Mohon tunggu...
Sari Aryanto
Sari Aryanto Mohon Tunggu... Editor - fiksi diksi kopi, tiga hal yang membuatku lebih hidup

Perempuan biasa yang punya mimpi luar biasa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kabut di Perkebunan Teh

25 Agustus 2017   19:51 Diperbarui: 26 Agustus 2017   08:18 333
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Yuli mengernyitkan kening, dia heran mengapa perempuan yang hampir tak pernah bertegur sapa ini menanyakan hal itu. Lagi-lagi Mbah Sugi tersenyum, dia menyeruput teh yang disediakan.

"Kamu mencium bau bacin nggak, Nduk? Maksudku bau anyir seperti darah haid?" tanyanya lagi

"Bagaimana Mbah bisa tahu? Siapa sebenarnya Simbah?" Yuli balik bertanya.

Mbah Sugi tertawa terkekeh, suaranya menyeramkan mirip seperti kaokan burung gagak.

"Kamu akan tahu malam ini, sekarang Kamis Legi wuku Shinta, tepat dua tahun dia pergi. Terima kasih tehnya Nduk, yang sabar ya!" jawab Mbah Sugi, tanpa penjelasan lebih lanjut perempuan tua itu meninggalkan Yuli yang terpaku dengan wajah pias.

(bersambung)

#poeds

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun