Mohon tunggu...
Sarah Daryanti
Sarah Daryanti Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Peran Ruang Publik Sebagai Sarana Membangun Bangsa

30 September 2015   23:59 Diperbarui: 1 Oktober 2015   01:04 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa tahun yang lalu, sebidang tanah merah yang masih kosong sering dijadikan sebagai tempat bermain yang begitu mengasyikan bagi saya dan teman-teman. Mulai dari pepohonan dengan buah yang tumbuh lebat, daun alang-alangan yang sering kami jadikan sebagai alat bermain,begitupun dengan layang-layang yang berterbangan di udara juga diterbangkan oleh pemilik-pemiliknya di tanah ini. Mulai dari petak umpet, gobak sodor dan berbagai macam permainan anak-anak kami mainkan di sini. Namun tahun demi tahun berganti, saat kami mulai menginjak dewasa, hal yang berbeda yang justru kami temui. Tak banyak kami lihat anak-anak yang seusia kami dulu bermain dengan permainan yang sama seperti yang kami mainkan dulu. Begitu berbeda pikir kami. Sebelumnya kami pun pernah merasa begitu kehilangan. Kehilangan sesuatu yang selalu kami tuju setelah pulang sekolah, tanah merah. Yang mulai berganti menjadi bangunan yang menjulang tinggi. Saya rasa bukan hanya kami sendiri yang merasakan kehilangan tempat bermain. Begitu pula yang banyak dirasakan oleh anak-anak saat ini yang membutuhkan ruang untuk mereka bermain, hingga akhirnya mereka harus bertaruh nyawa di tempat-tempat yang tidak relevan untuk bermain hanya karena tidak adanya sarana yang memadai untuk mereka agar bisa bermain tanpa risau.

Beberapa waktu yang lalu, sebuah pemandangan miris saya temui saat melewati jalan Gatot Subroto Jakarta Selatan. Ada beberapa anak kecil yang memainkan layangan mereka di jembatan penyebrangan. Begitu juga dengan pemandangan yang jauh lebih ekstrem yang sering saya temui saat pulang sekolah dulu, saat saya bersekolah di daerah Jakarta Pusat. Banyak anak-anak yang bermain layang-layang atau sekedar berkejar-kejaran ala mereka di samping stasiun Kemayoran. Lebih tepatnya di ats rel-rel kereta yang berdiam dibawah kaki-kaki mereka. Melongo waktu itu saya dibuatnya. Namun sepertinya hal seperti itu sudah menjadi perkara biasa bagi mereka. Khususnya masyarakat dengan strata ekonomi rendah yang tinggal di perkotaan. Berbeda halnya dengan orang-orang yang mampu memilki sarana bermain pribadi. Baik mereka yang mampu membuat ruang bermain khusus atau membawa anak-anak mereka ke tempat-tempat rekreasi yang merogoh kocek banyak. Yang tentu saja tidak bisa dilakukan oleh masyarakat menengah ke bawah untuk menyediakan sarana bermain serupa bagi anak-anak mereka. Alhasil, anak-anak ini memanfaatkan celah ruang-ruang kosong untuk digunakan sebagai tempat bermain bagi mereka. Meskipun sebenarnya tempat-tempat tersebut bukanlah sebuah sarana bermain yang semestinya. Sehingga tidak adanya faktor kemanan yang mereka dapatkan, melainkan kekhawatiran para orangtua akibat tempat yang berbahaya yang digunakan anak-anak mereka untuk bermain. Namun anak-anak tetaplah anak-anak. Mereka tetap mampu bercanda tawa dengan kondisi yang demikian. Sebab kini itulah sarana bermain yang mereka dapatkan, berbeda dengan anak-anak dahulu yang masih bisa memenfaatkan tanah-tanah kosong yang lapang, aman dan menyenangkan untuk bermain.

Akhir-akhir ini kita sering dikejutkan dengan berbagai peristiwa yang begitu miris. Satu persatu anak-anak kecil menjadi korban atas kurangnya faktor keamanan di tempat mereka bermain. Mulai dari tertabrak kereta saat bermain di rel, hingga hanyut terbawa arus saat bermain di sungai yang mengaliri ibukota, dan sebagainya. Sudah banyak kasus yang terjadi yang membuat kita membuka mata perihal urgensi sarana bermain bagi anak-anak ini.

Tahun yang lalu tersiar kabar tentang adanya larangan memainkan layangan di Pontianak. Penyebabnya adalah keresahan warga dengan hal tersebut. Red- anak-anak yang bermain layangan di sekitar kampung. Jika kita tinjau lagi dari segi sosial, tentu saja sebenarnya anak-anak tersebut tidak bersalah. Penyebab yang membuat resah masyarakat adalah penempatan yang tidak sesuai yang mereka lakukan dalam memainkan layangan mereka. Namun jika kita tilik lagi dari segi ketersediaan tanah lapang untuk mereka dapat bermain dengan nyaman dan aman tanpa meresahkan warga, nampaknya hal tersebut kurang menjadi perhatian banyak pihak. Meskipun pada dasarnya bermain merupakan sebuah aktivitas yang tak bisa lepas dari kehidupan anak-anak.

Jika berbicara tentang ruang publik, tempat yang terbayangkan dalam benak saya adalah taman-taman hijau dengan berbagai sarana bermain bagi anak-anak, kolam-kolam ikan yang terdapat di tengah-tengah taman dan lampu kerlap-kerlip yang bersinar saat malam. Ditambah kerumunan anak-anak kecil hingga dewasa yang menyebar di sekitaran taman. Entah sekedar duduk-duduk menikmati suasana taman yang sejuk atau berkumpul bersama kelompok atau komunitas mereka masing-masing. Begitu pun yang biasa saya dan teman-teman lakukan di taman Alun-alun Kota Bekasi. Setiap Minggu, taman yang terletak di depan Masjid Agung Al-Barkah ini kami kunjungi. Kunjungan tersebut merupakan salah satu program yang ada dalam komunitas kami. Komunitas Manjadda Wajadda namanya. Yakni sebuah komunitas dakwah yang beranggotakan pemuda-pemudi Islam yang rata-rata tinggal di daerah Bekasi. Komunitas Manjadda Wajadda ini sebetulnya tersebar di banyak kota besar di Indonesia. Dan komunitas Manjadda Wajadda Chapter Bekasi ini merupakan salah satu komunitas yang aktif dalam mengadakan program-program yang juga berkaitan erat dengan lingkungan. Dalam divisi yang saya masuki, yakni divisi Peduli, kami sering mengadakan kegiatan-kegiatan sosial yang tak hanya ditujukan bagi masyarakat, namun juga lingkungan. Dalam kegiatan berkategori dakwah pun kami kaitkan erat dengan lingkungan. Alun-alun Kota Bekasi yang mulanya kami gunakan sebagai titik kumpul kami, tempat yang biasa kami gunakan untuk membahas program-program yang akan kami buat dan sebagainya ini, akhirnya kami gunakan sebagai sarana yang efektif untuk melaksanakan beberapa banyak program yang telah tersusun. Pasalnya, tak jarang kami menemui tempat ini digunakan sebagai sarana yang kurang efektif bagi masyarakat. Seperti halnya anak-anak sekolah yang mampir ke taman ini untuk pacaran dan lain sebagainya. Sebagai pemuda-pemudi yang bergerak dalam konteks dakwah Islam, tentu saja adanya hal semacam itu membuat kami gusar melihatnya. Alhasil mulai tahun 2014 hingga kini hampir setiap Minggunya Taman Alun-alun Bekasi ini banyak didatangi anak-anak muda untuk menuntut ilmu Islam. Ada sebuah program yang kami namai HOTR (Halaqah On The Road) yang kini sukses berjalan dan menghidupkan citra baik taman ini. Yakni sebuah pertemuan yang kami selenggarakan untuk pemuda-pemudi yang ingin mendapatkan suasana mengaji yang lebih menarik, inovatif dan tentunya ramah lingkungan. Sebab tak seperti kelompok pengajian-pengajian pada umumnya yang berpatokan pada masjid sebagai tempat penyelenggaraannya, kami menawarkan HOTR sebagai sarana inovatif bagi para pemuda-pemudi yang bisa datang dengan gratis dan menyimak tausiyah dari Ustadz atau Ustadzah yang kami hadirkan untuk bisa membantu mereka mengenal Islam dengan cara yang tidak membosankan. Mereka juga bisa belajar membaca Al-Qur’an atau bertanya apapun secara cuma-cuma di pertemuan ini, juga dapat menambah koneksi pertemanan. Sebab umumnya teman-teman yang hadir di acara ini memiliki latar belakang yang berbeda dan tak jarang banyak dari mereka yang datang dari luar daerah Bekasi. Kegiatan ini secara perlahan memberikan efek yang baik bagi bagi lingkungan sekitar. Sebuah program yang biasa kita kenal sebagai pengajian yang biasa diadakan secara tertutup di dalam Masjid, kini dapat ditemui di taman sehingga menimbulkan kesan yang sangat menyatu dengan alam. Begitupun dengan kegiatan-kegiatan bertemakan sosial maupun dakwah lainnya yang juga sering kita adakan di taman ini seringkali mendapat perhatian dari masyarakat yang baik sengaja berkunjung ke taman maupun secara tidak sengaja melihat kegiatan yang kami lakukan menjadi tertarik untuk bergabung atau sekedar memberikan apresiasi positif.

Perkembangan yang serupa pun mulai saya rasakan perlahan bersama teman-teman di Karang Taruna yang akhir-akhir ini sedang gencar membuat gerakan untuk menormalisasikan taman dan lapangan komplek menjadi sebuah tempat yang bisa dimanfaatkan untuk masyarakat banyak. Sebab sebelumnya tempat tersebut banyak dikunjungi oleh anak-anak muda dengan tujuan dan kegiatan yang negatif. Hingga akhirnya masyarakat di sekitarnya enggan untuk mengunjungi taman atau lapangan tersebut. Sebagai ketua, saya banyak menghimbau kepada teman-teman di dalam Karang Taruna untuk gencar mengadakan kegiatan positif yang bertempat di ruang-ruang publik untuk menciptakan suasana yang kondusif dan nyaman agar masyarakat sekitar tak lagi enggan untuk memanfaatkan ruang-ruang publik tersebut. Seperti halnya diadakannya latihan bela diri Taekwondo untuk anak-anak yang berkeinginan untuk memiliki pertahanan diri yang baik, kami adakan setiap hari Minggu pagi di lapangan komplek. Sedangkan pada Sabtu malam atau Minggu sore permainan olahraga diisi oleh permainan bola basket yang semua pesertanya, baik yang remaja maupun dewasa juga berasal dari masyarakat sekitar. Sedangkan sekitaran taman biasanya digunakan oleh anak-anak kecil untuk bermain sepeda. Pada Minggu pagi ataupun di hari-hari kerja, umumnya para lansia memanfaatkan sekeliling taman untuk sekedar berjalan kaki ataupun jogging. Dalam program yang lain pun kami memanfaatkan ruang publik tersebut sebagai tempat diadakannya bazaar kecil-kecil-an yang diisi oleh anak-anak Karang Taruna yang umumnya memiliki usaha kecil, juga produk yang kami olah untuk di perjualkan, dan produk-produk yang di miliki masyarakat lain untuk diperkenalkan dalam bazaar tersebut. Sehingga dengan adanya hal ini kami pun memberi kesempatan untuk siapapun, baik remaja maupun orangtua untuk memperkenalkan produk yang mereka miliki dan mendapat manfaat yang positif atas terselenggaranya acara ini. Baik dari segi pelajaran enterpreneurship maupun memperkuat ikatan keluarga antar tetangga. Dengan begitu hubungan baik atau keharmonisan dalam bertetangga akan terus terjalin dengan baik melalui kesempatan-kesempatan yang kami buat semacam ini.

Beberapa tahun ini pun kami rutin menyelenggarakan peringatan HUT RI dengan mengadakan perlombaan-perlombaan khas 17-an yang juga kami selengarakan di ruang publik. Taman dan lapangan selalu ramai dengan masyarakat yang ikut berpartisipasi menyemarakkan acara tersebut setiap tahunnya. Saya bersyukur, sebab kami masih memiliki ruang publik yang hingga kini masih dapat kami jaga kelestariannya. Juga kami manfaatkan dengan se-efektif mungkin ruang-ruang publik tersebut sehingga mampu menghasilkan banyak manfaat bagi masyarakat sekitar. Langkah yang kami buat saat ini memang masih tergolong kecil. Namun kami berharap segala sesuatu yang kami lakukan dalam rangka menyatukan bangsa melalui ruang-ruang publik ini menjadi sebuah senjata ampuh yang akan membuat perubahan besar nantinya. Sebab kami percaya, bahwa menciptakan citra positif terhadap ruang publik perlulah didasari dengan ketulusan dalam membangun Bangsa yang dimulai dengan membangun lingkungan sekitar sebagai tempat berpijak pertama kalinya. Ruang publik merupakan salah satu sarana yang efektif untuk memajukan bangsa. Sebab disinilah manusia-manusia bertemu dalam sebuah lingkup kehidupan, di sini pula lah pembelajaran demi pembelajaran tercipta bagi anak-anak bangsa yang tak lagi sedih sebab mereka memiliki tempat yang bukan hanya mampu dimanfaatkan sebagai sarana bermain, namun juga tempat untuk mengembangkan potensi, karakter dan nilai-nilai kehidupan dari keharmonisan yang tercipta melalui kejadian-kejadian positif yang mereka dapat di ruang publik. Saya meyakini jika seluruh ruang-ruang publik di Indonesia dimanfaatkan secara benar dan diatur sedemikian rupa sebagai sarana yang positif bagi masyarakat, dari sini kita mampu memperbaiki keadaan bangsa. Dari sebuah hal kecil yang berdampak besar di kemudian hari.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun