Mohon tunggu...
sardjono adi
sardjono adi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Kalau Kita Mau, Pasti Tidak Ada yang Tidak Bisa #TAYTB

9 Mei 2019   16:17 Diperbarui: 9 Mei 2019   16:43 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dokumen pribadi : "senja di Batang Hari" )

Dengan tidak sengaja saya menyengol kursi tempat duduk sang debitur, awal mula petaka di bumi Sumatera. Sontak debitur tersebut marah besar, "anak tidak tahu sopan santun", mungkin pikirnya begitu. Tidak ada niat sedikitpundan memang tidak sengaja. Hari itu karma buruk benar-benar bekerja dengan baik terhadap saya.

Cerita saya memang tidak sedahsyat Bapak Karmaka Surjaudaja, bayi berumur 10 bulan sudah mengarungi Laut China Selatan, dari Fujian-Tiongkok menuju Nusantara. Saya jauh lebih beruntung, hanya menyeberang dari Pulau Jawa menuju Sumatera, itupun juga naik pesawat terbang.

Ada pepatah mengatakan "sometime our blessing can also become our curse".

Tahun 2011, saya sudah bekerja di Bank OCBC NISP, waktu itu saya bertugas sebagai Operation Officer(OO), sebuah cabang di kota Bogor. Suatu sore saya mendapat telepon dari atasan saya, yang mana saya harus bertugas di kota Jambi selama tiga bulan, karena staff di sana cuti panjang (maternity leave). Tidak sampai disitu, ada tugas tambahan untuk saya, yaitu me-maintenance debitur-debitur yang menunggak.

Pertanyaan pertama yang muncul dikepala saya, "kenapa saya?", kemudian di susul, "kenapa saya mau?". Pertama, tentu atasan saya mempunyai kepercayaan lebih terhadap saya, who knows?. Kedua, saya memang tidak bisa dan tidak biasa menolak jika diberikan sebuah tugas, jawaban saya pasti "siap Pak/Bu", kadang saya berpikir pepatah diatas benar adanya.

Setibanya di kota Jambi, saya langsung tancap gas, menuju debitur-debitur yang menunggak pembayaran, saya tandem dengan teman-teman collector, untuk menagih tunggakan debitur macet. Sampai dengan minggu pertama hasilnya nihil, bermacam alasan sudah saya kantongi, tidak mengapa alasan dulu yang saya kantongi...pikirku, mungkin esok hari hal lain lagi yang saya dapati.

Dan benar saja, tetapi nasib kurang baik di hari itu, ketika saya hendak turun dari motor, dari kejauhan sudah terlihat debitur "A" (menunggak 8 bulan) sudah mengacungkan goloknya, sambil berteriak "Mau Apa Kau?", spontan saya langsung bilang dengan collector saya, Muksit namanya, "ayoo Sit... kita pulang ke Jawa, eh maksud saya, ayoo kita balik ke kantor". Kami terbahak waktu itu, dan masih terbahak sesampainya di kantor, saya bilang ke Muksit, mungkin bapak tadi bosan liat tampang kau sit...kamipun terbahak. Yasudah besok saja kita datangi lagi, tegas saya.

Sore harinya, saya dan muksit mengunjungi debitur "B", kali ini sudah pertemuan kedua. Sepuluh menit pertama, kami ngobrol dengan tema-tema yang sangat "renyah", acap kali saya melempar gurauan-gurauan garing. Saya : cuaca kota Jambi yang panas, dengan hiasan kabut asap setebal bus metromini di jalan Sudirman. Kemudian ada sebuah tempat di tepian sungai Batang Hari disebut Ancol, "saya di Jambi atau di Jakarta sih...?".

Obrolan seperti itu saja membuat kita semua terbahak, tapi sudah barang tentu tidak membuat saya dan Muksit lupa tugas utama kita, harus menagih tunggakan. Suasana berubah kita saya bacakan "sejarah singkat tagihan", niat saya ingin melucu, tetapi debitur "B", tidak ada niat untuk tertawa, mengerenyitpun tidak. Setelah pembacaan selesai, debitur "B", langsung berkata "saya sudah tidak mampu bayar, kau mau apa?". Menurut pengalaman saya, menghadapi tipe debitur seperti ini, saya harus tarik ulur, seperti bermain layang-layang, jadi saya niatkan untuk undur diri.

Nasib saya memang sedang tidak baik di kota ini, pada saat akan keluar halaman sang debitur "B", kaki saya menyenggol kursi tempat sang debitur duduk, sontak debitur tersebut marah besar, "anak tidak tahu sopan santun", mungkin pikirnya begitu. Padahal tindakan saya tidak ada tendensi apapun, dan memang tidak sengaja. Hari itu karma buruk benar-benar bekerja dengan baik terhadap saya.

Debitur "B" tidak memberikan saya kesempatan untuk meminta maaf dan langsung mengeluarkan jurus-jurus pencak silat, tentu saya reflek menghindar. Warga sekitar langsung melerai, dan mereka yang malah meinta maaf dengan kelakuan debitur "B", beliau memang sedikit tempramen. Lagi, kami pulang dengan tangan kosong, Outstanding cabang semakin membengkak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun