluasa atau bahkan mungkin dianggap sebagai perestasi. 

Berbagai cara telah dilakukan dengan tujuan untuk menekan angka korupsi. Mulai dari reformasi birokrasi, hingga pengajian ulang undang-undang. Namun kenyataannya, korupsi sudah menjadi budaya dinegara ini.

Hukuman mati untuk para koruptor pernah ramai diperbincangan disegala penjuru negeri ini. Alhasil, topik itu menimbulkan pro dan kontra. Yang pada akhirnya tidak menemukan titik terang hingga saat ini. 

Ketika hukuman mati disarankan sebagai solusi pemberantasan korupsi, banyak para pemuka negeri ini yang terbirit-birit. Hingga pada akhirnya,  drama yang mengatas namakan ini dan itu dijadikan sebagai alat untuk menjegal hukuman mati bagi koruptor. 

Dinegara Cina, koruptor dihukum mati tanpa mengenal rasa ampun. Bahkan di Arab Saudi, koruptor dihukum mati dengan cara dipancung. Sementara di Indonesia, koruptor hidup tenang seakan tidak berdosa. Bahkan dengan santainya melambai didepan kamera awak media. 

Ketika seorang pejabat dijerat hukum karena kasus korupsi, dengan santainya dia akan mengatakan bahwa "saya sedang difitnah, saya itu dijebak. Ditambah lagi dengan ruangan sel para tahanan kasus korupsi yang sangat mewah ibarat hotel. 

Hukuman terhadap koruptor dinegara ini tergolong ringan. Bahkan terkesan bebas kemana-kemana sekalipun sudah divonis dan dimasukkan kebalik jeruji besi. Sebut saja seperti Gayus Tambunan, seorang koruptor terpidana yang dengan bebasnya keluar dari penjara untuk menonton pertandingan tenis di Bali. Ditambah lagi dengan kelakuan para koruptor yang sibuk dengan skenario drama ketika dipanggil oleh KPK. Ada yang beralasan sakit, bahkan mungkin ada yang berpura-pura lupa ingatan. 

Di dalam penerapan hukuman terhadap tindak pidana korupsi, bisa dikatakan bahwa negara ini perlu melakukan amandemen dan pengkajian ulang kembali.  Hukuman mati perlu dicantumkan didalam undang-undang tindak pidana korupsi. 

Jika hukuman mati diperlakukan untuk beberapa tindak pidana kejahatan, maka sudah sepantasnya juga bila vonis mati ditujukan kepada para koruptor. Hukuman mati memang kerapkali mengundang kontroversi dinegara ini. Sebab hukuman mati bertentangan dengan penerapan sistem Hak Asasi Manusia. 

Jika hukuman mati bertentangan dengan HAM terkait alasan merenggut hak hidup (nyawa), lantas bagaimana dengan nasib ratusan juta jiwa rakyat Indonesia yang telah menjadi korban dari kebiadaban koruptor? 

Bayangkan saja ketika uang bantuan sosial dikorupsikan oleh para pejabat. Sementara uang bantuan sosial tersebut sangatlah dibutuhkan oleh para rakyat. Bahkan menyangkut keberlangsungan hidup banyak orang.  Dalam hal ini jelas sekali jika pejabat koruptor sudah merenggut hak asasi banyak orang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun