Mohon tunggu...
Sarianto Togatorop
Sarianto Togatorop Mohon Tunggu... Guru - Pengajar yang menyukai kebebasan

Seseorang yang tak tahu kalau dia ada

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Covid-19: Masa Bodoh, Terpaksa, dan Merasa Kebal

21 Mei 2020   07:00 Diperbarui: 21 Mei 2020   07:03 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Membaca judul tulisan ini, saya yakin di pikiran kalian akan langsung terlintas bagaimana masyarakat kita menghadapi pandemik Covid-19. Ya, kalian tak salah. Sangat mudah ditebak bukan, sebab kita menghadapi ketiga tipe manusia ini dalam keseharian kita. Mereka ada, nyata, dekat dengan kita, dan bahkan mungkin kita adalah salah satu di antaranya.

Virus Corona mulai dikenal publik di akhir 2019, menyerang penduduk di kota Wuhan, China. Virus ini diyakini berkembang pada hewan liar seperti kelelawar dan mulai menjangkiti manusia. Aktifitas perdagangan hewan liar dicurigai menjadi media penyebaran virus ini, untuk pertama kalinya menjangkiti manusia. 

Dari Wuhan virus ini terus menyebar ke berbagai negara dengan cepat. Mobilitas penduduk dari China ke berbagai negara menyebabkan penyebaran virus ini menyebar ke berbagai negara dengan cepat. Masa inkubasi sekitar 14-19 hari menyebabkan orang yang terinveksi virus ini tidak langsung menunjukkan gejala sehingga tetap beraktifitas dan kontak fisik dengan orang lain. Faktor ini juga yang menyebabkan penyebaran virus ini sulit diamati pada awalnya.

Pada awalnya, pemerintah Indonesia, melalui menteri kesehatan memberi pernyataan bahwa kasus Corona belum ditemukan di Indonesia, namun sempat diragukan oleh pihak luar yang menyatakan bahwa dengan kondisi masyarakat Indonesia, mereka hampir memastikan virus ini sudah masuk ke Indonesia.

Tak berselang lama, kasus pertama dilaporkan dan diikuti oleh kasus berkutnya hingga kini telah melampaui 19.000 kasus. Sangat menakutkan. Dalam beberapa bulan, ribuan orang di berbagai negara dihantui rasa takut sebab hingga saat ini belum ada vaksin yang dinyatakan mampu melumpuhkan virus ini. Jumlah pasien yang meninggal terus bertambah seiring jumlah yang terinveksi juga meningkat.

Lalu bagaimana dengan Indonesia? Tentu sebagian (besar menurut saya) mengalami hal yang sama: takut dan bahkan hingga merasakan paranoid terhadap penyakit ini. Pemerintah cepat tanggap dengan menerapkan isolasi bagi penderita bahkan siapa pun yang dianggap potensial tertinveksi virus ini. 

Beberapa daerah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga pemerintah menerapkan larangan operasi transportasi, melarang mudik, mewajibkan untuk tetap di rumah, bekerja dari rumah, sekolah dari rumah dan tetap menggunakan masker, hindari kontak fisik dengan orang lain.

Tidak semua patuh. Inilah masalah di Indonesia. Patuh itu sesuatu yang terasa langka. Muncullah berbagai tipe masyarakat dalam menghadapi pandemi ini. Bagi yang patuh tentu tidak menjadi masalah, namun bagi yang tidak patuh, tentu menjadi sumber masalah bagi yang patuh.

Pertama, Masa Bodoh. Masyarakat yang masa bodoh atau tak terlalu peduli pada gentingnya situasi ini. Entah karena mereka tidak percaya betapa berbahaya dan mudahnya virus ini menjangkiti manusia. Masyarakat tipe ini merasa tidak terjadi apa-apa dan semua berjalan seperti biasa. Mereka mungkin tipe orang yang merasa bahwa orang-orang yang mengikuti anjuran pemerintah sebagai orang-orang yang pantas ditertawakan. Bahayanya, mereka inilah yang menjadi sasaran empuk penyebaran virus.

Aktivitas jual beli di pasar tradisional menjadi tempat yang sangat rentan bagi penularan virus ini. Kegiatan jual beli di mana orang-orang berkumpul, berdesakan, kontak fisik dengan tanpa menggunakan alat pelindung diri menyebabkan virus ini dapat menyebar dari satu orang ke beberapa orang lainnya. Lalu dari beberapa orang, ke lebih banyak orang lainnya. Semakin banyak yang masa bodoh, semakin jauh virus ini dapat menginveksi masyarakat. Mereka benar-benar masalah!

Dalam sebuah pemberitaan, di salah satu provinsi di Indonesia, pemerintah daerah menetapkan bahwa cluster terbesar dalam penyebaran virus Corona terjadi di pasar tradisional. Mayoritas kasus Covid-19 di daerah tersebut terinveksi dari aktivitas di pasar tradisional. Banyak pedagang yang tidak memperlengkapi diri dengan APD yang memadai sebagai upaya mencegah terinveksi. Diketahui beberapa pedagang terinveksi dan menularkan ke beberapa pelanggan, mungkin lewat udara atau bisa juga lewat bahan dagangan dan uang yang mereka sentuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun