Jepang, akhir abad ke-19 memperoleh 4 kali lipat dari APBN-nya dalam rampasan perang dari Tiongkok, dan awal abad ke-20 Jepang memulai proses transformasi menuju Negara modern. Transisi tersebut tidak berjalan lancar meskipun saat itu sedang surplus materi. Hambatan substansinya terletak  pada kemampuan SDM yang belum mampu beradaptasi secara maksimal. Artinya, segudang fasilitas dan materi yang ada di depan mata tidak menjamin dapat diaplikasikan secara efisian dan efektif.  Lebih lanjut Ninomiya Sontaku, setelah 50 tahun meninggal, tepatnya pada tahun 1906  atau  awal abad ke-20 Jepang  mengangkat Ninomiya sebagai salah satu tokoh panutan nasional. Patung Ninomiya sedang berjalan sambil memikul kayu bakar dan membaca buku di dirikan di seluruh Sekolah Dasar (SD) di Jepang. Figur Ninomiya yang tidak menggerutu, pekerja keras, hidup hemat, rajin menabung, suka membantu orang lain, serta gigih dalam menimba ilmu meskipun dalam  keadaan bangsanya belum stabil akibat complexity crisis dimasa lalu. Masyarakat Jepang menjadikan figur Ninomiya tersebut sebagai role model mereka.
Amerika, Perang Saudara (Civil War, 1860-1865), menimbulkan krisis solidaritas  masyarakat dalam upaya membangun dan memajukan bangsanya. Namun, pasca-perang berakhir beberapa industri manufaktur mulai berkembang pesat. Hal ini disebabkan adanya dukungan dari para akademisi (terutama dengan berkembangnya disiplin ilmu Psikologi dan Sosiologi pada saat itu).
Kata kunci dari SDM yang unggul adalah pendidikan dan pengetahuan. Dengan hal itu, air mata kemiskinan, ketertinggalan, serta kebodohan dapat dihapuskan. Fundamen dalam sebuah pembangunan bermaksud  mengedepankan  kesejahteraan umum masyarakat. Dengan demikian, suatu cita-cita yang diharapkan hendak mencapai telos keberhasilan.
Defisitnya keinginan untuk menjadi bangsa yang maju merupakan hal yang mengakar dalam masyarakat, bukankah cita-cita luhur bangsa Indonesia adalah kecerdasan dan kesejahteraan?, bukan karena tidak ada materi ataupun bahan, mengingat pemerintah Indonesia saat ini sudah dan sedang gencar-gencarnya membangun infrastruktur dalam banyak aspek. Lalu, apa yang menyebabkan mandeknya bangsa ini menjadi bangsa yang maju? persoalannya, kompetensi SDM yang belum menanjak.
Dalam tulisan ini penulis menyajikan sudut pandang sosiologis dalam pembangunan SDM mengenai fenomena collapse of social knowledge masyarakat dalam memahami dan mendayagunakan sumber daya yang tersedia. Barometer dari perihal tersebut adalah minimnya pengetahuan yang akhirnya menjadikan demikian.