Mohon tunggu...
Sapta Juliant
Sapta Juliant Mohon Tunggu... Lainnya - A human without label

Hanya seorang manusia yang tercipta dari debu bintang, dan menjadi bagian dari masyarakat alam semesta.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Majalah "Dagelan" Pengontrol Masyarakat

2 Mei 2021   11:51 Diperbarui: 2 Mei 2021   11:58 1387
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Gambar: Dokumen Pribadi

Dulu sekitar tahun 2002-2004, saya suka sekali dengan majalah Hidayah dan Misteri. Saking sukanya saya sampai berlangganan setiap dua minggu sekali. Bahkan kalau lagi gak ada uang, saya bela-belain barter dengan teman yang punya seri yang belum pernah saya baca.

Satu majalah ini biasanya berisi empat kisah azab. Yang konon diangkat berdasarkan kisah nyata, meskipun cerita ini tidak dapat dikonfirmasi kebenarannya karena penulisnya selalu menyamarkan narasumber (menggunakan inisial/wajah yang diblur), dan tempat terjadinya azab tersebut.

*Saya sampai saat ini masih tidak tahu metode apa yang redaksi majalah Hidayah gunakan sampai bisa mendapatkan kasus-kasus azab ini, dan mengherankannya lagi dalam sebulan dapat memberitakan sekitar 5 s/d 7 kasus azab.

Apa hanya dari buah bibir saja yang katanya-katanya?

Atau tim redaksi hanya mengarang cerita ini?

Mengingat mereka yang harus kejar tayang dalam menerbitkan majalah ini dua minggu sekali.

Entahlah, namun bukti bahwa benar di suatu daerah tersebut terjadi azab tidak pernah diketahui kebenarannya.

Karena majalah ini laris manis di pasaran, maka ditayangkanlah ke dalam bentuk sinetron berjudul Rahasia Ilahi (TPI, 2004) dan Hidayah (Trans TV, 2005). Yang di mana hal ini juga yang menginspirasi sinetron-sinetron azab saat ini.

Dahulu sinetron-sinetron ini bagi generasi yang lahir pada tahun 90-an merupakan gambaran yang menakutkan, tapi sepertinya tidak bagi mereka yang lahir tahun 2000-an ke atas, justru bagi mereka sinetron-sinetron semacam ini dianggap sebagai Dagelan. Selain karena ceritanya sudah tidak relevan dan tidak masuk akal di jaman sekarang, tapi juga karena generasi saat ini mengutamakan berpikir logis dan lebih maju.

Lalu apa buktinya bahwa majalah itu hanya Dagelan/lawakan/omong kosong?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun