"Namanya Gana!" kataku sambil melayangkan pandangan pada seorang lelaki kecil berumur empat tahun yang sibuk berlarian  di antara kursi restoran.
"Anak siapa Rie?" tanya Jeyhan sahabat terbaikku sejak jaman kuliah.
Kami bertemu lagi setelah reuni akbar lima tahun lalu, sebenarnya komunikasi kami tidak pernah terputus meskipun secara fisik kami tidak bertemu. Karier Jeyhan sebagai psikiater semakin menanjak saja dan merupakan psikiater terkenal di kota ini.Â
"Anakku lah Jey! Kamu ingat, waktu aku baru menikah dengan Joe aku sudah menyiapkan nama Gana dari Gegana sebagai nama lelaki kecilku. Aku ingin anak laki-laki yang kuat dan Gana adalah pelindung kakak-kakaknya sepeninggal Joe enam tahun lalu!"
Pandanganku tak sekejap pun beralih dari anak laki-laki yang terus saja bergerak tanpa lelah. Kaos putihnya sudah basah oleh keringat, rambut keritingnyapun juga lepek. Tapi kaki kecil anakku seperti per yang terus saja melompat kesana kemari.
"Rie!" guncangan di tanganku mengalihkan lamunanku. Jeyhan menatapku lekat-lekat tak berkedip," Anak yang mana lagi? Joe sudah pergi enam tahun lalu sementara dokter sudah memvonismu tak akan bisa melahirkan lagi semenjak kecelakaan sembilan tahun lalu. Rahimmu sudah diangkat Rie! Dan kamu harus menerima kenyataan ini. " tandas Jeyhan tegas.
#poeds 311016