Mohon tunggu...
Indra Sarathan
Indra Sarathan Mohon Tunggu... -

Guru bahasa Indonesia yang baik dan bener.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pram dan Plagiarisme

18 Juni 2014   11:10 Diperbarui: 20 Juni 2015   03:17 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Konon pada 1949, Pram jadi tahanan paling kaya di penjara Belanda, Bukitduri, Batavia—Pram seorang tentara Republik Indonesia ditahan Belanda 1947-1949 di Jakarta, meski sudah merdeka, Belanda baru mengakui kedaulatan Indonesia 1949. Ini gara-gara tulisannya yang berjudul Perburuan diseludupkan Prof. Resink ke luar penjara lalu diberikan kepada H.B. Jassin lalu diikutsertakan dalam Sayembara Penulisan Novel Balai Pustaka—tanpa sepengetahuan Pram—mendapat hadiah pertama sebesar Rp1.000, meski konon lagi naskah itu sebenarnya datang sudah terlambat kepada panitia (tentang konon-konon ini lihat Menggelinding 1, 2004). Namun, tulisan ini bukan tentang seberapa kaya Pram waktu itu, saya lebih senang membuka kemungkinan Pram melakukan plagiat atas karya yang membuat ia menjadi tahanan terkaya di penjara Bukitduri itu, Perburuan (1949). Mengingat kasus penjiplakan karya sastra paling masyhur, kita tentu terlalu sering membicarakan roman Tenggelamnya Kapal van Der Wijk (1939 yang pertama terbit sebagai cerbung di majalah Pedoman Masyarakat, 1938) karya Buya Hamka yang dituduh menjiplak karya J.B. Alphonso Karr, Sous les Tilleuls (1832)/'Di Bawah Pohon Tilia' melalui versi Arab yang ditulis Mustafa Luthfy Al Manfaluthy, Majdolin/'Magdalena: Di Bawah Naungan Pohon Tilia' (diterjemahkan kemudian oleh A.S. Alatas, 1963) oleh Abdullah S.P. yang konon nama samaran Pram di surat kabar Bintang Timur edisi 5, 7, dan 14 September 1962 yang segera melahirkan polemik besar sampai 1964. Namun, tulisan ini bukan tentang “Siapa Abdullah S.P.” atau “Bagaimana mungkin seorang kiai sejuta umat, patron moral, teladan agama melakukan pencurian buah pikiran?” basi, tapi menarik tentang ukuran plagiat yang ditudingkan pada Tenggelamnya Kapal van Der Wijk (TKvDW) karya Buya Hamka itu. Ukuran tuduhan plagiat itu seputar persamaan tema antara TKvDW dengan Magdalena—juga dibuktikan dengan persamaan banyak kalimat dan beberapa alinea yang hampir sama—yang Abdullah namai sebagai idea script (lihat Muhidin M. Dahlan, 2011. Aku Mendakwa Hamka Plagiat). Tentu usaha pembuktian karya sastra plagiat yang ditunjang riset ini sungguh mulia demi perkembangan karya sastra Indonesia yang berkualitas—jangan sampai ada lagi Kau yang Jatuh dari Bintang, cih, malu-maluin! Dalam benak Pram—yang pada saat itu sedang berlaga dgn panji “seni untuk rakyat”—ada cara untuk menyehatkan mentalitas seni, yaitu: memilih mana yang mesti dibabat dan mana yang harus ditumbuhkan. Mana gulma, mana padi. Mana yang mesti disiangi, mana yang dipupuk. Maka, plagiarisme adalah gulma yang musti dibabat. Saya kira pemikiran Pram ini masih relevan sampai saat ini, bahwa plagiarisme itu menjijikan! Namun, pembuktian plagiarisme itu memang harus ditunjang riset agar tak jadi fitnah. Omong-omong tentang riset plagiarisme karya sastra yang dilayangkan Abdullah S.P. yang ia namai idea script yang membandingkan Magdalena dan TKvDW adalah sebagai berikut:

Terjemahan harfiah, tersusun kalimat demi kalimat dari buku Manfaluthi Magdalena cetakan ke-11, 1951, hlm 259-60 Salinan tanpa perubahan tersusun kalimat demi kalimat dari buku Hamka TKvDW cetakan ke-7, hlm 186-87 Inti gagasan, baik Magdalena maupun TKvDW 0. (tak ada tanggal). 0. (Tak ada tanggal). 0. (Tak ada). 1. ... 1. Pergantungan jiwaku, Zainuddin. 1. (Tak ada). 2. Apakah artinya harta ini setelah kau hilang dari padaku, Stevan. 2. Kemana lagi langit tempatku bernaung, setelah kau hilang pula dari padaku, Zainuddin. 2. Pernyataan duka karena perpisahan. 3. Bahkan apa pula artinya hidup ini setelah aku kehilangan kau, setelah terputus purwadaksina duniaku dan duniamu? 3. Apakah artinya hidup ini bagiku, kalau engkau pun telah memupus namaku dari namamu! 3. - 4. Sungguh besar sekali harapanku hendak hidup demi kamu, hendak mempersembahkan kepadamu hari esok yang dirgahayu lebih2 lagi daripada yang pernah kaurindukan pada masa silammu. 4. Sungguh besar sekali harapanku hendak hidup didekatmu, akan berhidmat kepadamu dengan segenap daya dan upaya, supaya mimpi yang telah engkau rekakan sekian lamanya bisa makbul. 4. Harapan bersatu 5. Supaya dapat segala kesalahan yang telah kuperbuat terhadap dirimu kutebusi. 5. Supaya dapat segala kesalahan yang besar2 yang telah kuperbuat terhadap dirimu saya tebusi. 5. Janji bila bisa dapat bersatu dst. (Bintang Timur, "Lentera", 5 Oktober 1962 dlm Muhidin M. Dahlan, 2011). Saya kira usaha pemetaan idea script ini sangat tajam untuk membongkar kemungkinan-kemungkinan plagiarisme, tidak hanya membandingkan struktur kalimat yang sudah bisa dilakukan software. Namun demikian, bukan berarti tanpa masalah, karena kemudian akan muncul problem seberapa banyak persentase kesamaan ide, bentuk kalimat, rancangan paragraf yang sama yang bisa dikategorikan sebagai plagiarisme? Juga, dalam konteks interteks bahwa tidak ada teks yang otonom, terutama karya sastra, akan menyuguhkan persoalan lain. Berikut idea script yang membandingkan Tikus dan Manusia karya John Steinbeck dan Perburuan karya Pram yang saya buat: Terjemahan Of Mice dan Men, John Steinbeck:Tikus dan Manusia (1950), alih bahasa oleh Pram. terutama BAB I h. 7-11 Salinan tanpa perubahan tersusun kalimat demi kalimat dari buku Perburuan (1950) karya Pramoedya Ananta Toer cetakan ke-4 (1994) terutama mulai bagian III h. 88-89 Inti gagasan, baik Tikus dan Manusia maupun Perburuan 0. Dibuka dengan BAB I tentang pelukisan alam lingkungan. 0. Dibuka dengan bagian I tentang seorang kere dengan segala lingkungannya. 0. Sama-sama bercerita tentang perjalanan dua orang miskin/kere yang tersisih dari lingkungannya. 1. Kalimat pertama: Beberapa mil di seletan Soledad, Kali Salinas terjun dekat tebing bukit... 1. Bagian III kalimat pertama: Kolong jembatan Kali Lusi di Timur stasiun Blora itu gelap... 1. Sama-sama melukiskan kali/sungai. 2. ...Pada tepi yang satu menggarang sebuahanak bukit keemasan melengkung ke atas, menggabungkan diri dengan pegunungan cadas Gabilan... 2. Di seberang kali sana, pagar alam... dengan puncak-puncak yang keemasan. Dan bayangan jembatan yang hitam itumelengkung ke bawah... 2. Persamaan pelukisan bentang alam. 3. ...Kemudian dari arah jalan raya datang bunyi langkah kaki menyusupi daun-daunsycamore... dan muncullah dua orang dari jalan setapak ke tempat terbuka... 3. ...Tiba-tiba alang-alang di bawah kolong jembatan itu bergerak-gerak dan seorang kere muncul dari dalamnya... 3. Sama arti: menyusupi daun-daun; alang-alang bergerak-gerak 4. --Selanjutnya menceritakan tentang George dan Lennie, dua orang gelandangan yang memiliki tujuan hidup berbeda namun tetap mencoba bersahabat-- 4. --Selanjutnya bercerita tentang Hardo dan Dipo, dua orang kere yang memiliki banyak perbedaan pandangan hidup namun sama-sama menentang penjajahan Jepang-- 4. Sama ide: Hardo keras kepala dan teguh pendirian meski sering coba dipengaruhi oleh Dipo yang lebih pragmatis tapi Hardo tetap memegang teguh prinsip; Lennie keras kepala, idealis, dan polos yang coba terus dinasihati oleh George yang lebih rasional dan pragmatis. 5. --Kekuatan cerita ini terletak pada alur yang menyimpan klimaks di akhir cerita ketika George yang pragmatis pada akhirnya membunuh Lennie untuk menuntaskan segala “penderitaanya”.-- 5. --Klimaks Perburuan pun tersimpan di akhir cerita ketika Dipo yang pragmatis menebas kepala sedadu Jepang, menuntaskan segala dendamnya.-- 5. Alur: Sama-sama menyimpan klimaks di akhir cerita. Gagasan: Ketika George membunuh Lennie, Steinbeck menyinggung kekalahan pragmatisme (George) atas idealisme yang harus mati (Lennie); Juga dalam Perburuan, Pram menyinggung kehancuran pragmatisme (Dipo) dan idealisme yang hancur (Hardo) karena ternyata si gadis pun mati. Bukan kebetulan semata sewaktu Pram di penjara begitu produktif menulis, mungkin itulah hal yang paling memungkinkan yang bisa ia kerjakan untuk tetap menghidupi keluarga. Maka, tak heran jika selama di penjara Bukitduri, Pram menyelesaikan naskah buku Perburuan (1950), terjemakan Tikus dan Manusia (1950), Percikan Revolusi (kumcer, 1947-1949), Subuh (3 cerpen revolusi, 1950), Keluarga Gerilya (1950), Mereka yang Dilumpuhkan (1951), Bukan Pasarmalam (1951), Di Tepi Kali Bekasi (1951, dari sisa naskah yang dirampas Marinir Belanda pada 22 Juli 1947), Dia yang Menyerah (1951), dan Cerita dari Blora (1952). Namun yang paling mengherankan, ketika Pram menyadari bahwa karya sastra bisa bertaut dan saling mempengaruhi seperti karyanya Perburuan yang dipengaruhi Of Mice and Men karya John Steinbeck yang ia terjemahkan sendiri tapi kemudian tetap menyerang Hamka, katakanlah demikian, meski kalau ukurannya demikian, Pram pun bisa disebut plagiat. Hal ini menegaskan bahwa tuduhan Hamka plagiat hanyalah upaya politisasi yang perlu dijalankan pada saat itu--yang hebatnya melahirkan gagasan jenius tentang upaya pembuktian plagiarisme. Namun, yang belum jelas bagi saya adalah berapa presentase kesamaan suatu teks (ide, struktur kalimat/paragraf) dengan teks yang lain yang kemudian bisa dikategorikan plagiat? Atau plagiarisme hanya berlaku bila seseorang merasa dirugikan/dicuri gagasannya? Maka, pada titik ini, meski suatu teks lolos dari pembuktian pirantilunak pembanding teks belum tentu meyakinkan 100% bebas plagiarisme. Jika ada yang merasa dirugikan, niscaya persidangan para ahli atau pembentukan komisi kode etik bisa jadi solusi. Marhaban ya Ramadan!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun