Mohon tunggu...
Sarah Tsaqqofa
Sarah Tsaqqofa Mohon Tunggu... -

I am Food Scientist, Market Researcher, Point Guard (basket ball), supporter (badminton), love writing and Reading =)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penjaja Cinta: Tak ada Pilihan Lain?

25 Februari 2014   18:46 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:29 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semalam saya menonton tayangan “Bukan Empat Mata”  bertemakan penjaja cinta.

Tema yang klise dan selalu menarik untuk diangkat, terutama ya karena Tukul menghadirkan pembicara yang merupakan pelaku tindakan tersebut. Ohya, saya nonton acara ini sih sekilas saja dan tidak menonton dari awal hingga akhir. Hanya ada beberapa opini setelah menonton tayangan ini.

Adalah dua orang wanita sebut saya Biola (ayam kampus) dan Gitar (PSK di gang Dolly Surabaya). Inti dari pembicaraan mereka berdua adalah… Mereka tidak punya pilihan lain meski mereka merasa sedih melakukan pekerjaan yang mereka lakukaan saat ini. Sedih, iya. Hancur? Pasti. Namun mereka bilang mereka terjerumus dan tak tahu arah kembali.

Terlepas dari norma agama apapun, sebagai seorang perempuan saya juga sedih melihat dan mendengarnya. Bahkan, jika tak percaya pada Tuhan, mungkin kita bisa menyalahkan kenapa ada takdir yang sebegitu kejamnya. Latar belakang mengapa mereka terjerumus terhadap pekerjaan ini pun cukup tragis. Biola mengaku bahwa keluarganya punya hutang-hutang akibat ibunya sakit, selain ia juga ingin bergaya seperti teman-temannya. Gitar mengaku bahwa sulit hidup sebagai seorang janda dengan dua orang anak. Dan ketika berniat menikah kembali, Gitar mengalami kekerasan dari calonnya tsb. Ironi memang. Tapi apakah benar tidak ada pilihan lain??

Ah, saya memang seorang yang sungguh sangat beruntung. Benar-benar beruntung sebagai seorang perempuan dan benar-benar bersyukur terhadap hidup saya ini -sehingga mungkin saya tidak mengerti apa maksud mereka “tidak ada pilihan lain” tersebut.

Akan tetapi menurut saya, pendekatan interview terhadap Biola dan Gitar dalam reality show yang terbuka tsb sepertinya kurang baik dari sisi psikologis. Seperti biasa, acara reality show ini menyisipkan selentingan2 lawakan yang menurut saya kurang pas untuk tema seperti ini sehingga terkesan melecehkan sang narasumber (terlepas dari narasumber nrimo atau tidak karena kedatangan mereka juga pasti dibalas imbalan)

Saya tidak mengerti psikologi, tapi bagi anak-anak seperti Biola, pendekatan yang seharusnya sebaiknya tidak langsung memberitahunya/menasehati tentang norma-norma agama.

“Ih dosa loh Biola kamu kayak gini?”

“Kamu nggak takut masuk neraka, Biola?”

Atau semacamnya. Tidak akan berhasil bagi mereka. Pergaulan di lingkungan mereka akan memaksa  mereka berpikir bahwa “agamalah yang membrainwashed sebuah pemikiran bahwa melakukan hubungan seks adalah dosa”. Sehingga baiknya dilakukan pendekatan yang lain dari sisi humanis..

Tapi saya sungguh tidak paham, siapa yang harus memulai. Orangtuanya kah? Yang harus aware terhadap anak-anak gadisnya? Orang terdekatkah? Atau siapa? Bahkan saya tidak melakukan apa-apa…

Maaf..

Saya hanya seorang penonton…

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun