Mohon tunggu...
Sari Agustia
Sari Agustia Mohon Tunggu... Penulis - IRT, Penulis lepas

Tia, pangillan akrabnya, menekuni menulis sejak tahun 2013 sampai sekarang. Sebuah karyanya, novel Love Fate, terbit di Elex Media Komputindo pada tahun 2014. Saat ini aktif menulis bersama beberapa komunitas dan Indscript Creative

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar Daring Melatih Komitmen dan Kejujuran Anak

19 Juli 2021   20:42 Diperbarui: 19 Juli 2021   21:06 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi desain pribadi

Bagaimana seorang ibu mengasuh anaknya akan sangat terpengaruh dengan kebiasaan bagaimana dia diasuh dahulu saat kecil.

Setuju dengan pendapat di atas?

Meskipun tidak seratus persen setuju semua bisa diadaptasi, tetapi saya menyakini hal itu sangat benar. Role model saya adalah ibu sendiri dalam mengasuh anak-anak. Inginnya sih bisa sama sabar, tenang, dan tekunnya, tetapi saya paham bahwa saya orang berbeda dengan ibu. 

Selain itu, saya pun menikah dengan orang yang bukan Ayah. Jadi, sudah barang tentu anak kami akan sangat berbeda.

Anak juga diasuh sesuai zamannya. Meski saya menolak sekuat hati suatu kemajuan zaman, nyatanya anak hidup di masa sendiri. Contohnya yang terjadi sekarang pandemi. Sudah lebih dari setahun anak-anak belajar dan suami bekerja dari rumah. Ada saat kehadiran mereka recok buat saya. 

Ujung-ujungnya saya kompromi dengan keadaan harus punya aktivitas sendiri yang menyenangkan hati. Mengupayakan diri waras supaya nanti bisa berperan tetap prima di rumah.

Kemajuan zaman yang ingin saya tolak adalah penggunaan gadget pada anak usia dini. Sudah banyak literasi dan contoh yang menyatakan itu tak baik bagi anak. 

Namun, nyatanya penggunaannya di rumah tidak bisa ideal. Keadaan sulit terjadi karena benda yang sebelumnya dilarang justru sekarang adalah yang paling membantu belajar. Penggunaan gadget yang dulu hanya di akhir pekan, sekarang harus diatur per jam. 

Bahkan, saat mendampingi mereka belajar pun pada akhirnya bisa lebih mudah dengan ponsel dalam genggaman, baik untuk komunikasi dengan guru sekolah atau mencari informasi berlayar di internet. Beda banget kan dengan bagaimana dulu ibu saya menemani belajar dengan modal buku bacaan yang banyak. 

Kalau zaman saya dulu, reward setelah belajar adalah nonton televisi, yang pun terbatas karena iklan banyak atau tak banyak siaran hiburan. Kini, berubah ragam jadi main game online, via laptop atau ponsel, dan tayangan televisi pra-bayar atau Youtube. Rasanya justru tak ada habis hiburan anak masa kini.

Namun, di luar kemudahan dalam belajar di dunia digital, kemudian tantangan datang. Belajar daring ternyata butuh beberapa perhatian terutama mengenai bagaimana mengenalkan anak dengan komitmen dan kejujuran. 

Apa itu komitmen?

Komitmen adalah bentuk kesadaran mereka mendahulukan kewajiban dari pada haknya. Dia wajib memakai laptopnya dulu untuk belajar di atas bersenang-senang main game online atau nonton video di Youtube. 

Seringnya yang terjadi malah dia mengikuti kelas belajar, tetapi layarnya bisa berselancar ke mana-mana. Akhirnya, konsentrasinya buyar, materi ajar tidak diterima dengan baik, dan tugas tidak dikerjakan. Ujungnya adalah kemarahan orang tuanya didapat.

Lalu, kejujuran. Mengapa ini penting?

Sepahit apa pun saya selalu berusaha jujur padanya. Bagi saya kebohongan adalah sumber malapetaka, sumber penutup rezeki dan keberkahan. Mungkin orang bisa memaafkan kebohongan kita, tetapi tidak akan lupa dan bisa saja jadi selalu waspada. 

Nyatanya, setiap kurang jujurnya dia dalam mengikuti pelajaran akan tercermin dari hasil ulangan dan tugasnya yang tak selesai. 

Hal ini bukan masalah nilai belaka yang harus terdepan. Kami sadar tak mungkin semua hal dia kuasai dengan sempurna, minimal cukup dengan batas lulusnya saja. Kala sempat dia melihat nilainya kurang  dari batas minimal dan sedih. 

Di saat dia belajara dan sadar bahwa ada konsekuensi dari setiap perbuatan. Namun, dia harus tahu tak selamanya kami ada. Ada masa tak bisa kami selalu tolong dia. 

Pada akhirnya di tengah keadaan yang tak ideal kami mencoba terus bertahan. Belajar online tak mudah tapi bukan tak mungkin bisa berhasil. Semoga anak-anak makin mengerti dan paham tugasnya.  

Saya bertekad makin menguatkan kesabaran diri, menghilangkan prasangka, memberi keleluasaan mereka berekspresi demi semata membekali mereka berjuang di zamannya sendiri. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun