Mohon tunggu...
Sarianto Togatorop
Sarianto Togatorop Mohon Tunggu... Guru - Pengajar yang menyukai kebebasan

Seseorang yang tak tahu kalau dia ada

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Degradasi Atlet, Bukti Tidak Main-mainnya PBSI

22 Mei 2020   14:46 Diperbarui: 22 Mei 2020   22:37 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(KOMPAS.COM/GARRY LOTULUNG)

Namun satu pertanyaan muncul di benak saya, “Jika alasan pemberian status magang, kenapa Tontowi memutuskan untuk gantung raket, bukankah dia masih bisa berprestasi di luar PBSI?”. 

Vita Marissa dulunya mundur dari PBSI dan memutuskan menjadi atlet profesional, namun berhasil menjuarai beberapa kejuaran internasional dengan status pemain profesional. Hendra setiawan juga mengambil langkah yang sama. Tontowi tak perlu takut tak memiliki tandem. Untuk pemin sekelas Tontowi saya rasa banyak yang ingin menjadi duetnya.

Beberapa mantan pemain PBSI pun ramai merespon pengunduran diri Tontowi. Diantaranya Sonny Dwi Kuncoro dan Ricky Karanda Suwardi lewat instagram mereka menyebutkan degradasi di PBSi kurang menghargai atlet. 

Keputusan degradasi tentu tidak mudah diterima atlet, apalagi bagi mereka yang sudah berprestasi. PBSI menjawab bahwa degradasi berjalan sesuai aturan dan tetap ada komunikasi antara pengurus, pelatih dan atlit.

Inilah salah satu efek negatif sistem degradasi PBSI. Pemain yang sudah berprestasi pun tidak luput dari pemantauan. Juara olimpiade sekali pun tidak ada jaminan akan tetap bertahan di PBSI. Satu-satunya senjata eksistensi adalah prestasi. Jika ingin bertahan, maka tunjukkan prestasi. Nama besar bukan berarti jaminan, tapi mungkin bisa jadi pertimbangan.

Mari berandai-andai tidak ada sistem degradasi di PBSI. Apa kemungkinan yang akan terjadi? Pertama, stok pemain akan diisi nama-nama yang itu-itu saja. Pemain senior akan mengisi daftar pemain yang akan mengikuti turnamen. 

Tidak ada persaingan. Pemain junior sulit untuk berkesempatan untuk mendapatkan peluang. Pemain senior akan merasa nyaman sebab tempat mereka tidak akan tergantikan. Pemain yang telah berprestasi akan merasa puas, posisi mereka tidak akan terancam. Mengapa PBSI mengambil langkah ini? Saya yakin PBSI telah melihat gejala ini di kalangan atlet.

Kedua, tidak ada efisiensi dana. Atlet yang diberangkatkan mengikuti turnamen bisa kurang termotivasi untuk berprestasi. Posisi mereka yang sudah tak tergantikan, prestasi bukan lagi alat bertahan. Untuk mengikuti turnamen, PBSI tentu mengeluarkan biaya yang tak sedikit, namun besarnya biaya itu akan terbayar jika gelar yang dibawa pulang juga sesuai harapan.

Ketiga, tidak ada persaingan. Tanpa degradasi, tak akan ada persaingan. Untuk melahirkan yang terbaik, harus ada persaingan yang sehat. 

Persaingan akan membuat setiap atlet terus berlomba untuk maju, meningkatkan kemampuan dan meraih prestasi untuk tetap bertahan. Ini memang memiliki dampak negatif, atlet bisa tertekan oleh persaingan yang sengit. Namun, bukankah itu adalah kompetisi itu sendiri. Alam akan memilih siapa yang terbaik.

Degradasi memang memiliki dua sisi. Tapi ini menimbulkan kompetisi. Semakin ketat kompetisi, akan semakin besar usaha atlet untuk memenangkan kompetisi. Dan juara sejati lahir dari kompetisi. Nama-nama besar yang terdegradasi pun akan segera diisi oleh pemain lain yang tentu telah melewati kompetisi ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun