Mohon tunggu...
Sarianto Togatorop
Sarianto Togatorop Mohon Tunggu... Guru - Pengajar yang menyukai kebebasan

Seseorang yang tak tahu kalau dia ada

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Membunuh Suami, Istri Dihukum Mati dan Anak Jadi Yatim Piatu

5 Juli 2020   12:05 Diperbarui: 5 Juli 2020   12:07 328
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak kecil yang sedih (sumber: endrosefendi.com)

Beberapa Kejanggalan
Dikutip dari berbagai sumber berita, beberapa kejanggalan bermunculan dalam pemeriksaan kasus ini, di antaranya:

  • Posisi jenazah di baris kedua. Jika ini adalah kecelakaan kenapa jenazah korban ditemukan di baris kedua seat, bukan di seat pengemudi. Kemudian posisi jenazah ditemukan dalam posisi terbaring, bukan duduk di seat pengemudi. Kemudian jika ada orang lain yang mengemudikan mobil, ke mana dan bagaimana kondisinya, mengapa tidak ada tanda-tanda pengemudi mengalami luka
  • Korban hampir tidak pernah meninggalkan rumah sepagi itu. Biasanya korban akan berangkat bekerja setelah lewat pukul 05.00 WIB, tidak pernah sebelum itu
  • Tempat kecelakaan yang berbeda dari rute bekerja korban. Kenapa korban menuju arah Berastagi sementara PN Medan ada di Kota Medan
  • Seragam yang digunakan korban. Korban adalah humas PN Medan, sebelumnya telah mengumumkan bahwa hari Jumat (tepat dengan hari pembunuhan korban) kegiatan senam ditiadakan, sehingga seluruh pegawai PN Medan tetap menggunakan batik. Namun pada saat ditemukan, korban menggunakan seragam olahraga, padahal korban sendiri yang membuat pemberitahuan bahwa pada hari itu seluruh pegawai wajib mengenakan batik
  • Zuraida menolak jenazah suaminya divisum. Mengingat korban adalah hakim, maka demi hukum otopsi tetap dilaksanakan dan ditemukan bahwa penyebab kematian adalah kondisi lemas, kekurangan oksigen
  • Pengakuan Zuraida, istri korban yang mengatakan bahwa belakangan ini rumah mereka sering diteror dan pagar rumah ditabrak orang tak dikenal. Menurut Kenny, putri sulung korban, pagar rumah mereka tidak pernah mengalami kerusakan.

Dari kejanggalan-kejanggalan inilah akhirnya kasus ini dapat diungkap.

Hukuman Mati
Sidang Putusan PN Medan, Rabu, 1 Juli 2020 memutuskan bahwa Zuraida secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana terhadap hakim PN Medan, Jamaluddin, yang tak lain adalah suaminya sendiri. Kepadanya, majelis hakim yang diketuai Hakim Erintuah Damanik, memberikan vonis hukuman mati.

Jefri yang merupakan pelaku pembunuhan divonis hukuman seumur hidup sementara Reza yang membantu aksi pembunuhan ini divonis hukuman 20 tahun penjara. Hukuman yang secara hukum tertulis mungkin setimpal, namun apakah nyawa setimpal dibalas dengan nyawa?

Dampak lain dari hukuman ini adalah terhadap Kanza, puteri kecil Jamaluddin dan Zuraida. Kehilangan ayah yang dibunuh oleh ibu kandungnya, tepat di sebelahnya, kini akan merasakan kehilangan kedua setelah ibunya juga dijatuhi hukuman mati. Tinggal menunggu waktu, Kanza akan menjadi anak yatim piatu.

Anak yang menjadi korban
Berkaca dari kasus ini, anak adalah korban terbesar dari ketidakadilan orangtua dalam memutuskan pilihan dalam hidup mereka. Terlepas dari benar tidaknya isu perselingkuhan di tengah rumah tangga keduanya (saya pun tak ingin jauh ke sana), apakah orangtua, dalam hal ini mungkin ibunya sendiri tidak memikirkan hingga jauh dampak dari perbuatannya bagi kehidupan anaknya.

Suami istri yang bercerai saja membawa kekacauan dalam dunia anak karena kedua orang tuanya akan menjalani kehidupan berpisah dan anak dalam kebingungan akan mengikut siapa. Ikut ayah, tak ingin kehilangan ibu. Ibu ibu, tak ingin kehilangan ayah. Lalu tinggallah anak besar dalam emosi yang tak sehat menghadapi kehidupan yang tak damai namun dipaksakan tetap damai. Sebab selagi keterpisahan orang tua masih terpampang nyata, anak akan melihat bahwa berdamai itu hanya dongeng.

Belum lagi apa yang terjadi pada Kanza, puteri kecil Jamaluddin dan Zuraida. Kehilangan kedua orang tuanya dalam tragedi pembunuhan yang justru dilakukan oleh orang yang seharusnya melindungi masa depannya. Ibu membunuh ayah, lalu ibu mendapat hukuman mati.

Bagaimana nasib anak ini nantinya? Saya tidak mengkhawatirkan kebutuhan hidupnya, tapi dampak psikologis yang akan dideritanya seumur hidup. Saat ini mungkin ia tidak mengerti, namun kelak saat ia mulai mampu memahami kehidupan, sanggupkah ia menerima kepahitan ini?

Akhirnya, saya tidak bermaksud menggunakan kasus ini untuk kepentingan pemberitaan, namun satu hal yang cukup mengganggu saya dan memutuskan untuk menulis artikel ini adalah Kanza.

Gadis kecil yang menanggung konsekuensi besar dari keputusan orang tua yang tak adil bagi Kanza. Mengapa mengorbankan Kanza atas kesalahan kedua orangtuanya. Kasus ini menjadi pengingat bagi kita, bahwa sebagai orang dewasa justru kita sering tak dewasa dalam memutuskan apa yang terbaik bagi hidup anak-anak kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun