Mohon tunggu...
Sarah Aprillia
Sarah Aprillia Mohon Tunggu... Freelancer - suka menulis

Mahasiswa Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Mengenang Abdullah Idrus: Sastrawan Kemanusiaan Generasi 45

17 Desember 2020   07:29 Diperbarui: 17 Desember 2020   08:35 815
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Seperti Peribahasa bagai ilmu padi, makin berisi makin merunduk, itulah gambaran yang tepat untuk seorang Abdullah Idrus. Namanya mungkin tidak terkenal seperti satrawan kondang Chairil Anwar, namun goresan pena Abdullah Idrus memiliki pengaruh yang besar bagi dunia sastra Indonesia. 

Abdullah idrus adalah seorang sastrawan Indonesia yang lahir di padang, Sumatera Barat, 21 September 1921. Sastrawan yang lebih dikenal dengan sebutan Idrus tersebut termasuk kedalam kelompok sastrawan Indonesia generasi 45 yang ditasbihkan oleh H.B Jassin meskipun Idrus sendiri menolaknya. Idrus merupakan pendiri pembaharu prosa. Idrus meninggalkan kesan yang besar bagi dunia satra Indonesia meskipun tidak sebesar Charil Anwar, karena berkat karya Idrus tercipta pemisahan antara prosa zaman revolusi dengan prosa pujangga baru.

Idrus memiliki pemikiran-pemikiran yang unik dan berbeda dari kebanyakan sastrawan lainya. Hal tersebut bisa dilihat dari karya-karya sastra ciptaan Idrus. Gaya bahasa yang terkesan sederhana,naturalis,ringkas,serta tajam membuat idrus memperoleh tempat terhormat dalam dunia sastra. 

Namun tidak sedikit juga pihak yang mengkritik karya-karya Idrus, bahkan bisa dianggap Idrus adalah tokoh yang kontroversial. H.B Jassin sendiri menyebut Idrus sebagai sastrawan yang memiliki sikap kritis dan sifat individualistis dalam masalah sosial atau kemanusiaan pada masa itu, yang di salurkan Idrus dalam tulisan maupun siarannya. Bahkan beberapa kali Idrus pernah ditolak untuk tidak melakukan siaran karena gaya pemikiranya yang unik dan perkataannya yang tajam.

Dalam menciptakan karya-karyanya idrus cenderung menyajikannya dengan menggambarkan bagian permukaanya saja dan membiarkan pembacanya untuk mencari sendiri makna dan gagasan yang terkandung dalam tulisan tersebut. Gaya penulisan tersebut seringkali disebut dengan Iceberg Theory. Menurut Hemingwey, seorang yang dianggap sebagai penemu Iceberg Theory mengungkapkan bahwa penulis yang menggunakan cara tersebut didalam karyanya maka penulis tersebut harus memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam, serta memahamii apa maksud dari karya yang ia tulis.

Karya Idrus yang yang populer yaitu sebuah buku kumpulan cerpen yang berjudul "Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma" yang diterbitkan oleh penerbit Balai Pustaka Jakarta pada tahun 1948. Kumpulan cerpen tersebut memiliki kedudukan yang penting dalam khazanah sastra di Indonesia. 

Hal itu bisa dilihat dari tingginya apresiasi masyarakat terhadap buku tersebut. Karya Idrus tersebut memuat kisah-kisah dari zaman Jepang hingga pada peristiwa revolusi fisik Kemeredekaan Republik Indonesia. Dalam buku "Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma", Idrus menggambarkan secara detail dan dengan penuh penjiwaan bagaimana peristiwa-peristiwa nyata itu terjadi, mulai dari kisah roman hinga penderitaan rakyat pada zaman kolonialisme. 

Dari buku tersebut kita bisa berimaginasi bagaimana situasi dan keadaan pada masa-masa itu, mulai dari rakyat yang kekurangan gizi,lingkungan yang kumuh,tindakan semena-mena oleh aparat,korupsi pejabat dan hal pahit lainya. Dalam buku ini Idrus membongkar habis keadaan kacau dan buruk pada masa revolusi dan zaman Jepang

Selain berbentuk cerpen, Idrus memiliki karyanya yang lain berbentuk novel. Dalam salah satu novelnya yang berjudul "Surabaya", ia sengaja mengejek patriot-patriot Indonesia dengan sebutan cowboy dan bandit. Novel ini cukup terkemuka hingga menyebabkan banyak pihak yang mengeluarkan cercaan. Banyak karya novel lain dari seorang Idrus yang berjudul, Dengan Mata Terbuka,Seperti Aki,Hati Nurani Manusia,Hikayat Puteri Penelope, dan Perempuan dan Kebangsaan.

Tidak hanya berhasil sebagai pencipta cerpen dan novel, Idrus juga memerjemahkan sebuah sandiwara "Acoka" dan menerjemahkan beberapa buku karya penulis dunia terkemuka, seperti pengarang Belgia Williem Elschot yang berjudul keju,Kathryn Fobers Ibu yang Ku Kenang, Kereta Api Baja karya pengarang Rusia Vsevolod Iwanov,Toti Kita Sehari-hari dan Dari Pendiptaan Kedua karya Ilya Enrenburg. 

Tidak pelit akan ilmu, Idris juga pernah menerbitkan buku tentang Teknik Mengarang Cerpen dan buku yang berjudul Saduran Cerita Sang Boma. Dia juga menulis beberapa esai yang diterbitkan dalam majalah dan surat kabar, diantaranya Chatulistiwa,Mimbar Indonesia,Budaya,Horison,Majalah Indonesia,Zenith, dan Indonesia Raya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun