Mohon tunggu...
Adi Pujakesuma
Adi Pujakesuma Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

KEBENARAN HANYA MAMPU DILIHAT MELALUI MATA KEMATIAN

Selanjutnya

Tutup

Money

Ragam Pustaka Kompas: Menyorot Kedigdayaan Industri Rokok di Indonesia

17 Januari 2017   17:13 Diperbarui: 17 Januari 2017   18:39 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber gambar:http://www.beritasatu.com/)

Ragam Pustaka KompasTeman saya, berinisial ISH ini paling gemar menyodorkan beberapa kliping koran yang menurutnya menarik sebagai sumber inspirasi. Apapun itu yang menurutnya unik pasti disprtir ke tempat saya, karena dia tahu kebiasaan saya menulis yang unik, akan tetapi tidak mencaci maki seseorang, terkecuali suatu hal yang menurut saya perlu diberi tahu, atau memang saya tidak mau tahu, bukan urusan saya!. Kali ini kliping koran tersebut mengsik risauku benar-benar tepat untuk disadur ke ranah publik.

Rubrik menarik tersebut ada pada halaman 24 Koran kompas, Sabtu 14 Januari 2017. Ragam Pustaka topiknya, mengulas “Membongkar Kebohongan Industri Rokok.”Cukup diakui hingga hari ini industri rokok eksis mempertahankan kerjaannya sebagai produsen rokok, meskipun “peringatan” merokok dapat merusak kesehatan, kejayaan industri rokok tak terbantahkan.

Guna menguatkan pijakan kaki-kakinya berbagai strategi pemasaran dilakukan demi meraih citra positif sejujurnya negatif. Iklan, diberbagai media dengan kekuatan dana super maupun kegiatan bernuansa kemanusiaan Corporate Sosicial Responsibility (CSR) hingga mendanai kegiatan-kegiatan olahraga, pertunjukan seni, ataupun menyasar pendidikan melalui program beasiswa.

Dasar kejayaan tersebut menjadikan kebanyakan kita terbiasa “berkhianat” pada aturan atau anjuran yang tertera di ranah publik. Slogan-slogan melalui teks-teks berbau peringatan atau pesan moral tertentu, pelan-pelan dicabut “kebermaknaannya” sehingga kata-kata itu menjadi hampa dan tidak lagi sakral. Lihat saja, betapa ketidaktaatan pada suatu slogan dimulai dari kantor-kantor pemerintahan bahkan di institusi pendidikan.

Beberapa kejadian diluar akal sehat manusia sering saya alami. Betapa saya begitu menderita saat menumpangi kendaraan umum (pete-pete), mendapati sopir yang rata-rata perokok berat, ditambah ada salah satu penumpangnya yang juga perokok, asapnya begitu mengganggu pernafasan saya ketika bernafas. Entah kemana otak mereka, abai!!! tanpa mempedulikan kesehatan penumpang lain “anti rokok” justru disuguhi asap rokok, dasar biangkerok!!!. pesan moral kritis pada kemasan rokok bergambar angker memuat tulisan MEROKOK SEBABKAN KANKER PARU-PARU DAN BRONKIHITIES” pesan lain mengatakan “MEROKOK DEKAT ANAK BERBAHAYA BAGI MEREKA” seolah membawa kita ke neraka bagi mereka yang berfikir. Saya menekankan para “perokok bebal”sekiranya hormatilah orang lain dengan merokok pada tempatnya, lalu kemudian buang puntungnya pada tempat sampah atau tempat yang aman, dikhawatirkan sisa buangan puntung rokok tersebut selain menimbulkan sampah, dampak lain adalah berpotensi penyebab kebakaran.

Selaras dengan peristiwa diatas buku berjudul A Giant pack of Lies: Bongkah Raksasa Kebohongan, Menyorot Kedigdayaan Industri Rokok di Indonesia (penerbit Koji, Jakarta, Desember 2011), Mardiyah Charmin dkk membeberkan hasil kajian jurnalisme investigatif. Mereka membeberkan fakta dan data yang mengungkap praktik manipulasi dan kebohongan publik yang dilancarkan oleh kartel industri tembakau baik global maupun nasional.

Ditengah-tengah kampanye menyehatkan paru-paru dunia, akan mengurangi penyerapan tenaga kerja, menambah angka pengangguran, ironinya penyerapan tenaga kerja merupakan pencitraan industri rokok sebagai pahlawan devisa negara. Namun, tak bisa dipungkiri industri rokok juga berkontribusi bagi kerugian negara akibat biaya kesehatan mahal dan berdampak negatif bagi kualitas serta produktivitas sumber daya manusia. Gara-gara rokok juga angka penjualan buku menyusut, selain di korupsi orang condong memilih membeli rokok ketimbang buku, contoh harga buku Rp. 25.000,- sedangkan rokok dibanderol Rp. 30.000,- dijamin akan lebih membeli rokok, sudah dipastikan karena saya sendiri mantan perokok.

Keprihatinan terhadap munculnya kasus-kasus kesehatan akibat dampak buruk rokok tidak serta merta mendorong terjadinya perubahan berarti. Industri rokok tetap berjaya karena didukung 80 juta pecandu nikotin se-Indonesia. 240 juta orang di indonesia merupakan surga bagi industri rokok terus berkibar, fatwa MUI tak laku lagi.

17 Januari 2017

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun