Mohon tunggu...
Saragih alam
Saragih alam Mohon Tunggu... Mahasiswa - Disela-sela liburan

Telah memperoleh S-1 Filsafat di Fakultas Filsafat Santo Thomas Medan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apakah Agama Membutuhkan Tuhan yang Transenden?

4 Desember 2022   21:13 Diperbarui: 4 Desember 2022   21:34 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Poto: www.qutera.com

Pokok Permasalahan

Sebagai mahluk rasional, manusia senantiasa mempertanyakan eksistensi hidupnya, darimana, untuk apa, dan mengapa. Keinginantahuan itu menghantar manusia sampai pada realitas Ilahi. Pemeluk agama menyebut dan meyakini bahwa Tuhan yang disembah itu bersifat transenden dan berbeda dari realitas imanen yakni manusia/dunia. Seiring perjalanan waktu, paham agama tersebut memperoleh banyak serangan dan kritikan dari para filsuf dan pemikir lainnya.  Mereka menuntut bahwa Tuhan yang transenden harus menyatakan dirinya dalam realitas dunia. Hanya dengan cara demikian Tuhan yang transenden itu dapat dikenali oleh manusia yang imanen dan rasional. Jika sifat transendensi Tuhan itu tetap dipertahankan, maka agama harus ditolak karena ia tidak dapat menjelaskan isi imannya. Tuhan harus menyatakan dirinya dalam terang hidup manusia. Hanya dengan demikian manusia dapat mengenaliNya. Untuk mendamaikan kedua pandangan ini, agama Kristen meyakni bahwa Tuhan bersifat transenden sekaligus  imanen. 

Tuhan dan Dunia

Dewasa ini ada kecenderungan besar untuk mendasarkan segala sesuatu pada hal yang empirik. Realitas ditentukan atas segala sesuatu yang dapat dirasakan, diukur, dan dimanipulasi. Ektrem tersebut memiliki konsekuensi bahwa dunia spritual adalah hal yang tidak nyata. Sedangkan ekstrim lain mengabsolutkan realitas transeden dan menafikan kenyataan empiris. Bagaimana caranya manusia yang berada di dunia mengetahui kebenaran di luar dunia/dirinya? Plato mencoba menjelaskannya dengan teori dunia idea. Kenyataan empirik saat ini merupakan gambaran dari dunia asli yang ada di "seberang".

Pandangan Plato ini pun dikritik. Jika Tuhan sungguh berbeda dari dunia (dunia idea), bagaimana manusia (gambaran dari dunia idea) dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan yang ada di dunia idea itu. Semakin Tuhan digambarkan jauh dari manusia, maka semakin kecillah kemungkinan bagi manusia untuk mengenalinya.

Jhon Hick berusaha "membebaskan" Tuhan dari paham teologi tertentu. Ia mengambarkan Tuhan sebagai "Yang Asali". "Yang Asali" tersebut berbeda dari dunia dan mendasari segala yang ada. Gordon Kauman berpendapat bahwa usaha kita untuk mengenal Allah sama seperti kita sedang berjalan ditengah-tengah kabut, tidak jelas arah dan tujuan. Senada dengan hal itu, David Hume juga menolak paham yang mempertahankan sifat misterius Tuhan. Barry Diller menyatakan bahwa manusia tidak akan dapat mengetahui realitas causa prima (penyebab yang pertama). Semua pendapat tersebut mendukung paham "Allah Penganggur". Setelah Allah menciptakan segala sesuatu dengan baik adanya, Ia meninggalkannya. Akibatnya Tuhan yang demikian tidak dikenali dan akhirnya dinyatakan tidak ada. Bagi kaum beragama, semua pemikiran itu adalah bentuk atisme.

Untuk mendamaikan kedua ekstrim itu, agama Kristen meyakini bahwa Tuhan bersifat Transenden sekaligus imanen. Ia yang berada dalam "dunia idea" dengan berbagai cara menyatakan dirinya dalam sejarah hidup manusia. Wahyu memampukan manusia mengenal dan mengetahui keberadaan Allah. 

Grace Jantzen, seorang filsuf dan teolog asal Kanada menyatakan bahwa melalui alam kita tidak akan dapat sampai pada Tuhan yang asali itu. Alam hanya mengantarkan kita pada tuhan para filsuf. Tuhan tidak dapat dianalogikan seperti manusia yang terdiri dari tubuh dan jiwa. Tuhan tidak hanya transenden, tetapi juga menyatakan dirinya dalam seluruh alam ciptaan. Pandangan Jantzen ini dianggap panteisme. Namun ia menolak panteisme (semuanya adalah Tuhan) jika hal itu hanya sebagai reduksionisme. Ia menolak adanya dua realitas yang berbeda. Semua realitas berasal dari Tuhan dan tidak dapat dipisakan dariNya.

Pemikiran itu membawa konsekuensi bahwa jika relitas tidak dapat dipisahkan dari Tuhan, maka Tuhan juga tidak dapat dipisakan dari realitas. Sejalan dengan pandangan monisme manusia tidak dapat disebut pribadi jika tanpa tubuh, demikian juga Tuhan tidak dapat eksis jika terpisah dari dunia.

Paham pantaisme ditolak karena menyatakan bahwa semuanya adalah Tuhan (menolak keterpisahan Tuhan dan alam). Seluruh realitas ciptaan termaktub dalam Tuhan, tetapi kodrat Tuhan tidak sama dengan dunia. Konsep itu disebut sebagai panenteisme (di dalam semua hadir Allah). David Pailin mengambarkan Tuhan dan dunia sebagai dua entitas yang saling tergantung dan mempengaruhi. Tuhan tidak identik dengan semua realitas. Semua realitas dipengaruhi olehNya dan Dia mempengaruhi segala realitas.  Paham teologi proses juga dikritik karena jika Tuhan terlibat seluruhnya dalam proses dunia, maka Tuhan juga terlibat dalam kejahatan. 

 Roh dan Materi

Banyaknya kejahatan di dunia ini, mendukung paham bahwa Tuhan memang berbeda dan jauh dari dunia. Jika Tuhan dekat dan berada di dunia, maka kejahatan tidak akan ada. Jika hal itu tetap terjadi berarti sifat kebaikan Tuhan harus dihapuskan. Paul Tillik menanggapi paham panteisme. Meskipun dalam pantaisme dualisme antara Tuhan dan dunia ditolak, tetapi manusia tidak dapat mengetahui sifat kesatuan yang ada. Dalam paham dualisme, pertentangan bukanlah hanya terkait Tuhan dan dunia, tetapi juga roh dan materi. 

Dikatomi antara Tuhan dan dunia direplikasi dalam kepribadian manusia.  Feuerbach menyatakan bahwa apa yang dulu dianggap oleh agama sebagai kebenaran saat ini menjadi tidak benar; apa yang sebelumnya disembah sekarang dainggap sekular/manusiawi. Dengan demikian agama hanyalah sebagai proyeksi dari kebutuhan dan keinginan manusia. Baginya realitas Tuhan hanyalah sebagai proyeksi dari keinginan manusia bukan suatu kenyataan objektif diluar dunia. Seraya molak Kant, Feuerbach berkata bahwa pengetahuan tentang Tuhan dapat kita temukan dalam diri kita sendiri. Tuhan yang transenden tidak ada karena itu hanyalah produk pikiran manusia.

Bentuk Transenden

Secara konsep, realitas Tuhan melampaui kemampuan kita (transendensi koseptual). Apa yang tidak terjangkau oleh manusia harus tetap dianggap nyata. Alam semesta adalah nyata meskipun tidak semuanya dapat diamati. Disamping itu kaum naturalisme menyatakan bahwa konsep transendensi hanyalah akan melemahkan diri kita.

William Alston menyatakan bahwa Tuhan tidak identik dengan alam atau salah satu dari bagiannya. Mustahil untuk menerapkan konsep-konsep kita terhadapNya. Ada godaan bahwa manusia terpenjara dalam dunia konseptualnya dan menyatakan bahwa satu-satunya realitas yang dapat diketahui adalah dirinya sendiri menurut konsepsinya sendiri. Manusia mengunci dirin pada dunia yang dibuatnya. Pemikiran ini anti-teistik karena menjadikan manusia sebagai pusat kebenaran. Banyak teolog menolak untuk memperlakukan Tuhan sebagai salah satu dari realitas dunia. Namun tidak berarti bahwa Dia juga hanya suatu objek yang absrak.

Tuhan yang Aktif

Tuhan adalah Allah yang senantia bertindak aktif. Berkat hal itulah Dia dapat dikenali oleh manusia. Tuhan aktif membuat diriNya dikenal dengan cara-cara yang dapat dipahmi oleh manusia. Feurbah mengatakan bahwa wahyu berasal dari keinginan dan akal manusia. Pengetahuan kita tentang Tuhan sedang digunakan dalam upaya untuk menunjukkan bagaimana kita dapat memperoleh pemahaman tentang apa yang secara ontologis transenden. Dengan kata lain, transendensi otologis tidak menyiratkan transendensi konseptual.

Hardwick berkata bahwa teologi harus membuat dirinya dapat dipahami seturut kehidupan manusia saat ini. Manusia dari dalam dirinya memiliki kemampuan untuk mengenali kebenaran dan menalar dengan tepat. Jika Tuhan adalah Pencipta, Dia pasti akan menopang dan mempertahankan apa yang telah Dia ciptakan. Namun, jika Tuhan hanya diyakini sebagai dasar utama dari segala sesuatu, maka akan sulit untuk mengetahui dan mengenalNya. Dunia yang bekerja sendiri bertentangan dengan jati diri Tuhan. Allah yang aktif semakin menandaskan keberadaan Allah. 

Semua iman membutuhkan dasar yang rasional. Ateisme bahkan mengindikasikan akan adanya Tuhan. Jika tidak ia tidak dapat menyangkal apa yang disangkalnya. Kant mengatakan bahwa Tuhan tidak dapat diketahui kecuali melalui iman dan keyakinan. Akal budi kita tidak dapat mengetahui realitas Allah, sebab akal budi hanya mengetahui apa yang tampak baginya. Bagi Whitehead Yesus adalah model utama dalam agama. Tuhan membiarkan dirinya dialami oleh manusia. Tuhan bukanlah sesuatu yang "jauh di sana" tetapi dekat dan ada dan bersama manusia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun