Matahari sudah tenggelam dua puluh menit yang lalu, tapi Neena masih enggan beranjak dari bibir pantai. Pandangannya terpaku pada satu titik jauh di ujung, di kaki langit belahan bumi yang lain. Perempuan itu mencengkream butiran-butiran pasir, wajahnya mengeras. Sesaat kemudian dia berteriak dengan keras.
"Aaarrrrrgggghhhhhh!!!"
***
"Neena harus segera diterapi, Bu!" kata Pak Yudhi pada istrinya.
Bu Yudhi menatap sedih ke arah jendela, angin laut yang masuk tak lagi menyejukkan baginya. Sudah tujuh purnama Neena putrinya kehilangan keseimbangan berpikir. Kadang dia tertawa dan bersemangat membantu kedua orangtuanya mengelola rumah pantai sewa ini. Tapi lebih sering putrinya itu mengurung diri dalam kamar, dan menangis berhari-hari. Atau terpaku di bibir pantai hingga malam menjemput.
"Bu, " suara Pak Yudhi memenggal lamunan istrinya.
Bu Yudhi hanya menggelengkan kepala tanda pasrah dengan apapun yang akan diputuskan suaminya.
***
"Rafael akan melamarku, Zy!" seru Neena seraya mengguncang bahu Zyana saudari kembarnya.
"Benarkah? Aaaahhhhh!! aku ikut bahagia!" Zy meraih tangan Neena dan mengajaknya menari berputar-putar.
***